Bola.com, Jakarta - Di persaingan sepak bola internasional, Timnas Indonesia dan Malaysia adalah rival abadi. Pertandingan yang mempertemukan keduanya selalu berlangsung dalam tensi panas. Satu sama lain tak mau mengalah guna menjaga gengsi negara serumpun.
Baca Juga
Uniknya, walau 'bermusuhan' di persaingan antarnegara, di level klub kedua negara cenderung akur-akur saja. Pertandingan persahabatan antarklub Indonesia melawan Malaysia rutin digelar, terutama saat masa persiapan kompetisi masing-masing.
Fakta menunjukkan kalau klub-klub Malaysia senang menggunakan pesepak bola Indonesia. Mereka menilai pemain-pemain Indonesia punya skill individu mumpuni.
Kehadiran mereka bisa menjadi magnet untuk mendatangkan penonton. Berbeda dengan Indonesia, kompetisi domestik Negeri Jiran kurang diminati penonton. Keberadaan pemain asal Indonesia bisa memancing Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk mau datang ke stadion.
Seringkali muncul situasi stadion penuh sesak dengan penggila sepak bola Indonesia. Mereka memberi dukungan kepada klub Malaysia yang dibela pemain Indonesia.
Sejak tahun 1986, tercatat sekurangnya sudah ada 13 pesepak bola Indonesia yang berkarier di Liga Malaysia. Mereka jadi legiun asing bersaing dengan pemain-pemain asal Amerika Latin serta Afrika.
Bagi pemain Indonesia, Liga Malaysia bak Tanah Surga. Mereka bermain dengan mendapat bayaran mahal yang angkanya terkadang lebih baik dibanding bayaran yang didapat di klub-klub Tanah Air.
Rahmad Darmawan, pelatih Indonesia yang berkarier di Negeri Jiran mengilustrasikan perbandingan bayaran 1:4. Jika di Indonesia bayaran yang didapat pemain Rp 1 miliar, di Malaysia mereka bisa dapat pemasukan empat kali lipat!
Mayoritas klub sepak bola Malaysia dikelola Kerajaan masing-masing provinsi yang ada di Malaysia. Injeksi dana amat besar. Tengok saja pada musim 2014, Johor Darul Takzim (JDT), yang berani merekrut pesepak bola top dunia asal Argentina, Pablo Aimar, dengan mahar hampir menembus Rp 20 miliar semusim.
"Jadwal pertandingan kompetisi lebih bersahabat dibanding Indonesia. Walau bermain di tiga event berbeda (Liga Malaysia, Piala Malaysia, dan Piala FA), jumlah pertandingan tak sebanyak di Indonesia. Jarak tempuh dari satu kota ke kota lain tak terlalu jauh," tutur Rahmad yang kini menukangi T-Team.
Jacksen F. Tiago, pelatih asal Brasil yang malang melintang di Indonesia, menyebut penegakan aturan main di Liga Malaysia lebih baik. "Di Malaysia pemain lebih dilindungi. Jika ada pelanggaran keras, wasit tak pernah mendiamkan saja. Hati-hati jika bermain kasar di sini, karena hukuman larangan bertanding dengan durasi lama siap menanti," ujar Jacksen yang sempat melatih Penang FA musim 2015-2016.
Siapa-siapa saja pesepak bola asal Indonesia yang berkarier di Malaysia? Simak secara spesifik di bawah ini.
Ristomoyo (Selangor FA)
1. Ristomoyo (Selangor FA)
Musim: 1986
Ristomoyo adalah salah satu pemain asuhan Sinyo Aliandoe di Timnas Indonesia Kualifikasi Piala Dunia 1986. Bakatnya ditemukan di klub Galatama asal Bali, Caprina.
Pemain yang beroperasi sebagai bek kiri tersebut, masuk skuat Tim Merah-Putih meski klubnya diduga terlibat kasus pengaturan skor. Kemampuannya memikat petinggi klub asal Negeri Jiran, Selangor FA.
Seusai tampil membela Tim Merah-Putih di ajang Kualifikasi Piala Dunia 1986, ia diboyong ke Malaysia.
Robby Darwis (Kelantan FA)
2. Robby Darwis (Kelantan FA)
Musim: 1989
Darwis pernah pula bermain di Liga Malaysia, memperkuat Kelantan FC. Karier Robby di Kelantan pendek karena hukuman skorsing. Ia dihukum larangan bertanding selama tiga bulan karena terlibat kasus pemukulan pemain Singapura (saat itu jadi peserta Liga Malaysia). Ia hanya sempat membela klub tersebut satu pertandingan saja.
Gara-gara hukuman tersebut sang legenda Persib Bandung absen membela Timnas Indonesia di SEA Games 1989, yang akhirnya dijuarai Malaysia.
Rahmad Darmawan (Army Force)
3. Rahmad Darmawan (Army Force)
Musim: 1992–1993
Tampil menawan bersama Persija Jakarta pada musim 1985–1992, Rahmad Darmawan diminati klub Malaysia, Army Force. Proses kepindahannya mulus, karena saat itu ia aktif berdinas di TNI AL. Kebetulan Army Force klub yang dimiliki institusi militer Negeri Jiran.
