Bola.com — Jepang memulai beragam kebijakan besar yang mewujudkan Jepang pada hari ini, mulai pada awal 1950-an. Kebijakan mendasar itu mencakup sistem pendidikan, pola investasi dan pembangunan ekonomi yang memunculkan industri prioritas, yang berjalan secara sinergis di segala bidang.
Baca Juga
Kala itu, salah satu fokus utama Jepang adalah mereformasi sistem pendidikan. Hal ini bertujuan demi meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta mengembaliikkan mental rakyatnya dari keterpurukkan setelah Perang Dunia II. Selain itu, reformasi ini pun secara tidak langsung menimbulkan karakteristik penduduk Jepang yang tidak gampang menyerah mengejar cita-cita mereka.
Sejarah mencatat, misi reformasi pendidikan di Jepang bermula pada Maret 1946. Secara garis besar, reformasi tersebut memilki target memulihkan kesadaran rakyat Jepang sebagai "bangsa nomor satu". Perbedaannya, jika pada abad 19, jargon ditekankan terhadap kekuatan militer, pasca-perang fokus utama jargon tersebut memiliki pengaruh besar terhadap sektor perekomian dan industri.
Demi memasukkan dasar-dasar filosofi yang terbentuk sejak zaman Restorasi Meiji, Jepang menerapkan wajib belajar secara masal kepada rakyatnya dengan sistem 6-3-3-4 (enam tahun sekolah dasar, tiga tahun sekolah menengah, tiga tahun sekolah tingkat atas, dan empat tahun perguruan tinggi).
Dengan sistem tersebut, Jepang menekankan fokus terhadap sekolah tingkat dasar yang 97 persen-nya merupakan sekolah negeri Hal ini membuat setiap orang tua yang memiliki anak berusia 6-15 tahun harus menyekolahkan anaknya. Sanksi hukum mengancam jika ada orang tua yang melanggar aturan tersebut.
Sejak penerapan kebijakan ini, biaya pendidikan setiap warga di Jepang sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, termasuk biaya masuk, biaya pengajaran dan buku, serta fasilitas selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Sistem ini membuat orang tua hanya perlu menyediakan fasilitas pendukung.
Japan Moral Education karya Yoshimitsu Khan (1997), mencatat lulusan sekolah tingkat menengah sebesar 42,2 persen pada 1950 meningkat menjadi 57,7 persen pada 1960. Satu dasawarsa kemudian lulusan sekolah tingkat menengah kembali meningkat menjadi 82,1 persen, dan 94,1 persen pada periode 1990.
Kini, berdasar penelitian The Social Progress Imperative pada 2016, Jepang berada di peringkat pertama negara dengan kualitas pendidikan terbaik, diikuti Korea Selatan dan Singapura. Bahkan, dari hasil riset tersebut, tercatat 99,95 persen penduduk di Jepang mengenyam pendidikan tingkat dasar.
Industri
Selain sistem pendidikan, Jepang juga meningkatkan sektor industri dan memperbaiki regulasi ekonomi. Sebenarnya, Jepang sudah mengalami peningkatan sektor industri saat Perang Dunia berlangsung pada periode 1937 hingga 1945, berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan peralatan saat mereka berperang.
Kala itu, menurut John Dower dalam Embracing Defeat (1999), produksi bidang manufaktur di Jepang meningkat 24 persen, sedangkan industri baja meningkat 46 persen, industri metal (70 persen). Bahkan, industri pembuatan mesin mencatat kenaikkan sebesar 252 persen.
Akan tetapi, efek perang membuat ekonomi Jepang, termasuk beberapa industri utama di atas, berantakan. Untuk mengatasi hal tersebut, AS kemudian menopang perekonomian Jepang dengan dana 500 juta dolar AS per tahun.
Selain itu, Bank negara pun diwajibkan memberikan pinjaman kepada industri-industri yang menjadi pilar perekonomian Jepang sebelum perang, yakni Toyota, Nissan, Isuzu, Toyo Kogyo (Mazda). Pada akhir 1950-an, muncul pula Honda yang kini merupakan salah satu produsen otomotif terbesar di dunia.
Dalam sektor industri otomotif dan elektronik, Jepang menciptakan beberapa teknologi baru yang diadaptasi dari teknologi-teknologi negeri barat. Ongkos produksi pun ditekan sedemikan rupa. Upaya itu pun berbuah nyata lantaran perekonomian Jepang mampu melesat, bahkan hampir menyamai Inggris dan AS.
Building the Foundation for a New Growth Paradigm karya Okazaki Tetsuji, mencatat sepanjang periode 1945 hingga 1965, pendapatan perkapita Jepang mengalami peningkatan 7,1 persen. Satu dekade berselang, Jepang bahkan berada di angka 95 persen total GDP Inggris dan 69 persen milik AS.
Di tengah berbagai peningkatan sektor ekonomi tersebut, Jepang pun mengutamakan perbaikan fasilitas infrastruktur jalan raya dan transportasi. Pada periode ini, salah satu pencapaian terbaik Jepang adalah menerapkan teknologi kereta cepat (shinkansen) pada 1964, yang menghubungkan Tokyo dengan Osaka.
Menariknya, penerapan teknologi kereta api cepat itu merupakan upaya mengkomodasi ambisi besar Jepang untuk membuka mata dunia bahwa mereka telah bangkit dari kehancuran setelah Perang Dunia II. Titik baliknya adalah menyelenggarakan Olimpiade 1964, yang juga merupakan hajatan olahraga besar pertama di Asia.
Bersambung...
Sumber: Berbagai sumber