Kolom: Sabtu Menyatu buat Timnas Indonesia di Cibinong

oleh Bola diperbarui 01 Des 2016, 08:30 WIB
Kolom: Sabtu Menyatu buat Timnas Indonesia di Cibinong. (Bola.com/Grafis: Adreanus Titus; Foto: Nicklas Hanoatubun).

Bola.com, Jakarta - Lupakan sejenak apa yang akan terjadi pada Jumat , 2 Desember, di seputar jalan Monas. Sholat Jumat akan diakukan oleh sebagian umat Islam di sana. Biarkan saja kontroversi itu terjadi, sepanjang dilakukannya sesuai aturan main, menjaga ketertiban umum, dan mendengarkan imbauan dari aparat keamanan.

Yang menarik justru akan terjadi pada keesokan harinya, Sabtu, 3 Desember, di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor.

Advertisement

Letaknya tidak jauh dari ibu kota, di sana rakyat dari seluruh lapisan akan bersatu padu berbondong-bondong memenuhi stadion dan jutaan lainnya di seluruh pelosok Tanah Air menyaksikan dari layar kaca pertandingan semifinal Piala AFF 2016 antara Timnas Indonesia melawan Vietnam.

Rakyat tidak mengenal agama, suku, ras, golongan, dan partai,akan tumplek bersatu memberikan dukungan untuk tim Merah Putih.

Para suporter Timnas Indonesia menyaksikan laga Piala AFF melawan Filipina pada laga Piala AFF 2016 di Philippine Sports Stadium, Filipina, Selasa (22/11/2016). Kedua tim bermain imbang 2-2. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Kondisi ini jika terjadi adalah yang kesekian kali, rakyat berpadu, berpeluh ria, datang dari berbagai penjuru ke stadion, atau menyaksikan melalui televisi dengan memakai berbagai atribut tim nasional sebagai wujud dukungannya.

Rakyat bersatu untuk menerima kemenangan maupun kekalahan tim kesayangan.

Sikap sportivitas itu telah dibuktikan melalui berbagai pertandingan sebelumnya. Tengoklah sejarah-sejarah heroik skuat Garuda.

Dimulai tentu dari tahun 1956 ketika Timnas Indonesia ikut Olimpiade Melbourne. Timnas sempat menahan tim unggulan Uni Soviet sebelum akhirnya kalah 0-4di pertandingan ulang.

Kondisi tim, terutama dalam pertandingan pertama memiliki paduan yang kental. Walau pun akhirnya kandas, tapi perjuangan para pemain ketika itu dianggap sebagai pahlawan sepak bola.

Para pemain berjuang total, berjibaku, sampai titik waktu penghabisan. Pejuang rumput hijau itu mengenalkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki tim sepak bola yang kuat, walau pun baru 11 tahun merdeka.

Suporter Merah-Putih membentangkan poster Boaz Solossa saat memberi dukungan untuk Timnas Indonesia melawan Thailand pada laga AFF Suzuki Cup 2016 di Philippine Sports Stadium, (19/11/2016). (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Peristiwa dramatis berikutnya yang sulit dilupakan adalah pada 1976, saat timnasional nyaris lolos ke Olimpiade Montreal.

Tapi, kesebelasan kita kalah melalui adu penalti dari Korea Utara. Penonton yang memenuhi Stadion Utama Gelora Bung Karno, tertegun sejenak sebelum akhirnya tetap memberikan aplaus kepada Anjas Asmara dkk.

Pengalaman menarik juga terjadi ketika Indonesia menjadi tuan rumah Piala Asia 2007 bersama Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Indonesia sempat menang atas Bahrain 2-1, sebelum ditundukkan Arab Saudi 1-2 dan Korea Selatan 0-1. Penonton yang membludak di Stadion Utama Gelora Bung Karno tetap menerima kekalahan Indonesia di Piala Asia itu.

