Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia akan menjalani duel perdana penyisihan Grup A di Piala AFF 2016 pada Sabtu (19/11/2016). Lawannya bukan main-main, juara bertahan Thailand. Negara yang berpuluh-puluh tahun terus merajai sepakbola ASEAN. Alfred Riedl perlu memutar otak untuk menentukkan taktik yang tepat untuk meredam sang juara bertahan besutan Kiatisuk Senamuang.
Tim Merah-Putih baru saja kehilangan Irfan Bachdim, salah satu pemain yang menjadi kunci pada aplikasi 1-4-4-2 ala Alfred Riedl. Tanpa Irfan, diperkirakan akan terjadi dua skenario.
Baca Juga
Pertama, pelatih asal Austria itu tetap mempertahankan 1-4-4-2-nya. Alfred akan memaksimalkan Lerby Eliandry atau Ferdinand Sinaga.
Alternatif kedua adalah sang mentor akan mengubah format bermain dengan mengganti Irfan dengan seorang gelandang. Timnas jadi mainkan tiga gelandang dengan format 1-4-2-3-1 atau 1-4-4-1-1.
Selama ini, Irfan adalah pemain yang sering turun ke ruang antar lini antara lini bek dan lini gelandang lawan. Keberadaannya menjadi konektor untuk memprogresi serangan ke depan.
Jika pilihan pertama yang dipilih Alfred Riedl, maka penyesuaian yang harus dilakukan adalah meminta Boaz Solossa mainkan peran tersebut. Kelemahan pilihan ini ialah tidak ada pengganti sepadan untuk peran yang dimainkan Irfan.
Jika pilihan kedua yang dipilih, problemnya timnas harus melakukan banyak penyesuaian terkait mekanisme build up dan pressing-nya.
Thailand sendiri tampak lebih mapan. Meski hancur-hancuran di Kualifikasi Piala Dunia, komposisi skuad Kiatisuk tak pernah berubah banyak dalam setahun terakhir. Dalam banyak gim mereka hampir selalu menurunkan starting eleven yang hampir sama. Ini merupakan jaminan solidnya komunikasi taktikal mereka.
Tim Gajah Putih selama ini memiliki alternatif dua formasi bermain. Pertama adalah 1-4-3-3. Sementara itu, yang kedua adalah 1-3-4-1-2.
Dalam pernyataannya di media, Kiatisuk Senamuang mengaku lebih memilih 1-4-3-3 sebagai preferensi utamanya. Meski di laga terakhir, Theeraton Bumnathan dkk. sukses menahan Australia 2-2 dengan mainkan 1-3-4-1-2.
Mengisolasi Sarach Yooyen
1. Mengisolasi Sarach Yooyen
Thailand diperkirakan akan turun dengan 1-4-3-3. Kawin Thamsatchana menjadi palang pintu terakhir mendukung kinerja Suteema Chuttong, Tanaboon Kesarat, Adison Promrak dan Tristan Somchai Do.
Sarach Yooyen akan bermain sebagai Si Nomor 6 (jangkar) di belakang Pokklaw Anan dan Chanathip Songkrasin. Theerathon Bunmathan akan menyisir sisi kiri, Siroch Chattong di kanan menopang Teerasil Dangda.
Di sisi lain Indonesia kemungkinan bermain pondasi permainan 1-4-4-2 atau 1-4-4-111. Andritany Ardhyasa sebagai penjaga gawang berkolaborasi dengan Abdulrahman, Fachrudin Aryanto, Yanto Basna, dan Benny.
Di tengah, Evan Dimas dan Bayu Pradana akan didampingi oleh Zulham Zamrun dan Andik Vermansah di sektor sayap.
Jika Alfred Riedl mainkan dua striker, kemungkinan Lerby Eliandry akan dampingi Boaz Solossa di depan. Jika mainkan seorang gelandang serang dan satu striker, maka Stefano Lilipaly diyakini akan bermitra dengan Boaz.
Isu terbesar bagi Tim Merah-Putih adalah bagaimana menyetop Yooyen. Pemain alumnus tim juara SEA Games 2015 ini merupakan pilar kunci Thailand dalam melakukan building up. Positioning-nya yang prima selalu memberikan solusi untuk keluar dari tekanan lawan.
Jika Indonesia akan bermain 1-4-4-2 seperti biasa, Akan terjadi 3 Vs 2 untuk Thailand di tengah. Di mana Yooyen ibarat beroperasi bebas di ruang amat besar. Timnas Indonesia sangat tidak teruji dalam situasi ini.
Seluruh lawan uji coba sebelumnya tidak satupun yang bermain dengan tiga gelandang. Format 1-4-4-2 timnas harus melakukan penyesuaian untuk antisipasi situasi kalah jumlah 2 Vs 3 ini.
