Bola.com, Kudus - Legenda bulutangkis Indonesia, Liem Swie King, mengaku sedih dengan kondisi bulutangkis Indonesia pada masa sekarang, termasuk di sektor tunggal putra. Masalah motivasi dan mental menjadi sorotan utama bagi perkembangan bulutangkis Indonesia pada era modern.
Baca Juga
Indonesia mencatatkan sejarah setelah Rudy Hartono menjuarai tunggal putra All England tujuh tahun berturut-turut dari 1968 hingga 1974. Rudy menggenapi gelarnya menjadi delapan kali setelah kembali menang pada 1976. Setelah era Rudy Hartono, muncul nama Liem Swie King sebagai wakil Indonesia di nomor tunggal putra.
Pada 1981, Liem Swie King mencatatkan gelar terakhirnya di All England setelah menumbangkan wakil India, Prakash Padukone, lewat rubber set. Gelar tersebut merupakan gelar ketiga King di All England.
Kali terakhir Indonesia merasakan gelar All England terjadi pada 1994, melalui Hariyanto Arbi. Pemain jebolan PB Djarum tersebut meraih dua gelar beruntun setelah menjadi juara juga pada 1993.
Sejak gelar terakhir Hariyanto Arbi hingga 2017, tidak ada lagi lagu Indonesia Raya berkumandang di All England sektor tunggal putra. Situasi tersebut membuat Liem Swie King merasa prihatin dengan perkembangan tunggal putra bulutangkis Indonesia.
“Sudah 23 tahun sejak tunggal putra merasakan gelar All England. Sebagai pemain yang pernah merasakan gelar All England sebagai wakil Indonesia, saya merasa sedih. Namun kita tidak boleh berhenti berharap dan saya yakin Indonesia masih memiliki kans untuk kembali menjadi juara,” ujar Liem Swie King.
“Tentunya saya merasa kecewa karena Indonesia yang tadinya berjaya sudah mulai tersaingi oleh negara-negara yang kurang memiliki sejarah di dunia bulutangkis, khususnya yang berasal dari Asia Tenggara.”
“Pembinaan menjadi faktor yang sangat penting dan tentunya pemerintah harus berperan di sini. Mungkin jika bulutangkis dimasukkan sebagai kurikulum seperti yang dilakukan Taiwan, olahraga tersebut kembali akan menjadi olahraga favorit di Indonesia,” ucap Liem Swie King, sosok yang dikenal dengan King Smash tersebut.
Mental Pemain
King menyoroti masalah mental para pemain pada era sekarang menjadi penyebab utama merosotnya prestasi Indonesia. Selain itu, ia juga meminta agar proses pembinaan pemain benar-benar diperhatikan terutama oleh pemerintah.
“Hal utama yang harus diperhatikan tentu adalah masalah pembinaan dan mental para pemain. Saya dulu berlatih dengan fasilitas seadanya, namun mental untuk selalu menjadi pemenang menjadi modal utama untuk mencatatkan prestasi.”
“Saya tidak pernah memikirkan masalah materi. Menjadi wakil Indonesia di pentas internasional, sudah membuat saya bangga. Mental seperti itu yang seharusnya dibentuk oleh para atlet,” ungkap King.
Liem Swie King berharap bulutangkis Indonesia bisa kembali berjaya seperti era 70-an, 80-an, dan 90-an. Fasilitas bukan lagi menjadi masalah, karena Indonesia sudah memiliki banyak tempat untuk berlatih bulutangkis, yang tentunya tidak kalah dengan taraf internasional. Jika mental dan motivasi para pemain dapat diperbaiki, harapan untuk kembali mendominasi bulutangkis internasional bisa terealisasi.