Rahmad sempat bermain dua musim di klub tersebut sebelum akhirnya mudik ke Tanah Air untuk kembali membela Tim Macan Kemayoran. Uniknya kini Rahmad kembali ke Malaysia berstatus sebagai pelatih klub Malaysia, T-Team.
Pelatih asal Lampung tersebut sudah dua musim mengarsiteki klub tersebut. Pada musim perdananya ia langsung mengantar klub promosi cepat ke Liga Super Malaysia.
Bambang Pamungkas (Selangor FA)
4. Bambang Pamungkas (Selangor FA)
Musim: 2005-2007
Kegagalan Bambang Pamungkas menembus skuat Piala AFF 2004 karena posisinya sebagai pemain inti di klub Persija tergerus bomber asing, Emmanuel de Porras. Striker bernomor punggung 20 itu kemudian mencoba mencari peruntungan di negara tetangga Malaysia.
Ia direkrut Selangor FA di pengujung musim 2014 bersama kompatriotnya Elie Aiboy yang juga berkiprah di Macan Kemayoran.
Di musim perdana bersama Tim Merah-Kuning, duo Bepe-Elie langsung bikin heboh. Mereka sukses mempersembahkan hattrick trofi: Liga Primer (kompetisi kasta kedua), Piala FA, dan Piala Malaysia musim 2015. Bepe yang pada awal karier profesionalnya sempat berkiprah di klub Divisi III Belanda, EHC Norad juga sukses menjadi top scorer kompetisi dengan torehan 24 gol.
Sayang saat Selangor promosi di Malaysia Super League pada musim berikutnya, penampilan Bepe merosot drastis. Bambang Pamungkas kehilangan ketajaman.
Elie Aiboy (Selangor FA)
5. Elie Aiboy (Selangor FA)
Musim: 2005-2007
Sama seperti Bambang Pamungkas, Elie Aiboy jadi pujaan fans Selangor FA (banyak di antaranya adalah TKI) seiring kesuksesan klub meraih treble gelar musim 2005.
Sayang, di musim selanjutnya gelandang sayap kanan asal Papua lebih banyak berkutat dengan cedera yang membuatnya jarang tampil sebagai starter di Selangor, sebelum akhirnya musim 2007 kembali ke Tanah Air.
Ilham Jayakesuma (MMPJ Selangor)
6. Ilham Jayakesuma (MMPJ Selangor)
Musim: 2006-2007
Ketajaman Ilham Jayakesuma di Piala AFF 2004 membuat nilai jualnya melambung. Striker yang menjadi pencetak gol terbanyak turnamen se-Asia Tenggara itu meninggalkan Persita Tangerang dan pindah ke klub MMPJ Selangor pada musim 2006-2007.
MMPJ Selangor agaknya terinspirasi dengan klub sekotanya Selangor FA yang bisa sukses dengan mengandalkan bintang Indonesia, Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy sebagai ikon tim.
Sayang, striker asal Palembang itu kesulitan beradaptasi di Malaysia Super Lague. Cedera lutut parah menjadi ganjalannya untuk tampil regular di klub.
Nasib pahit harus didapat Ilham karena kontraknya diputus di tengah musim. Yang menyedihkan, pasca pulang dari Malaysia sang bomber yang kembali ke Persita terus berkutat dengan cedera panjang. Sinar kebintangannya terus meredup. Namanya pun tidak masuk dalam skuat Timnas Indonesia di Piala Asia 2007.
Ponaryo Astaman (Telecom Malaka)
7. Ponaryo Astaman (Telecom Malaka)
Musim: 2006-2007
Ponaryo Astaman, gelandang jangkar langganan Timnas Indonesia yang berkiprah di PSM Makassar, kepincut ingin mencicipi persaingan level elite Malaysia. Ia pindah dari Tim Juku Eja ke Telecom Malaka pada musim 2006.
Walau klubnya tak berprestasi, Ponaryo jadi bagian penting dari tim dengan menjadi kapten. Hanya karena kesulitan harus wira-wiri membela Timnas Indonesia, Ponaryo akhirnya memutuskan mudik di musim kedua bersama Telecom Malaka.
Kurniawan Dwi Yulianto (Serawak FA)
8. Kurniawan Dwi Yulianto (Serawak FA)
Musim: 2005-2006
Gagal mempersembahkan prestasi buat Persija Jakarta di musim 2005, Kurniawan Dwi Yulianto mengiyakan tawaran klub kontestan Malaysia Super League, Serawak FA. Sayang karier striker jebolan Timnas Primavera Italia itu terbilang pendek di Malaysia. Jarang bermain secara reguler dan minim gol, kontrak Kurus diputus pada bulan Mei 2006.
Budi Sudarsono (Polis Diraja Malaysia)
9. Budi Sudarsono (Polis Diraja Malaysia)
Musim: 2008
Budi Sudarsono memilih meninggalkan Persik Kediri yang tengah bergejolak dengan krisis keuangan untuk pindah ke PDRM (Polis Diraja Malaysia), klub milik Kepolisian Malaysia yang berlaga di Malaysia Super League.
