Bola.com — Orang Inggris punya peribahasa: You can't keep a good man down (Anda tidak bisa membuat orang baik murung terus). Maksud dari pepatah itu kiranya menjelaskan, orang yang memiliki tekad kuat melakukan sesuatu tidak akan terhalangi oleh apapun.
Baca Juga
Pepatah itu juga berlaku dalam dunia sepak bola. Toh, sepak bola tidak hanya sekadar olahraga biasa, tetapi juga adalah kerja keras, memeras keringat setiap hari, seperti yang biasa dilakukan pekerja lainnya.
Dengan semangat serta kerja keras, mimpi dan cita-cita bisa menjadi kenyataan. Jika meminjam bahasa novelis asal Brasil, Paulo Coelho: "Satu-satunya hal yang membuat mimpi tidak mungkin diraih adalah takut mengalami kegagalan." Ketakutan yang dapat jua membuat insan melupakan cinta yang terkadung dalam roh setiap kehidupan.
Contoh sederhana lihatlah tim nasional Brasil. Pada era 1950-1970-an, para pemain Brasil memiliki banyak maestro sepak bola. Sebut saja, Pele, Garrincha, Tostao, hingga Jairzinho, yang begitu lincah membelai bola dengan lembut sembari memainkannya lewat kaki, dada, hingga ke kepala mereka.
Kala itu, para pemain Brasil bermain bola bukan untuk meraih kemenangan saja, melainkan demi kegembiraan hati mereka. Aturan sepak bola tidak mereka mainkan dengan kaku, tetapi dengan cinta yang berasal dari hatinya.
Pada akhirnya, cinta dan kegembiraan itulah yang membuat Brasil menjadi kampiun Piala Dunia 1958 Swedia. Lain cerita di Inggris. Berstatus sebagai "ibu kandung sepak bola", negara berpenduduk 50 juta jiwa itu perlu puluhan tahun--sejak Piala Dunia digelar pertama kali pada 1930--untuk keluar sebagai juara pada 1966.
Namun, berkat kerja keras, pada akhirnya Geoff Hurst dan kawan-kawan mengangkat trofi piala yang hingga kini belum dapat kembali terulang. Oleh karenanya, wajar jika peristiwa Wembley 1966 merupakan titik, masyarakat Inggris boleh mengenang kejayaan sepak bola mereka.
Selain Inggris dan Brasil, masih banyak juga contoh yang menggambarkan sepak bola tidak hanya permainan antara 22 manusia di dalam lapangan saja.
Warga Liverpool, misalnya, yang tidak akan pernah lupa ketika tim mereka untuk kali pertama meraih trofi Liga Champions pada 1977. Demikian halnya warga Manchester, yang pernah menjadi saksi dua klub kesayangan mereka, Manchester United dan Manchester City, meraih sukses di Eropa atau Inggris.
Berikut ini adalah lima momen emas sepak bola pilihan Bola.com yang berkaitan dengan topik di atas:
1. Brasil (Piala Dunia 1958)
Brasil hingga saat ini masih dikenal sebagai negara penghasil pemain bertalenta dalam dunia sepak bola. Hampir seluruh anak laki-laki di Brasil memainkan sepak bola sebagai olahraga primer. Prinsip jogo bonito atau the beautiful game pun begitu melekat dengan kehidupan mereka.
Pada awal keikutsertaan di ajang Piala Dunia, Brasil sempat tidak diperhitungkan sebagai negara unggulan. Namun mereka berhasil membentuk kekuatan yang solid setelah Piala Dunia kembali digulirkan pada tahun 1950 pasca Perang Dunia II.
Berstatus sebagai tuan rumah, Selecao melangkah ke putaran final. Namun, mimpi meraih trofi Jules Rimet untuk kali pertama pupus setelah mereka kalah 1-2 dari Uruguay pada pertandingan penentuan. Kekalahan itu pun membuat Brasil berbenah.
Delapan tahun berselang, di ajang Piala Dunia 1958, Brasil membuka mata dunia. Sosok paling menonjol pada turnamen itu adalah Pele yang masih berusia 17 tahun. Setelah mengalahkan Prancis, 5-2, pada babak empat besar, Brasil akhirnya berpesta juara lantaran menekuk Swedia, 5-2, pada partai final.
Inggris dan Liverpool
2. Inggris (Piala Dunia 1966)
Kemenangan Inggris pada Piala Dunia 1966 menjadi hal yang layak dikenang. Inggris yang berstatus sebagai tuan rumah sukses menjungkalkan tim favorit juara, Jerman Barat pada laga final.
Sebagai tuan rumah, Inggris tampil sensasional sepanjang turnamen. Gawang mereka yang dijaga Gordon Banks baru kebobolan pada semifinal ketika berhadapan dengan Portugal. Itu pun melalui eksekusi titik putih yang dicetak Eusebio.
Pertandingan final berlangsung seru. Helmut Haller membawa Jerman Barat unggul terlebih dahulu pada menit ke-12, namun Geoff Hurst mampu menyamakan kedudukan enam menit berselang.