Alternatif pertama, adalah meminta Boaz dan Lerby untuk bergantian melakuan cover untuk menutup jalur passing ke Yooyen. Dalam hal ini memaksa centerback Thailand operan ke fullback, tidak ke Yooyen. Kerja berat untuk duet striker Timnas Indonesia. Terutama bagi Boaz yang buruk dalam melakukan pressing.
Menurunkan Blok Pertahanan
2. Menurunkan Blok Pertahanan
Alternatif lain yang lebih mudah yang bisa dilakukan Timnas Indonesia adalah menurunkan blok pertahanan menjadi lebih rendah. Dalam hal ini Evan Dimas cs. seperti memainkan formasi 1-4-4-2. Di mana Boaz dan Lerby akan lebih berorientasi pada Yooyen.
Membiarkan kedua centerback Thailand bebas. Meski lebih mudah, penulis tak yakin taktik ini efektif. Jika diaplikasi di TSC 2016, taktik ini akan moncer. Sebab hampir semua centerback Indonesia memiliki kemampuan menyerang pas-pasan.
Sedangkan Promrak dan Kesarat adalah bek tengah yang memiliki kemampuan menyerang prima untuk level persaingan Asia Tenggaea. Keduanya adalah alumni Thailand U-23 di SEA Games 2015. Masih segar di ingatan kita setahun silam saat Kesarat melakukan build up dengan nyaman. Sambil memping-pong Yandi Sofyan dan Evan Dimas lari tunggang langgang kesana kemari. Memberi kebebasan pada dua stoper ini merupakan taktik bunuh diri.
Penulis berpendapat bahwa Timnas Indonesia lebih mudah mengisolasi efek Yooyen, jika Alfred Riedl mainkan 1-4-4-1-1 dengan mainkan Stefano Lilipaly di belakang Boaz Solossa. Formasi ini akan membuat Yooyen memiliki direct opponent.
Situasi 3 Vs 3 di tengah ini juga merangsang Thailand untuk memprogresi bola ke pinggir. Dengan memaksa Tim Negeri Gajah Putih ke pinggir, dimensi serangan mereka menjadi lebih minim dan terprediksi.
Berharap Solo Play dan Set Pieces
3. Berharap Solo Play dan Set Pieces
Untuk penyerangan dalam situasi terorganisir, jujur saja tidak banyak yang bisa diharapkan. Meski di lini bawah terjadi situasi 4 (+1 Kiper) vs 3, kiper dan bek Indonesia tidaklah fasih dalam menyerang. Jangan harap Fachrudin dan Yanto berani memanfaatkan situasi 2 Vs 1 kontra Dangda.
Umumnya sekalipun operan pendek dilakukan Andritany Ardhiyasa pada keduanya, mereka cenderung menunggu gelandang menjemput bola atau lakukan long pass ke depan.
Berharap Yanto dribel ke depan untuk memancing pressing Dangda, lalu pindahkan bola via Andritany Ardhiyasa ke Fachruddin untuk membuat Dangda out of play kelihatannya mustahil. Sesuatu yang tak pernah mereka lakukan di klub. Juga pada beberapa ujicoba sebelumnya.
Mungkin ada baiknya Alfred memikirkan suatu taktik goal kick direct play. Agar umpan jauh Andritany-Fachruddin-Basna bisa lebih terprediksi oleh kawan-kawannya.
Harapan timnas saat menyerang lebih pada permainan solo play Zulham, Andik dan Boaz. Ketiga pemain inilah yang dapat memberikan perubahan dengan kemampuan penetrasi dribblingnya. Hanya saja, permainan solo tidak akan maksimal jika
Zulham/Andik menerima bola down the line dari fullback. Sebab, kedua sayap ini akan menerima bola dalam kondisi membelakangi gawang. Plus, dalam bentang pandang fullback lawan.
Situasinya akan berbeda jika Andik Vermansah atau Zulham Zamrun menerima bola diagonal dari Evan/Bayu dengan body shape 90 derajat dengan gawang.
Sayap Timnas Indonesia juga akan berada di luar bentang pandang fullback Thailand. Sayangnya, kondisi ini hanya akan terjadi bila Fachruddin atau Yanto Basna mampu mengeliminasi Dangda dan memprogresi bola ke Evan Dimas atau Bayu Pradana di ruang antar lini. Sekali lagi, situasi yang sulit!
Kini satu-satunya harapan penyerangan adalah pada situasi lawan tidak terorganisir. Dalam hal ini momen penyerangan seketika setelah timnas merebut bola. Situasi yang menyediakan ruang besar di belakang lini bek Thailand.
Kemampuan Zulham Zamrun dan Andik Vermansah mengeksploitasi ruang besar adalah jaminan mutu untuk timnas dapat mencetak gol. Memang sepertinya amunisi timnas minim, tapi di sepak bola mencari kesempatan di dalam kesempitan adalah keharusan!
Ganesha Putera
@ganeshaputera
www.kickoffindonesia.com
Pusat Kepelatihan Sepakbola