Susy Susanti, Kartini Bulutangkis Indonesia dan Keluarga

oleh Zulfirdaus Harahap diperbarui 21 Apr 2017, 13:15 WIB
Kabid Binpres PBSI, Susy Susanti, saat berada di Lapangan Bulutangkis Kemenpora, Jakarta, Jumat (30/12/2016). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Bola.com, Jakarta - Julukan Ratu Bulutangkis Indonesia masih melekat pada sosok Susy Susanti. Faktanya, setelah era Susy berakhir, Indonesia memang belum kembali memiliki pemain andalan di sektor tunggal putri. Jadi, tak berlebihan jika istri Alan Budikusuma ini disebut sebagai salah satu Kartini di bulutangkis Indonesia.  

Advertisement

Bukan hanya moncer di olahraga, Susy juga menjadi pilar penting di keluarganya. Dia rela pensiun pada usia yang terbilang cukup muda demi fokus pada keluarga. Keputusan yang terbukti tidak salah. Dengan usaha yang gigih plus dukungan sang suami, Susy mampu mereplikasi kesuksesannya di kancah bulutangkis ke arena bisnis dan keluarga.

Susy mampu memberikan perhatian besar untuk suami dan ketiga anaknya, berkolaborasi dengan suami membesarkan bisnis, dan kini kembali berkecimpung di bulutangkis sebagai pengurus di Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia. Perempuan berusia 46 tahun tersebut merupakan gambaran seorang Kartini di era modern. 

Seperti apa lika-liku perjalanan hidupnya? Yang jelas, semua cerita kesuksesan Susy berawal di Tasikmalaya, sebuah kota kecil di Jawa Barat. 

Nama Susy Susanti mulai dikenal setelah berhasil lolos ke final SEA Games 1987 yang menjadi ajang pertamanya di level internasional. Namun, Susy hanya meraih medali perak setelah takluk dua set langsung dari pebulutangkis Indonesia, Elizabeth Latief.

Sejak saat itu, pamor Susy makin melejit karena menorehkan berderet prestasi di berbagai turnamen bergengsi dunia. Susy tercatat meraih mengoleksi 32 gelar di turnamen terbuka, tiga gelar di SEA Games, dan lima gelar di Kejuaraan Bulutangkis Dunia. Akan tetapi, medali emas Olimpiade Barcelona 1992 merupakan pencapaian yang dianggap paling berarti oleh Susy.

Kesuksesan di arena bulutangkis tak dicapai Susy dengan mudah. Dia mengaku perjalanan kariernya penuh dengan kerja keras, dimulai sejak masih bocah. 

Saat masih belia, tepatnya berusia enam tahun, Susy yang tinggal di Tasikmalaya sering diajak untuk menonton orangtuanya bermain bulutangkis. Lambat laun, kecintaannya terhadap bulutangkis pun tumbuh.

"Keluarga besar saya hobi bulutangkis. Jadi, dengan sendirinya saya mulai senang dengan bulutangkis. Saya kemudian mencoba dan belajar mukul dan papa melihat bakat saya sehingga dilatih," kata Susy dalam perbincangan dengan Bola.com di Pelatnas Cipayung, beberapa waktu lalu.

"Saya orangnya aktif banget soalnya. Selalu penasaran kalau belajar sesuatu dan tidak akan berhenti jika belum bisa," imbuh dia. 

Pada usia 12 tahun Susy Susanti memberanikan diri mengikuti kejuaraan bulutangkis junior di Tasikmalaya. Namun, Susy harus bertanding menghadapi rival berusia 17 tahun karena memang tak ada kelas untuk kategori usianya.

"Meskipun lawannya gede-gede, tetapi lumayanlah saya bisa peringkat ketiga. Saya waktu itu senang sekali karena mendapatkan hadiah tabungan senilai Rp 5.000, gede banget saat itu," ucap Susy.

Raihan di turnamen tersebut melecut semangat Susy untuk semakin serius menggeluti bulutangkis. Semakin sering mengikuti kejuaraan dan menang, Susy akhirnya bergabung dengan klub yang menjadi cikal bakalnya menuju pelatnas bulutangkis. Susy pun berhasil mengharumkan nama Indonesia di kejuaraan internasional mulai junior hingga senior.

Prestasi yang hingga kini paling berkesan bagi Susy adalah torehan medali emas di Olimpiade Barcelona 1992. Dia tak mampu menahan air mata bahagia ketika lagu Indonesia Raya berkumbandang dan Sang Saka Merah Putih di venue bulutangkis.

"Olimpiade 1992 menjadi momen yang paling berkesan mungkin dari keseluruhan karier saya. Sebab, itu pertama kali bulutangkis dipertandingan dan saya mampu mempersembahkan medali emas pertama untuk Indonesia," kenang Susy Susanti.

2 dari 3 halaman

Demi Kodrat sebagai Wanita

Pasangan Susy Susanti dan Alan Budi Kusuma. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Tak hanya medali dan prestasi yang diraih Susy Susanti di bulutangkis. Dia juga menemukan belahan jiwa yang merupakan rekannya di bulutangkis, Alan Budikusuma.

Cerita asmara keduanya sudah dimulai sebelum Olimpiade Barcelona 1992. Namun, kebahagiaan Susy dan Alan terasa lengkap di Kota Catalunya tersebut.

Jika Susy meraih medali emas untuk nomor tunggal putra, Alan menyumbang medali emas untuk nomor tunggal putra. Dua sejoli, dua prestasi, dipertemukan di satu olahraga, dan kini menjadi satu hati yang saling melengkapi.