Inggris berbalik unggul setelah Martin Peters mencetak gol kedua timnya 12 menit menjelang waktu normal berakhir. Namun, Jerman Barat tidak cepat menyerah. Pada menit ke-89, Wolfgang Weber membuat Gordon Banks memungut bola dari gawang sendiri untuk kali kedua.
Pada babak tambahan, Geoff Hurst mencetak gol kontroversial untuk kembali membuat Inggris unggul, 3-2. Kontroversi muncul setelah para pemain Jerman Barat memprotes keputusan wasit lantaran menganggap bola tendangan Geoff Hurst belum melewati garis gawang.
Pada menit ke-120, Geoff Hurst kembali menjadi mimpi buruk Jerman Barat setelah menorehkan gol ketiganya, sekaligus menutup pertandingan dengan kemenangan, 4-2. Ia pun tercatat sebagai satu-satunya pemain yang mampu mencetak hattrick pada final Piala Dunia.
3. Liverpool (Liga Champions 1976-77)
Liverpool sudah pernah merasakan menjadi juara Eropa setelah meraih Piala UEFA pada musim 1972-73 dan 1975-76. Namun, kala itu, mereka memiliki ambisi besar untuk "merajai" Eropa dengan menjuarai Liga Champions.
Bersama sang manajer, Bob Paisley, Liverpool berkesempatan besar mewujudkan mimpi itu setelah lolos ke final pada Liga Champions 1976-1977. Pada pertandingan yang berlangsung di Stadion Olimpico, Liverpool lebih dulu harus berhadapan dengan wakil Jerman, Borussia Monchengladbach.
Terry McDermott membuka keunggulan Liverpool pada babak pertama. Memasuki babak kedua, Gladbach memberikan tekanan setelah Allan Simonsen mencetak gol penyama kedudukan. Namun gol Tommy Smith dan eksekusi penalti Phil Neal pada akhirnya memastikan kemenangan 3-1 The Reds atas Gladbach.
Gelar juara Liga Champions musim 1976-77 ini pun menandai awal dominasi The Reds di turnamen Eropa. Setelah itu, Liverpool kembali meraih gelar Liga Champions pada musim 1977-1978, 1980-1981, 1983-1984, dan 2004-2005.
Duo Manchester
4. Manchester United (Liga Champions 1999)
Tidak ada yang menyangka Manchester United meraih trofi Liga Champions 1999. Hingga menit ke-90, Manchester United tertinggal 0-1 dari Bayern Munchen pada pertandingan final, di Camp Nou, 26 Mei 1999. Lothar Matthaus sudah siap berpesta, mata Ottmar Hitzfeld sudah tertuju ke arah piala.
Namun, mimpi keduanya pupus setelah super-sub Manchester United, Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solskjaer, mencetak dua gol penentu kemenangan 2-1 Setan Merah pada tiga menit masa injury time. Manchester United berpesta, Bayern Munchen menanggung derita.
Sementara Samuel Kuffour tak kuasa menyeka air mata, David Beckham berlari riang gembira mengangkat trofi Liga Champions untuk kali pertama. Bagi Manchester United, ini merupakan gelar kedua setelah sebelumnya mereka raih pada 1986.
5. Manchester City (Premier League 2011-2012)
Keberhasilan Manchester City meraih gelar Premier League 2011-12 bisa menjadi kisah menarik yang akan dikenang sepanjang masa. Selain meraih gelar Premier League untuk kali pertama, perjalanan mereka pada musim tersebut terbilang luar biasa karena bersaing dengan Manchester United hingga pekan terakhir Premier League.
Pada pekan ke-37, Manchester City dan Manchester United sama-sama mengoleksi 86 poin. Sementara Manchester City menghadapi Queens Park Rangers (QPR), di Etihad Stadium, sedangkan Manchester United melakoni pertandingan tandang melawan Sunderland.
Pada saat Manchester United mengakhiri laga dengan kemenangan, 2-1, Manchester City masih tertinggal 1-2 dari QPR. Sir Alex Ferguson, manajer Manchester United ketika itu, sudah mengepalkan tangan seraya yakin timnya akan menjadi juara. Namun, kepalan tangan itu berubah jadi ratapan kekecewaan.
Striker Manchester City, Sergio Aguero, menjadi bintang. Ia menorehkan dua gol penentu kemenangan Manchester City pada masa dua menit injury time. Manchester City pun dipastikan juara, sementara Manchester United berstatus runner-up karena kalah selisih gol.
"Mukzizat" yang dilakukan Manchester City kemudian menghiasi berbagai pemberitaan media massa dunia. The Telegraph, misalnya, yang menuliskan judul pemberitaan utama mereka: Manchester City: a Tale of Love and Money. (Manchester City: Dongeng Cinta dan Uang).
Keberhasilan ini pun menjadi salah satu bukti kerja keras Manchester City selama 44 tahun lamanya untuk meraih gelar juara berbuah manis. Demikian halnya dengan Manchester United dan Liverpool saat merengkuh trofi Liga Champions atau timnas Inggris dan Brasil ketika kali pertama menjuarai Piala Dunia.
Bagi mereka, sepak bola bukan sekadar olahraga biasa, melainkan permainan indah yang harus dimainkan dengan hati serta penuh cinta.
#HeartandSoulofFootball
Sumber: Berbagai sumber