Bola.com, Jakarta - Di kompetisi kasta elite Indonesia nama besar tak selalu jadi jaminan sebuah kesuksesan. Terdepaknya Carlton Cole dari Persib Bandung pada paruh musim Liga 1 2017 menegaskan hal tersebut.
Cole datang ke Indonesia dengan status eks bintang dunia. Selain pernah membela Timnas Inggris, striker jangkung kelahiran 12 Oktober 1983 tersebut malang melintang di sejumlah klub tenar. Cole tercatat pernah membela West Ham United, Chelsea, serta Celtic.
Baca Juga
Sayang kehebatan sang pemain seperti tak berbekas saat membela Tim Maung Bandung. Carlton Cole mandul gol, ia juga jarang dapat kesempatan tampil di lapangan.
Djadjang Nurdjaman dan Herrie Setyawan, dua nakhoda Persib ogah menurunkan Cole karena faktor kebugaran. Level kondisi fisiknya di bawah pemain-pemain lainnya.
Dari 17 laga yang dilakoni Persib, pemain yang beristri wanita asal Malaysia tersebut hanya bermain sebanyak 268 menit saja. Ia hanya turun di lima pertandingan, itupun tidak pernah sampai 90 menit.
Karena melihat Carlton Cole tidak memiliki potensi berkembang, manajemen Persib tak ragu-ragu memutus kontraknya, sekalipun menanggung kerugian membayar kompensasi selama semusim.
Tim Pangeran biru secara resmi memperkenalkan striker barunya yaitu Ezechiel N'Douassel pada Selasa (8/8/2017). Penyerang Timnas Chad tersebut menggantikan posisi Carlton Cole, yang dilepas Maung Bandung.
Striker 29 tahun tersebut ternyata memiliki catatan menarik saat masih bermain di Liga Israel pada musim 2016-2017. Hal itu menjadi menarik karena N'Douassel bermain untuk dua klub berbeda dalam satu
musim.
Apa catatan menarik tersebut? N'Douassel menurut Soccerway mencetak gol ke gawang Hapoel Tel Aviv tetapi pada tahun yang berbeda menorehkan gol untuk klub tersebut.
N'Douassel mencetak gol ke gawang Hapoel Tel Aviv pada 17 September 2016. Saat itu ia masih berseragam tim Ironi Kiryat Shmona. Kala itu, kedua tim bermain imbang 3-3 di HaMoshava Stadium.
N'Douassel menciptakan gol pada menit ke-67. Ia bisa dikatakan menjadi pelecut untuk Ironi menorehkan gol ketiga sekaligus menutup laga dengan skor imbang.
Pada 13 Februari 2017, N'Douassel menorehkan gol untuk Hapoel Tel Aviv. Gol penyerang anyar Persib tersebut tercipta saat Hapoel menang 2-0 atas Ashdod di HaMoshava Stadium.
Namun, pertanyaannya akankah catatan statistik mengesankan itu berlanjut saat dirinya bermain di Indonesia? Waktu yang akan membuktikan. Mengingat selain Carlton Cole, ada sejumlah striker top dunia yang gagal total saat mencoba peruntungan di negara kita. Siapa-siapa saja mereka?
Roger Milla
1. Roger Milla
Roger Milla adalah salah satu pemain asal Kamerun yang cukup harum namanya di pentas sepak bola dunia. Dalam Piala Dunia 1990, Roger menjadi pemain tertua di Piala Dunia dengan usia 38 tahun, yang kemudian berlanjut ke Piala Dunia 1994 dengan rekor usia 42 tahun.
Timnas Kamerun menciptakan sensasi dengan menembus perempat final Piala Dunia 1990. Sosok Roger Milla jadi aktor utama di balik kesuksesan itu.
Striker yang saat bermain di Piala Dunia 1990 usianya sudah gaek 36 tahun jadi predator yang menakutkan. Ia mempopulerkan selebrasi berjoget pinggul ala Afrika usai mencetak gol.
Milla datang ke Indonesia untuk memperkuat Pelita Jaya pada Liga Indonesia musim 1994–1995. Kedatangannya pun disambut cukup meriah di Bandara Soekarno-Hatta selayaknya seorang bintang sepak bola dunia.
Roger Milla unjuk produktivitas di klub milik pengusaha gila bola, Nirwan Dermawan Bakria, namun gagal menyajikan prestasi. Ia mencetak 23 gol dalam 23 pertandingan bersama tim Galatama asal Jakarta itu, tapi tak cukup signifikan mengantar Pelita juara Liga Indonesia.
Padahal kala itu klub tersebut jadi unggulan juara dengan skuat bertabur bintang. Pemain yang memiliki pengalaman level Piala Dunia (bermain tahun 1990 dan 1994) itu kemudian hijrah ke Putra Samarinda dan bertahan selama satu tahun di sana. 18 gol dicetaknya dalam 12 kali bermain. Di sana ia juga gagal mempersembahkan trofi.