Striker berjulukan Si Ular Piton itu dikontrak selama empat bulan (ia masuk di bursa transfer tengah musim). Budi langsung menggebrak di awal ketika mencetak dua gol buat PDRM di ajang Piala FA Malaysia 2008 di laga debut.
Performa apik itu dilanjutkan sebiji gol kala klubnya menjajal KOR RAMD di ajang kompetisi. Pada laga-laga lanjutan Budi kesulitan mempertahankan stabilitas permainan. Di akhir musim PDRM tak memperpanjang kontraknya.
Hamka Hamzah (PKNS Selangor)
10. Hamka Hamzah (PKNS Selangor)
Musim: 2014
Keputusan mengejutkan diambil Hamka Hamzah menjelang Indonesia Super League musim 2014 dengan meninggalkan Mitra Kukar dan menerima pinangan, PKNS Selangor. Bek berdarah Makassar secara terbuka menyebut keputusannya pindah dilandasi alasan tawaran kontrak sensasional dari klub asal Malaysia tersebut.
Hamka menyebut bayarannya menembus tiga kali lipat yang ia dapat di Mitra Kukar. Ia tampil cukup memesona di PKNS dan sebagai seorang stoper ia terhitung produktif.
Klubnya terdegradasi ke kompetisi kasta kedua, namun petinggi PKNS tetap menawarkan perpanjangan kontrak ke Hamka. Hanya saja, pemain berusia 31 tahun tersebut memilih pulang ke Indonesia dan bergabung dengan Pusamania Borneo FC.
Patrich Wanggai (Terengganu T-Team)
11. Patrich Wanggai (Terengganu T-Team)
Musim: 2014
Langkah berani diambil Patrich Wanggai dengan cabut dari Persipura Jayapura pada musim 2014. Striker berdarah Papua kelahiran Nabire, 27 Juni 1988 itu sejatinya baru saja bermain semusim di Tim Mutiara Hitam. Sebelumnya ia berkostum Persidafon Dafonsoro.
Patrich terhitung pemain penting di balik kesuksesan Persipura juara Indonesia Super League 2013. Ia jadi pencetak gol kedua tertinggi (total 13 gol) di bawah Boaz Solossa. Di T-Team Patrich langsung jadi pujaan. Ia diandalkan sebagai tukang gedor utama. Koleksi golnya di Malaysia Super League 2014 menembus 12 buah.
Ia seringkali jadi pemberitaan media-media Negeri Jiran. Hanya karena T-Team degradasi, Patrich memutuskan pulang kampung dan pindah ke Sriwijaya FC.
Andik Vermansah (Selangor FA)
12. Andik Vermansah (Selangor FA)
Musim: 2014-Sekarang
Keputusan Andik Vermansah merapat ke Selangor FA pada awal musim 2014 terasa mengejutkan. Pasalnya secara bersamaan ia juga ditawari kontrak klub kontestan J-League (Liga Jepang), Ventforet Kofu.
Penyerang sayap kelahiran Jember, 23 November 1991, merasa lebih nyaman bermain di Malaysia. Ia bisa lebih mudah bersua keluarganya karena jarak Malaysia ke Indonesia relatif dekat dibanding Jepang.
Selangor punya tujuan non teknis menggaet Andik. Mereka ingin menggaet suporter asal Indonesia dengan mendatangkan pemain yang dijuluki Messi Indonesia tersebut. Selangor kabarnya membayar Andik Rp 1,6 miliar.
Pada musim perdananya, Andik tidak langsung jadi bintang. Ia lebih sering jadi pemain cadangan. Baru pada musim ini ia jadi pilihan utama. Di Selangor FA musim ini pemain binaan Persebaya Surabaya itu mencetak rekor gol tercepat kedua di Malaysia. Andik menjebol gawang Johor Darul Ta'zim FC hanya 12 detik setelah kick-off pertandingan atau lebih lambat enam detik dibanding gol Ahmad Fakri Saarani.
Andik sukses mempersembahkan gelar juara Piala Malaysia musim 2016. Ia kini berstatus kapten The Red Giants.
Dedi Kusnandar (Sabah FA)
13. Dedi Kusnandar (Sabah FA)
Musim: 2016
Konflik berkepanjangan yang melanda dunia sepak bola Tanah Air yang berimbas pada ketiadaan kompetisi pada periode 2015-2016 memaksa Dedi Kusnandar merantau ke Malaysia. Sang gelandang jangkar mencoba peruntungan ke Sabah FA lewat mekanisme trial.
Dedi yang sebelumnya bermain di Persib Bandung lolos tes dan kemudian dikontrak klub kontestan kompetisi kasta kedua Malaysia. Gelandang yang jadi bagian dari skuat Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2013 tersebut tak kesulitan beradaptasi dengan tim baru.
Ia langsung jadi pilihan utama. Dedi ditawari perpanjangan kontrak pada musim 2017 ini, namun sang pemain memilih mudik ke Tim Maung Bandung.