Bola.com, Jakarta - Grafik permainan Timnas Indonesia U-22 stabil di empat laga penyisihan Grup B SEA Games 2017. Tim Merah-Putih punya peluang melaju ke semifinal jika bisa tampil tenang saat menjajal kekuatan Kamboja di Stadion Selayang, Selangor, Kamis (24/8/2017).
Baca Juga
Bermain tenang jadi krusial karena Kamboja bakal bermain defensif. Mereka bakal sering menunggu pemain-pemain Indonesia di area setengah lapangan sendiri. Strategi 4-1-4-1 yang dipancang kubu lawan bakal sulit ditembus jika pemain Tim Garuda Muda tampil tergesa-gesa.
Timnas Indonesia U-22 bakal sering menghadapi situasi sama seperti saat menjajal Timor Leste. Akan banyak pemain Kamboja melakukan pressing tinggi sepanjang laga. Para pemain timnas kita bakal sering ditempel ketat satu hingga dua pemain.
Beruntung, pada pertandingan melawan Kamboja, Timnas Indonesia U-22 bisa menampilkan Evan Dimas. Pemain satu ini akan jadi kartu truf Luis Milla.
Evan tak hanya jadi sosok pemain yang akan mengatur tempo permainan, tapi juga pemain yang kontinu memasok umpan-umpan lambung ke dua sisi sayap.
Strategi direct play jadi pilihan yang realistis mengingat di area tengah bakal bertumpuk banyak pemain Kamboja. Ruang gerak pemain kita bakal dibatasi.
Timnas Indonesia U-22 beruntung punya penyerang-penyerang sayap tajam yang kualitas satu sama lain nyaris seimbang. Dengan modal kecepatan mereka bisa memberi efek kejut pada sisi melebar sisi pertahanan Kamboja.
Jika melihat kecenderungan rotasi pemain, Luis Milla kemungkinan bakal memainkan duo Osvaldo Haay dan Saddil Ramdani di kedua sisi winger. Stamina mereka relatif bugar karena tak terlibat sebagai pemain utama dalam duel keras melawan Vietnam.
Agar bisa menciptakan banyak peluang, dua pemain sayap Timnas U-22 harus lebih berani melakukan tusukan ke area penalti. Mereka juga harus sering menggeber permainan kombinasi dengan gelandang atau penyerang tengah.
Marinus Wanewar, yang kemungkinan diplot jadi target man dalam skema 4-3-3 ala Milla harus aktif bergerak. Ia diharapkan jadi striker tembok. Ia harus selalu siap menghadapi situasi duel udara, lewat pasokan crossing dari kedua winger.
Penampilan Terbaik
Saya melihat duel kontra Filipina jadi penampilan terbaik Timnas Indonesia U-22. Koordinasi tiga lini amat rapih. Lawan dikondisikan sulit masuk area pertahanan kita.
Koordinasi lini pertahanan amat kompak. Para bek sukses memainkan sistem blok cepat, di mana saat Filipina coba masuk ke area kotak penalti mereka serempak menutup celah yang berpotensi jadi celah masuk bagi lawan untuk masuk.
Di sisi lain, trio lini tengah Timnas Indonesia U-22 juga bermain sangat bagus. Evan Dimas jadi sosok pengatur tempo, Hargianto sebagai jangkar, dan Septian David Maulana jadi pembantu serangan.
Jarak di antara mereka tak pernah terlalu longgar, menutup peluang The Azkals melakukan intersep.
Catatan khusus buat Evan, saya kagum pada kemampuannya menahan bola dan merancang build up serangan. Setiap manuver yang dilakukan Evan selalu memiliki maksud dan tujuan yang jelas. Ia jadi kreator terciptanya tiga gol Tim Garuda Muda dan juga permainan timnas secara keseluruhan.
Sistem ofensif Timnas Indonesia U-22 amat bervariasi pada pertandingan versus Filipina. Tiga gol yang tercipta merupakan hasil kombinasi yang terencana, memanfaatkan permainan satu dua dan crossing terarah dari sayap.
Masih Mencari Bentuk
Pertandingan melawan Thailand saya lihat sebagai sarana membentuk karakter permainan di tiga laga selanjutnya. Pada duel ini, para pemain Timnas Indonesia U-22 terlihat masih taraf mencoba-coba.