Mario Kempes
2. Mario Kempes
Mario Kempes jadi pemain asing Pelita Jaya pada Liga Indonesia 1996. Ia datang dengan embel-embel reputasi bintang yang mengantarkan Timnas Indonesia Argentina menjadi juara Piala Dunia 1978, di mana ia sukses mencetak gol ke gawang Belanda di pertandingan final yang berkesudahan 3-1.
Kempes juga bahkan berhasil menjadi pemain terbaik dan pencetak gol terbanyak dalam Piala Dunia yang digelar di Argentina itu. Namun, kedatangan Kempes ke Indonesia saat ia sudah melewati puncak karier, 17 tahun usai momen jadi juara dunia.
Saat datang ke Pelita Jaya, Kempes sudah berusia 39 tahun. Banyak pengamat sepak bola Tanah Air meragukan ia bisa kompetitif, mengingat posturnya terlihat tambun.
Dan benar saja, karier Mario Kempes di Indonesia tidak berlangsung lama. Hanya satu musim saja Kempes berada di Pelita Jaya dan hanya mencetak 12 gol dalam 18 pertandingan.
Marcus Bent
3. Marcus Bent
Mitra Kukar menghebohkan pentas Indonesia Super League 2011-2012 saat mengumumkan perekrutan striker Inggris, Marcus Bent. Mantan pemain Crystal Palace dan Everton itu bergabung dengan Tim Naga Mekes konon dengan banderol kontrak Rp 4 miliar.
Namun, hanya dalam kurun waktu lima bulan Marcus Bent langsung dipecat. Performanya yang tidak berkembang menjadi alasan klub
berjulukan Naga Mekes itu. Dari 11 penampilannya bersama Mitra Kukar,
Bent hanya mampu mencetak empat gol saja. Lebih sedih ketika Bent tak lagi berseragam Mitra Kukar, ia tidak mendapatkan klub lagi untuk meneruskan kariernya. Padahal saat itu ia masih berusia 33 tahun.
Ivan Bosjnak
4. Ivan Bosjnak
Tampil membela Kroasia di Piala Dunia 2006, Ivan Bosjnak digadang-gadang bakal bersinar di Persija Jakarta.
Presiden Tim Macan Kemayoran, Ferry Paulus sempat sesumbar sang pemain bisa jadi pengganti sepadan bagi striker lokal pujaan The Jakmania, Bambang Pamungkas yang memutuskan pindah ke Pelita Bandung Raya.
Sayangnya, Bosjnak kesulitan beradaptasi dengan gaya bermain sepak bola Indonesia. Penampilan Bosjnak bersama Macan Kemayoran terbilang mengecewakan.
Pasalnya, Ia hanya mencetak empat gol dari 12 pertandingan. Persija di ISL 2014 gagal lolos ke babak 8 besar. Tanpa ampun Ivan Bosjnak didepak Tim Macan Kemayoran.
Yevgeni Kabayev
5. Yevgeni Kabayev
Pemain rekrutan anyar Persija Jakarta jelang Indonesia Super League 2014, Evgeny Kabayev, mengukir catatan sensasional. Pemain yang musim sebelumnya memperkuat Sillamae Kalev itu masuk tiga besar pemain paling tajam di Benua Eropa bareng Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.
Bersama Kalev, Kabayev mengukir 36 gol di Liga Estonia. Menurut laporan Euro Top Foot, Kabayev hanya kalah dari Messi yang mencetak 26 gol di Barcelona dan Ronaldo yang menorehkan 28 gol bersama Real Madrid.
Meski golnya lebih banyak, Kabayev tidak bisa menyusul poin Messi dan Ronaldo. Sebab penilaiannya sendiri berdasarkan kualitas yang dimiliki masing-masing liga. Untuk La Liga Spanyol yang memiliki intensitas permainan sangat tinggi, poin yang didapat pemain untuk setiap gol berjumlah 2. Sedangkan di liga Estonia, setiap gol hanya dihargai 1 poin.
Menurut catatan Euro Top Foot yang terakhir diupdate 16 Februari lalu, Ronaldo untuk sementara memiliki 56 poin disusul Messi yang mengantongi 52 poin. Di posisi tiga masih berdiri Kabayev dengan 36 poin dan satu tempat di bawahnya diisi bomber Chelsea, Diego Costa yang sudah mengumpulkan 34 poin.
Poin milik Costa sama dengan Neymar da Silva. Penyerang Barcelona itu juga mempunyai 34 poin dan ia ada di posisi kelima.
Namun, di Persija Kabayev terlihat kesulitan beradaptasi. Saat laga-laga pramusim ia gagal unjuk produktivitas. Demikian pula saat memasuki ISL 2014 ia paceklik tiga laga awal Tim Macan Kemayoran.
Belum sempat unjuk gigi, kompetisi kasta tertinggi Tanah Air dibekukan Kemenpora. Sang pemain memilih mudik ke negaranya. Ia menolak bermain di Persija yang tampil di sejumlah turnamen-turnamen pengisi kevakuman kompetisi.