Bola.com, Kudus - PB Djarum dikenal sebagai gudang produsen atlet bulutangkis berprestasi. Sejumlah nama tenar muncul dari akademi bulutangkis yang berbasis di Kudus tersebut.
Tontowi Ahmad, Liliyana Natsir, Mohammad Ahsan, Praveen Jordan, dan Debby Susanto adalah deretan pemain top dunia yang berasal dari PB Djarum.
Baca Juga
PB Djarum jelas tak mencetak para atlet tersebut dalam sekejap. Beberapa proses harus dilalui sebelum tercipta pemain yang tangguh, ulet, berkualitas, dan punya semangat juang yang tinggi.
Salah satu proses yang dilakukan PB Djarum untuk menemukan calon bintang adalah lewat Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis. Lewat ajang ini, PB Djarum benar-benar menyeleksi pemain yang memiliki kemampuan lebih.
Audisi Umum Djarum biasanya dihelat di beberapa kota. Pada tahun 2017, Audisi Umum Djarum dilaksanakan di Pekanbaru, Banjarmasin, Manado, Cirebon, Solo, Purwokerto, Surabaya, dan Kudus. Nantinya, ada beberapa atlet muda potensial yang terpilih untuk mengikuti babak grand final yang berlangsung di Kudus.
PB Djarum kemudian menyaring para peserta lagi untuk dimasukkan ke dalam tahap karantina. Meski sudah masuk tahap karantina, para atlet tak lantas mengamankan posisinya untuk bisa menimba ilmu di PB Djarum. Masih ada tahap lanjutan untuk membuktikan kesungguhan mereka berkarier di jalur bulutangkis.
"Pada proses final ini, kami tidak menentukan kuota untuk atlet yang akan masuk dalam karantina. Kami akan melakukan proses penyaringan lagi setelah para atlet tersebut masuk dalam karantina,” ujar Fung Permadi, Manajer Tim PB Djarum.
Tak Lupakan Pendidikan Formal
Proses karantina berlangsung selama enam hari. Fung mengakui waktu enam hari tak maksimal untuk menyaring atlet yang benar-benar punya potensi hebat.
"Tetapi kami berusaha optimal untuk menyaring atlet-atlet yang sesuai dengan kriteria PB Djarum. Biasanya, setelah karantina kami akan mendapatkan 20-an atlet yang benar-benar telah menunjukkan mental dan motivasi untuk menjadi juara, sedangkan sisanya akan kami pulangkan dan tidak menutup kemungkinan untuk kami rekrut jika ada kesempatan berikutnya," jelas Fung.
"Kami dituntut untuk tepat waktu karena jadwal turnamen yang padat dalam setahun. Jadi, para atlet PB Djarum memang disiapkan dan dimatangkan dari proses turnamen," tambah pria yang juga menjabat sebagai manajer tim PB Djarum tersebut.
Tak hanya memberikan ilmu di lapangan bulutangkis, PB Djarum juga membekali para calon pengharum nama bangsa tersebut ilmu di dunia pendidikan. Fung Permadi menyatakan kalau PB Djarum tidak lantas melupakan pembelajaran formal untuk para atletnya.
"Para atlet yang masuk ke dalam asrama, akan tetap mendapatkan pembelajaran formal. Namun, porsi mereka tidak sama dengan murid pada umumnya. Atlet kami menjalani sekolah formal sebanyak tiga kali dalam satu minggu," jelas Fung Permadi.
"Kami telah bekerja sama dengan beberapa SD, SMP dan SMA di Kudus, agar para atlet tetap mendapatkan pembelajaran secara formal. Pelajaran yang mereka dapat sedikit berbeda karena hanya fokus terhadap mata pelajaran yang dianggap penting."
"Kami tidak ingin menghasilkan juara dunia yang ternyata tidak memiliki ijazah sekolah formal di Indonesia" lanjut pemain bulutangkis Indonesia pada era 90-an tersebut.
Hal tersebut membuktikan komitmen PB Djarum untuk menghasilkan juara-juara yang tidak hanya andal dalam bulutangkis, namun juga memiliki pendidikan formal yang mumpuni. Namun, tugas untuk menciptakan pemain hebat bukan bertumpu pada PB Djarum semata. Semua stakeholder juga wajib berperan penting agar bisa menciptakan Liliyana Natsir dan Tontowi Ahmad yang baru.