Bola.com, Jakarta - Pengurus Besar (PB) cabang olahraga menanggapi rencana Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, yang akan membubarkan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dengan alasan efisiensi birokrasi, terutama terkait anggaran untuk Asian Games dan Asian Para Games 2018.
Rencana pembubaran Satlak Prima ini muncul setelah Presiden Joko Widodo menginstruksikan pemotongan birokrasi anggaran Asian Games dan Asian Para Games 2018. Langkah itu diharapkan membuat pengambilan keputusan cepat, sehingga tak ada lagi masalah dana yang merecoki menjelang pelaksanaan dua event besar tersebut.
Dengan birokrasi yang lebih efisien, pemerintah berharap Indonesia bisa berprestasi bagus di Asian Games dan Asian Para Games 2018.
Baca Juga
Manajer tim nasional angkat besi Alamsyah Wijaya mengatakan Satlak Prima memang sebaiknya dibubarkan demi pemotongan jalur birokrasi. "Selama ini keberadaan Prima juga tak membawa olahraga Indonesia lebih baik, bahkan semakin turun," katanya kepada Bola.com lewat pesan singkat dari Bangkok, Thailand, Sabtu (7/10/2017).
Ketika ditanyakan apakah ada jaminan penyaluran anggaran akan lebih lancar tanpa Satlak Prima, Alamsyah menjawab singkat. "Insya Allah begitu," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI), Tigor Tanjung, mengatakan terkait pendanaan memang akan lebih bagus jika birokrasinya bisa dipotong.
"Lagipula kehadiran Satlak Prima itu bukan sebagai pendana. Dana hanya dilewatkan dari situ. Yang penting ke depannya kita jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama," kata Tigor.
Masalah Dana
Di sisi lain, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Sepeda Sport Indonesia (PB ISSI), Raja Sapta Oktohari, mengatakan maksud Menpora yang ingin memangkas birokrasi dengan membubarkan Satlak Prima sudah tepat. Okto menambahkan selama ini ISSI memiliki komunikasi yang baik dengan Satlak Prima meski diakui masalah anggaran selalu jadi masalah. Hanya, yang diperlukan saat ini menurut Okto adalah kepastian.
"Jangan sampai semua spekulasi ini menghambat pembinaan. Selain itu, wacana ini menimbulkan banyak pertanyaan. Satlak Prima itu kan dibentuk Peraturan Presiden (Perpres), apakah semudah itu membubarkannya? Jika memang dibubarkan, efektifnya kapan? Lalu dengan waktu tinggal 11 bulan jelang Asian Games 2018, apakah keputusan ini efektif? Jika memang akhirnya dibubarkan, gantinya apa? Apabila sistemnya berubah, apakah aplikasinya akan lebih efektif?" tutur Okto.
Jika Satlak Prima jadi dibubarkan, rencananya tugas menggelar pelatnas akan dikembalikan kepada masing-masing induk organisasi cabang olahraga. Terkait hal ini, PB-PB tak mempermasalahkannya meskipun Asian Games 2018 sudah semakin dekat.
"Kami setuju pelatnas dikembalikan kepada PB karena PB yang lebih tahu soal teknis. Persiapan menuju Asian Games 2018 juga rasanya tak terpengaruh pembubaran Satlak Prima. Kami bisa langsung mengajukan proposal dan rencana strategis lain ke Menpora," kata Alamsyah.
"Kalau Satlak Prima dibubarkan, pembinaan akan dikembalikan kepada PB. Menurut saya itu sudah benar karena pembinaan memang adanya di PB dan yang memikirkan olahraga-nya 24 jam itu PB. PB itu sebenarnya bisa dibuat mandiri dalam hal teknis karena teknis itu yang mengerti PB dan itu harus didukung oleh pemerintah. Selain itu, katanya selama ini Satlak Prima kan hanya duplikasi apa yang sudah dibuat di PB saja," kata Tigor.
Kinerja Satlak Prima menjadi sorotan setelah prestasi Indonesia terpuruk pada SEA Games 2017. Indonesia hanya menempati posisi kelima, dengan raihan 38 medali emas, 63 perak, dan 90 perunggu. Ini merupakan prestasi terburuk Indonesia selama berkiprah di ajang SEA Games.
Selain prestasi yang jeblok, SEA Games 2017 juga direcoki berbagai persoalan anggaran. Beberapa persoalan anggaran yang mencuri perhatian di antaranya adalah kasus telatnya pembayaran gaji atlet dan atlet tolak peluru peraih emas, Eki Febri Ekawati, yang terpaksa membayar akomodasi sendiri selama pelatnas. Kasus itu membuat kinerja Satlak Prima semakin disorot.