Pemain Thailand, yang matang jam terbang menghadapi laga-laga sarat tekanan, tampil lebih relaks. Tim Merah-Putih unggul dari kualitas individu, namun Tim Negeri Gajah Putih menang dari cara mengkonsep permainan.
Saya salut dengan Luis Milla, yang bisa merubah permainan Timnas Indonesia U-22 pada paruh kedua pertandingan. Jika pada babak pertama terlihat permainan bola langsung Hansamu Yama dkk. menemui jalan buntu, memasuki babak kedua Timnas Indonesia U-22 merubah cara main. Dua penyerang sayap lebih diarahkan bermain dengan kombinasi satu dua.
Mereka berani masuk ke area kotak penalti tim besutan Worrawoot Srimaka dengan mengandalkan kelebihan skill individu. Gol penalti Septian David Maulana diawali pergerakan tusukan ke area jantung pertahanan lawan.
Lawan Sulit
Saya tidak terlalu heran jika Timnas Indonesia U-22 mengalami situasi sulit menghadapi Timor Leste. Negara satu ini karakter permainannya paling berbeda dibanding empat kontestan lainnya di Grup B.
Timor Leste kuat di man to man marking. Mereka memainkan high pressing dengan sangat apik. Pemain Timnas Indonesia U-22 tidak diberi kesempatan berlama-lama memegang bola.
Luis Milla lagi-lagi terlihat jeli membaca karakter permainan lawan. Berbeda dibanding saat menghadapi Thailand dan Filipina, dalam duel ini Septian David Maulana dkk. tak lagi bermain dengan umpan-umpan pendek, mereka cenderung menggeber umpan-umpan lambung jarak jauh yang diarahkan ke kedua penyerang sayap.
Jika Tim Merah-Putih memaksakan diri membangun serangan ke tengah saya pribadi tidak yakin akan ada gol tercipta.
Satu-satunya gol Timnas Indonesia U-22 yang dicetak Marinus Wanewar berasal dari crossing dari sisi sayap. Evan Dimas berperan besar dalam duel ini. Ia jadi sosok yang intens menyorongkan bola-bola diagonal ke dua sisi sayap jauh.
Tidak mengherankan pemain-pemain Timor Leste terlihat ngotot mematikan permainan Evan dengan permainan kasar. Tujuannya jelas, mereka ingin mematikan sistem bermain yang dimainkan Indonesia.
Sistem Pertananan yang Kokoh
Absennya Evan Dimas membuat keseimbangan permainan Timnas Indonesia U-22 terganggu. Tidak ada lagi pemain yang berani memegang bola. Sistem permainan Timnas Indonesia U-22 agak kacau balau.
Pasokan bola ke sektor depan macet karena para gelandang kesulitan mengatur tempo permainan. Mereka gagal membendung permainan cepat Vietnam. Pressing tinggi Tim Negeri Paman Ho memang luar biasa. Mereka tahu persis bagaimana menciptakan kepanikan di sektor tengah Tim Garuda Muda.
Pujian layak diberikan buat lini belakang. Duo stoper Hansamu Yama dan Andy Setyo bermain sangat agresif. Mereka seperti tak pernah kehabisan nafas menghadapi tekanan bertubi-tubi dari tim asuhan Nguyen Huu Thang.
Saya melihat keputusan Luis Milla menyimpan Ricky Fajrin terbukti tepat. Timnas Indonesia U-22 butuh bek-bek segar stamina menghadapi lawan yang punya karakter bermain dengan intensitas tinggi.
Pada menit-menit akhir kedua bek tengah kita tak terlihat kehilangan konsentrasi. Hasil imbang 0-0 bak sebuah kemenangan, karena lawan tak bisa memanfaatkan keunggulan pemain setelah Hanif Sjahbandi kena kartu merah. Dengan bermodal 10 pemain Timnas Indonesia U-22 bisa sukses keluar dari tekanan.
Kartu merah buat Hanif jadi pelajaran berharga buat penggawa Timnas Indonesia U-22 secara keseluruhan. Menghadapi turnamen internasional dengan tekanan yang demikian tinggil, mereka harus pintar mengontrol emosi.
Saya melihat kubu lawan kerap memanfaatkan kelemahan pemain-pemain Tim Merah-Putih menjaga kestabilan emosi.
Rahmad Darmawan
* Penulis adalah mantan pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2011 dan 2013 saat ini menangani klub Malaysia, T-Team.
Baca Juga