Bola.com, Jakarta - Hari-hari belakangan ini, nama M. Fadli Immamudin menghiasi banyak media olahraga di Indonesia. Fadli akan tampil dalam lomba balap sepeda Asia Para Cycling di Bahrain, 24 Februari-3 Maret. Bukan lomba biasa karena Fadli akan turun di nomor khusus untuk atlet difabel, karena kaki kirinya di bawah lutut diamputasi.
Baca Juga
Fadli, yang kini berusia 32 tahun, bukan pebalap biasa. Perjalanannya menjadi pebalap sepeda yang membuat Fadli menjadi luar biasa.
Awalnya Fadli adalah pebalap motor. Namanya cukup disegani di ajang balap motor, tak cuma di Indonesia, tapi juga di kawasan ASEAN. Namun kecelakaan yang dialami Fadli di Sirkuit Sentul, 7 Juni 2015 mengubah jalan hidupnya.
Saat itu Fadli sedang merayakan kemenangan di balapan Asia Road Race Championship. Setelah menyentuh garis finis, Fadli melambatkan motornya di sisi kiri trek. Tiba-tiba dari belakang muncul pebalap Thailand, Jakkrit Sawangswat, dengan kecepatan tinggi dan menabrak Fadli.
Akibatnya fatal. Kaki kiri Fadli mengalami cedera parah karena tulang-tulang di kakinya hancur. Sejumlah proses terapi, pengobatan, dan operasi dilakukan demi menyelamatkan kaki kiri Fadli.
Tulang di kaki Fadli bisa tersambung, namun saraf-saraf kakinya tak bisa berfungsi seperti semula. Kalau tak diamputasi, Fadli tetap memiliki kaki, namun tak berfungsi. Saat itu ia membuat keputusan penting dan pada Januari 2016 kaki Fadli akhirnya diamputasi.
Usai amputasi kaki kiri tersebut, Fadli harus melakoni proses pemulihan yang tak sebentar. Selama enam bulan bahkan ia lebih sering berada di tempat tidur.
Setelah bisa kembali beraktivitas, Fadli memilih untuk bersepeda untuk menguatkan kondisi fisiknya yang jauh menurun. Buat pebalap motor atau mobil, latihan dengan bersepeda adalah hal yang jamak.
Namun buat Fadli, rupanya bersepeda menjadi awal dari lembaran baru dalam hidupnya. Setelah rutin berlatih tanpa disangka Ketua Umum PB ISSI, Raja Sapta Oktohari, menawari Fadli untuk ikut di Kejuaraan Asia Para Cycling.
Peran Puspita
Fadli dilatih oleh Puspita Mustika Adya. Sang pelatih adalah mantan atlet balap sepeda di era 80-an. Puspita pernah menjadi raja balap sepeda nomor trek di kawasan ASEAN dan meraih sejumlah medali emas di ajang SEA Games.
Setelah pensiun, Puspita alih profesi menjadi pelatih sambil membuka bisnis. Naas dialami pria kelahiran Malang itu ketika ia menerima tawaran melatih pada tahun 2008 di Brunei Darussalam.
Saat sedang mengawal anak asuhnya latihan, Puspita yang mengendarai sepeda motor ditabrak mobil. Akibatnya ia mengalami cedera kepala, koma selama beberapa hari, dan menderita amnesia selama beberapa bulan.
Selain menjalani operasi kepala, Puspita juga harus menjalani proses penyembuhan berbulan-bulan karena ia juga sempat mengalami kelumpuhan. Kondisi itu mirip dengan apa yang dialami Fadli.
“Saya melihat semangatnya. Makanya saya mengajak dia untuk menjadi atlet paracycling,” ujar Puspita tentang Fadli.
Bisa jadi Puspita melihat Fadli adalah reinkarnasi dirinya. Satu hal yang menyamakan Fadli dan Puspita adalah semangat untuk bangkit setelah mengalami pukulan hebat dalam hidup. Semangat dan keteguhan mental dari olahragawan yang memang punya kemauan kuat.
Tak mudah untuk melakukan hal tersebut. Pada cabang sepakbola Boaz Solossa selalu bangkit dan tetap berprestasi meski pernah mengalami tiga cedera yang mengancam kelanjutan kariernya.
Apa yang dialami dan dilakukan Fadli bisa jadi lebih sulit ketimbang Boaz. Alasannya, Fadli harus banting setir dari balap motor ke balap sepeda yang jelas membutuhkan tenaga besar.
Saat tulisan ini dibuat, Fadli sudah bertolak menuju medan lomba di Bahrain. Mengutip pernyataan Ketua Umum PB ISSI, Raja Sapta Oktohari, meski belum berlomba Fadli sudah memperlihatkan dirinya adalah seorang juara.
Apapun hasil yang diraih Fadli di Bahrain nanti, ia sudah meraih kemenangan karena bisa bangkit setelah kakinya diamputasi. Sebuah semangat yang sangat layak dijadikan sumber inspirasi dan dicontoh oleh siapapun.