Bola.com, Jakarta - Pelatih Pusamania Borneo FC, Ricky Nelson, tak pernah mengira langkah tim asuhannya bakal menjejak laga final pada Piala Presiden 2017. Pusamania Borneo FC akan menantang Arema FC pada partai final yang digelar di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, Minggu (12/3/2017).
Baca Juga
"Saya hanya punya waktu persiapan selama satu minggu. Saya juga tak mengenal sebagian besar pemain yang ada di tim," kata Ricky, pelatih kelahiran Kupang yang kini berusia 37 tahun.
Sejatinya, Ricky adalah Direktur Akademi PBFC. Ia diserahi tugas menjadi pelatih karena manajemen tim Pesut Etam memilih untuk mengirimkan tim berisi pemain dari tim PBFC U-21 untuk tampil di Piala Presiden 2017.
Saat tim lapis kedua PBFC tampil di Piala Presiden 2017, pelatih kepala PBFC Dragan Djukanovic membawa tim utama berlatih di Batam dan Singapura. Sebagian pemain kemudian ikut bergabung dalam tim yang ditangani Ricky saat PBFC masuk ke fase perempat final dan semifinal.
"Kami memang ingin mencoba dan berusaha memaksimalkan peran pemain muda di turnamen Piala Presiden 2017. Ada beberapa pemain yang punya potensi bagus," kata Ricky.
Apa yang diraih PBFC memang cukup mencengangkan. Saat tampil pada babak penyisihan Asri Akbar dkk. tak pernah kebobolan. Mereka dua kali meraih hasil seri dengan skor 0-0 lawan Barito Putera dan Bali United. Kepastian sebagai juara grup diraih setelah menang 1-0 atas Sriwijaya FC.
Pada babak perempat final giliran Madura United yang ditekuk lewat drama adu penalti dengan skor 5-4 setelah kedua tim bermain imbang 0-0 di waktu normal. Sementara pada laga semi final, Persib ditahan dengan agregat 3-3 dalam dua laga.
PBFC akhirnya menyingkirkan tim juara bertahan dengan skor 5-3 melalui adu penalti. Hasil tersebut terasa istimewa karena diraih di kandang Persib, Stadion si Jalak Harupat, yang dipadati puluhan ribu bobotoh.
Lompatan Besar
Keberhasilan lolos ke final Piala Presiden 2017 ini menjadi lompatan besar dalam karier Ricky. Sebelumnya, ia hanya menangani klub Villa 2000 di Divisi Utama.
Sebelum melatih, Ricky bukanlah pemain top. Kariernya mentok di Piala Suratin yang merupakan kompetisi remaja.
"Karier saya sebagai pemain akhirnya terhenti karena sepak bola di Kupang tak terlalu berkembang," kata Ricky yang berposisi sebagai gelandang semasa masih bermain.
Setelah lulus SMA, Ricky malah meneruskan kuliahnya ke Sekolah Teologi Lighthouse Equipping di Malang dan Jakarta. Namun setahun sebelum masa pendidikannya berakhir, Ricky memilih keluar.
"Meskipun kuliah, pikiran saya masih ke sepak bola. Selesai kuliah, biasanya teman-teman melakukan pelayanan, saya malah main bola. Akhirnya saya mengundurkan diri dari kampus. Kalau lulus mungkin saya akan jadi pendeta atau guru agama," kenang Ricky sambil tertawa.
Setelah memutuskan keluar dari kampus, Ricky tak langsung menekuni karier sebagai pelatih. Ia bahkan pernah menjadi pekerja Event Organizer (EO) yang menggarap sebuah turnamen yang digelar oleh produk minuman ringan.
Ricky baru mulai serius mempelajari ilmu sepak bola saat merasa tak puas hanya bekerja sebagai pegawai EO. Berawal dari kursus kepelatihan futsal, ia akhirnya merambah ke lapangan sepak bola melalui klub Villa 2000.
Ricky awalnya belajar melalui buletin Kick Off yang dibuat oleh Ganesha Putra, GM Villa 2000. Direktur Teknik Villa 2000, Iwan Setiawan, akhirnya menjadi salah satu mentor yang banyak memberi ilmu pada Ricky.
Hasil belajarnya itulah yang menjadi modal Ricky saat menangani tim, termasuk ketika dipercaya melatih PBFC di Piala Presiden 2017. Ricky tak ragu menjajal sejumlah formasi, mulai dari 4-3-3, 3-4-3, 4-2-3-1 hingga 4-5-1.
"Coach Ricky punya banyak variasi strategi dan formasi. Meski begitu, pemain tak sulit untuk melaksanakan instruksi karena dia memang tak banyak mengubah posisi pemain," kata Michael Orah, bek kiri PBFC.
"Dia memakai rekaman pertandingan tim luar negeri saat menjelaskan bagaimana cara main kami. Kami jadi lebih mudah menjalankan instruksinya," imbuh Asri Akbar, kapten tim PBFC yang menjadi pemain penting di lini tengah.
Aji Santoso
Pada laga final, Ricky akan beradu taktik lawan Aji Santoso yang punya rekam jejak sebagai pemain dan pelatih lebih mentereng.
Buat Arema, Aji adalah legenda. Pelatih kelahiran Malang, 46 tahun yang lalu itu pernah memperkuat tim besar seperti Arema, Persebaya, dan PSM, serta meraih gelar juara kompetisi Divisi Utama bersama tim-tim tersebut.
Aji menjadi langganan Timnas dan menjadi kapten di era tahun 2000-an. Ia termasuk anggota tim ketika Timnas Indonesia meraih medali emas di SEA Games Manila 1991.
Sementara saat melatih, Aji sudah pernah menangani Persik, Persisam Putra Samarinda, hingga Persebaya. Kini di Arema, Aji didampingi oleh Joko "Gethuk" Susilo, Singgih Pitono, Kuncoro dan pelatih kiper Yanuar Hermansyah, yang semuanya merupakan eks pemain Arema.
Aji juga pernah menjadi asisten pelatih timnas U-17 (mendampingi Iwan Setiawan) dan U-23 (mendampingi Rahmad Darmawan). Kesempatan menjadi pelatih kepala timnas didapat Aji ketika melatih Timnas U-23 dan meraih medali perak di SEA Games Myanmar 2013.
"Coach Aji adalah senior saya. Jujur, saya merasa belum pantas untuk disejajarkan dengan pelatih seperti dia, Nilmaizar, atau Djanur. Saya hanya mempelajari kelebihan dan kekurangan mereka saja," kata Ricky.
Meski menang pengalaman dan reputasi, Aji tetap memberi respek pada sang lawan. "PBFC dan Coach Ricky berhasil lolos ke final. Hal itu adalah bukti bahwa mereka punya kualitas yang bagus," kata Aji.
Ricky Nelson datang menatap final dengan predikat underdog. Sementara Aji yang merupakan legenda Arema berusaha meraih gelar pertama bersama tim Singo Edan.
Siapapun yang bakal menjadi kampiun, laga final Piala Presiden 2017 bakal diselimuti oleh atmosfer yang menarik. Inilah final impian buat kedua pelatih muda yang mengarsiteki Arema FC dan PBFC. Siapa bakal menang? Mari kita nikmati saja sajian adu taktik Ricky dan Aji.