"Kebahagiaan saya juga bertambah karena pacar yang kini menjadi suami saya, mas Alan, juga mempersembahkan medali emas untuk Indonesia di Olimpiade 1992,"kata Susy. 

Susy susanti saat memenangi medali emas di Olimpiade Barcelona. | foto : istimewa

Hari berganti hari, minggu berubah bulan, dan bulan bergulir tahun akhirnya Alan dan Susy mengucap janji suci sebagai suami istri pada 1997. Menikah dengan Alan yang merupakan mantan rekannya di bulutangkis akhirnya berdampak langsung pada karier Susy.

Pada usia 26 tahun, yang bisa dibilang periode emas untuk atlet bulutangkis, Susy memutuskan pensiun. Ia memilih gantung raket setahun setelah berstatus sebagai istri Alan Budikusuma. Pertimbangannya cukup sederhana, Susy tengah hamil dan lebih memprioritaskan masa depannya sebagai ibu dari anak-anak ketimbang medali dan prestasi yang menurutnya sudah lebih dari cukup. Dia ingin menghabiskan banyak waktu bersama keluarganya. 

"Setelah menikah, saya masih sempat main. Akan tetapi, setahun setelah itu saya hamil dan harus mengambil keputusan untuk pensiun dini." 

"Setelah punya anak pun masih sempat ditawari main sebagai pemain unggulan. Saat itu untuk Piala Uber 2004 dan 2008, namun saya tolak karena sudah berkomitmen dan mengambil keputusan, saya tidak berubah," ucap Susy.

3 dari 3 halaman

Melahap Dunia Usaha

Legenda bulutangkis Indonesia, Susy Susanti. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Periode menjadi atlet memang tidak panjang. Seiring menuanya usia dan penurunan prestasi membuat seorang atlet akhirnya tergerus generasi baru.

Untuk menghindari tak menentunya masa tua, seorang atlet dituntut merancang rencana untuk dijalani setelah pensiun atau secara tidak sengaja tersisih karena seleksi alam. Hal itu juga berputar di dalam benak Susy ketika mantap pensiun. 

Ajaran dari orangtua agar tak berfoya-foya di masa muda dijadikan acuan Susy ketika sedang berjaya. Susy muda bahkan sudah berpikir panjang untuk mengalihkan uang hasil prestasinya ke arah investasi jangka panjang.

"Saya bersyukur ketika masih berjaya, orangtua saya mengajari untuk menabung berupa investasi. Kebetulan orangtua saya juga berwirausaha," kata Susy, yang dua dari tiga anaknya menuntut ilmu di Australia ini. 

"Paling gampang ya ketika itu saya investasinya untuk beli rumah, tanah, apartemen, ataupun kios. Paling tidak ketika saya berhenti dapur masih ngebul."

Susy bersama Alan kemudian terjun ke dunia bisnis. Sejumlah sektor pernah mereka jajaki demi mencari usaha yang bisa menjamin masa tuanya. Bahkan, keduanya rela mengikuti pelatihan demi pelatihan agar betul-betul menyelami usaha yang ditekuni.

"Karena dasarnya bulutangkis, awalnya memang kami berdua sempat bingung mau apa setelah pensiun. Mas Alan pernah jadi rekanan suplay ke instansi, akan tetapi tidak cocok. Kami juga pernah menjadi distributor makanan, juga gagal. Bahkan jual beli mobil, tetapi bukan bidangnya," beber perempuan berpostur 162 cm tersebut. 

"Kami terus mencoba-cona. Kemudian kami menjajal menjadi agen peralatan olahraga (dengan brand Astec), ternyata kami merasa cocok," ucap Susy.

Sampai detik ini, Susy dan Alan masih berkecimpung di dunia bisnis tersebut. Mereka berdua juga memiliki usaha spa di Jakarta. Selain di dunia bisnis, Susy pun diberi kepercayaan untuk menjabat Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI.

Susy Susanti bisa menjadi contoh atlet bisa berprestasi sekaligus menyiapkan masa depan dengan baik. Semua tergantung perencanaan yang cermat.  Susy berpesan kepada para atlet agar lebih bisa hidup sederhana dan tak berfoya-foya.

"Atlet sekarang sudah enak, dapat gaji bulanan, bonus ini-itu, dan juga uang yang mengalir dari sponsor. Namun, semuanya itu bakal sirna jika pribadinya foya-foya dan tak mampu mengendalikan diri," tegas Susy. 

"Jadi, mulai sekarang saya berpesan untuk para atlet agar mulai menabung dan berinvestasi meski sudah ada jaminan akan hari tua dari pemerintah."

Susy Susanti merupakan figur RA Kartini di era modern. Sosok tangguh dengan semangat tak kenal menyerah mengharumkan nama bangsa, namun tak melupakan kondratnya sebagai perempuan. Susy rela menanggalkan semua ketika sedang berada di jayanya.

Susy mampu memisahkan porsi masa kariernya di bulu tangkis yang terbatas dan masa kariernya sebagai istri dan ibu untuk anak-anaknya tak punya batas waktu. Toh pada akhirnya Susy sudah memenangi keduanya yakni terus dikenang sebagai pahlawan bulutangkis Indonesia dan juga pahlawan di keluarganya.

"Wanita yang tangguh adalah wanita yang berani bertekad untuk melakukan sesuatu ketimbang sama sekali tak melakukan apapun," - Marge Piercy