M. Adenanta, Bocah Magetan yang Bersinar di Honda Dream Cup 2017

oleh Zulfirdaus Harahap diperbarui 18 Apr 2017, 11:45 WIB
Pebalap Honda Simple Concept Tole B-Pazz KYT FDR, Muhammad Adenanta, menjadi pebalap termuda yang meraih dua gelar di Seri 1 Honda Dream Cup 2017 Cimahi. (Bola.com/Zulfirdaus Harahap)

Bola.com, Cimahi - Suasana Sirkuit Brigif 15 Kujang Cimahi pagi itu Minggu (16/4/2017) mendadak histeris, penuh teriakan beradu dengan tepuk tangan. Ribuan pasang mata tertuju kagum pada seorang bocah bertubuh mungil, kurus, tak berisi, namun handal memainkan stang motornya hingga menuju garis finis. Sosok tersebut adalah Mohammad Adenanta Putra, bocah Magetan yang menjadi hiburan pembuka di Honda Dream Cup 2017.

Advertisement

Membalap di bawah bendera Honda Simple Concept OLE B-Pazz KYT FDR, Adenanta turun di kelas Club 125 cc Standard Pemula dan Sport Club 150 cc Pemula Terbuka. Dua nomor tersebut dilahap dengan sempura dan ia naik podium juara.

Bocah berusia 12 tahun itu menyabet status pebalap termuda yang naik podium di Honda Dream Cup 2017. Namun, trofi yang diraih Adenanta di Cimahi tak begitu saja terjadi.

Ada cerita perjuangan dan impian yang tertanam dalam diri bocah kelahiran 21 April 2004 tersebut. Adenanta bercerita, kecintaannya pada dunia balapan sudah ada sejak masih berusia balita.

Suntikan virus balap ternyata datang langsung dari sang Ayah. Perkenalan Adenanta kecil pada kendaraan roda dua dimulai ketika Ayahnya membonceng dengan jenis motocross dengan kapasitas 50 cc.

Melihat adanya ketertarikan Adenanta pada motor membuat sang ayah memberanikan diri untuk membiarkannya menunggangi sendiri. Dengan semua teknik yang ditularkan, tangan mungil Adenanta akhirnya mulai mengendalikan motor secara perlahan.

"Awalnya dibonceng sama ayah. Setelah itu, dibolehkan oleh ayah mengendarai sendiri meski masih dipegangi ketika berhenti. Soalnya kaki belum sampai ke tanah," kata Adenanta kepada Bola.com.

Belum genap berusia 10 tahun, Adenanta kemudian mulai mengikuti ajang balapan motocross junior. Menggunakan jenis SE KTM50CC, Adenanta mantap membalap di lintasan berlumpur yang dilengkapi gundukan tanah menjulang tinggi.

Namun, hal itu tak berlangsung lama setelah Adenanta sering mengalami kecelakaanPatah tulang pinggul yang dialaminya menjadi bukti balapan motocross penuh resiko tinggi. Adenanta akhirnya beralih ke lintasan road race.

"Sejak saat itu saya jadi balapan di road race. Hasilnya juga terbukti dengan sejumlah kesuksesan naik podium karena menjadi juara," ucap Adenanta.

2 dari 2 halaman

Harus Mengorbankan Pendidikan

Pebalap Honda Sumple Concept Tole B-Pazz KYT FDR, Muhammad Adenanta, menjadi pebalap termuda yang meraih dua gelar di Seri 1 Honda Dream Cup 2017 Cimahi. (Astra Honda Motor/Agung Nugroho)

Kata-kata bijak pernah berucap 'Hidup adalah tentang pilihan dan keputusan', secara tidak langsung Mohammad Adenanta Putra sudah berani menerima hal tersebut dalam hidupnya. Di usia yang masih belia yang seharusnya fokus mengenyam pendidikan dasar, Adenanta dengan segala pertimbangan dan keputusan harus memilih balapan sebagai pilihannya.

Meski tidak benar-benar meninggalkan bangku sekolah, Adenanta setidaknya masih menimba ilmu. Walau secara porsi tak akan pernah seimbang.

"Lebih banyak izin dari sekolah untuk balapan dan latihan sebelum event. Biasanya latihan tiga kali seminggu dan terkadang bisa pagi, siang, atau sore," kata Adenanta.

"Saya lakukan ini karena ingin menjadi pebalap sukses, di Asia dulu deh baru di dunia. Inginnya seperti Marc Marquez, yang masih muda dan sudah menjadi juara. Semoga tercapai," harap Adenanta.

Apa yang dilakukan Adenanta adalah pilihan untuk hidupnya sendiri. Kalau ukurannya adalah trofi dan prestasi di lintasan, untuk saat ini tentu Adenanta tak keliru memilih fokus jadi pembalap ketimbang menghabiskan waktu menimba ilmu di sekolah.

Situasi yang dilematis karena dua poin tersebut sama-sama punya dampak pada masa depan Adenanta. Toh pada kenyataannya pilihan fokus menjadi pebalap mendapatkan beribu-ribu restu dari kedua orangtua Adenanta.

"Saya melihat anak ini ada bakat. Sehingga saya terus asah kemampuannya dan sekarang sudah mulai terbukti hasilnya. Sulit memang untuk memberikan waktu yang seimbang antara sekolah dan balapan, namun saya rasa apa yang dipilih Adenanta untuk saat ini tak salah," kata manajer sekaligus mentor balap Adenanta, Robby Yuda Kurnia.

Waktu memang tak akan pernah bisa diputar kembali. Dibalik sebuah pilihan dan keputusan pasti ada resiko. Meskipun pada akhirnya Adenanta tak bisa menjadi Marc Marquez seperti impiannya, setidaknya dia bisa bangga karena Sirkuit Brigif 15 Kujang Cimahi sudah mencatatkan sejarah atas namanya sebagai juara cilik di lintasan balap Honda Dream Cup 2017.

"Gantungkan cita-cita mu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang," - Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno

Berita Terkait