Berikutnya pengalaman-pengalaman dalam pertandingan di Piala AFF (dulu namanya Piala Tiger) sebelumnya, penonton selalu datang ke stadion beramai-ramai dengan berbagai cerita. Dukungan yang fanatis dikeluarkan, tapi begitukalah masyarakat menerima dengan sportif.

Kemenangan yang disambut suka cita terjadi ketika Evan Dimas dkk. meraih tiket ke Piala Asia U-19 2014 dengan menumbangkan Korea Selatan. Walau akhirnya di putaran final tim kita tidak berkutik, kalah dari macan-macan Asia, sambutan masyarakat pun tak luntur kepada para pemain.

2 dari 2 halaman

Sepak Bola Pemersatu

Sepak Bola Pemersatu

Di mana pun di dunia ini, permainan sepak bola mampu menjadi pemersatu rakyat suatu negara. Di kancah internasional yang paling dekat waktunya terjadi pada tahun 1998 saat tim nasional Prancis menjadi juara Piala Dunia.

Untuk menuju tangga juara, apalagi menjelang final melawan Brasil, rakyat Prancis yang kala itu sedang berkecamuk “perang” antar ras dan agama, bersatu padu mendukung Zinedine Zidane dan kawan-kawan melumpuhkan Brasil.

Akhirnya berhasil, persatuan rakyat Prancis pun semakin nyata di pertunjukkan, seolah melupakan perbedaan yang lama terjadi.

Suasana latihan Timnas Indonesia jelang semifinal Piala AFF 206 melawan Vietnam di Stadion Pakansari, Bogor, Selasa (29/11/2016). (Bola.com/Arief Bagus)

Apalagi di dalam skuad Ayam Jantan itu diisi oleh pemain berbagai ras dan agama, seperti Zidane keturunan Afrika dan beragam Islam, dan Lilian Thuram yang berkulit hitam. Mereka bersatu padu dengan pemain-pemain berkulit putih dan non muslim.

Kondisi di dalam tim seolah seperti keadaan di dalam negeri Prancis sendiri. Melalui sepak bola, rakyat melupakan perbedaan danmenuju kesatuan dan persatuan.

Pertandingan tanggal 3 Desember yang akan dilakoni tim nasional kita bisamenjadi momentum kesatuan dan persatuan NKRI kental kembali. Setelah banyak yang ”terluka hati” belakangan ini di negeri kita, yang ditunjukkanlewat aksi demo dan shalat Jumat.

Striker Timnas Indonesia, Boaz Solossa, merayakan gol yang dicetaknya ke gawang Filipina laga Piala AFF 2016 di Philippine Sports Stadium, Filipina, Selasa (22/11/2016). (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Momentum di Pakansari harus bisa dimanfaatkan untuk menyatukan kita kembali, sesuai roh PSSI seperti saat didirikan. PSSI dibentuk memilik tujuanuntuk mempersatukan bangsa yang ketika didirikan pada tahun 1930 keadaanklub dan masyarakat tengah bercerai berai.

Tapi, kita juga tidak boleh fanatik membabi buta. Sikap sportivitas tetap dikedepankan menerima hasil, apapun yang terjadi, seperti yang pernah dipertontonkan pada pertandingan-pertandingan dramatis sebelumnya.

Maka, kalah menang pada pertandingan pertama semifinal Piala AFF 2016 nanti, tim nasional tetap didukung. Sehingga dalam pertandingan nanti hasil tidak menjadi nomor satu. Yang terpenting adalah pemain bertanding secara maksimal dan tidak kalah semangat dari pemain-pemain Vietnam.

Syukur-syukur dapat memenangi pertandingan, sehingga rasa kebanggaanbakal lebih menyatu dalam diri seluruh rakyat Indonesia, mengurangi perbedaan-perbedaan yang belakangan ini muncul. Penulis adalah pengamat olahraga dan pengajar ilmu komunikasi.

Lilianto Apriadi

Penulis adalah pengamat olahraga dan pengajar ilmu komunikasi