Bola.com, Jakarta - Sebanyak lima anak Negeri Tulehu terpilih untuk mengikuti Liga Remaja UC News, yang digagas oleh anak perusahaan Alibaba Group, UC. Secara umum, lima anak ini punya bakat sepak bola tinggi, tetapi punya masalah ekonomi. Bahkan, ada yang belum punya sepatu sepak bola sendiri.
Baca Juga
Melalui Liga Remaja UC News, anak-anak itu berkesempatan membesarkan asa mereka menjadi duta Indonesia di dunia. Bersama enam pemain yang terpilih dari turnamen tersebut, anak-anak Tulehu ini akan mengikuti pelatihan di Jakarta. Pada pelatihan di Jakarta, sebelas anak akan berebut satu jatah untuk mengikuti pelatihan khusus selama tiga bulan di Brazilian Soccer Schools, Bekasi.
Berikut ini adalah kisah lima putra Tulehu.
1. M Alghy Fariz Nahumarury
M Alghy Fariz Nahumarury saat ini, duduk di kelas VIII. Orang tuanya bekerja sebagai tukang ojek.
Menurut Alghy, faktor ekonomi tak membuatnya dilarang orang tua untuk menekuni sepak bola. Malah, lanjut Alghy, orang tuanya berusaha sedapat mungkin mendukung mewujudkan cita-cita menjadi pemain Timnas Indonesia dan bermain di klub Eropa.
"Ya, karena sepak bola adalah satu-satunya kesempatan bagi orang desa ini mendapatkan kehidupan lebih baik. Orang tua kami bekerja sangat keras untuk menafkahi kami dan untuk mewujudkan impianku, mereka masih berusaha membelikanku sepatu bola karena sepatu bola tidak murah," ungkap Alghy.
"Jadi, biasanya, aku meminjam sepatu bola dari teman pada saat pertandingan atau latihan. Aku sangat gembira bisa membantu orang tua bekerja karena itu berarti aku bisa menabung. Semoga, aku bisa segera memiliki sepatu bola sendiri," tambahnya.
2. Rizki R Lestaluhu
Ayah Rizki R Lestaluhu bekerja sebagai sopir ojek sepeda motor. Ayah Rizki menginginkan Rizki mendapatkan kehidupan lebih baik.
Rizki saat ini duduk di kelas IX. Menurut Rizki, ayahnya tidak mampu memberikan pendidikan akademik yang baik. Jadi, lanjut Rizki, ayahnya menilai sepak bola sebagai satu-satunya jalan bagi Rizki meraih kehidupan yang lebih baik itu.
"Ayahku ingin aku mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Ayah sadar, sebagai sopir angkot, ia tak mampu memberikan pendidikan yang baik. Jadi, menjadi pemain tim nasional adalah satu-satunya kesempatanku," aku Rizki.
"Ayahku berangkat bekerja pukul 04:00 dan pulang pukul 19:00. Ia sangat gembira ketika membeli sepatu sepak bola yang pertama bagiku. Bukan hanya harapanku, tetapi juga harapannya, yang digantungkan pada (sepak bola)," tambah Rizki.
3. Riski Ramdani
Riski hanya memiliki ibu. Ibu Riski mengelola warung kecil. Riski, yang sekarang duduk di kelas IX, selalu membantu ibunya di warung sepulang sekolah.
Ibu Riski mendukung apa pun yang dilakukan Riski selama itu positif dan selama ia tak meninggalkan salat lima waktu.
"Aku hanya memiliki ibu. Ia mendukungku dengan cara positif. Ia hanya menginginkan aku tidak lupa salat 5 waktu dan berdoa yang baik-baik. Ibu punya warung kecil, jadi kami tak punya kehidupan yang mewah," ujar Riski.
"Aku membantunya sepulang sekolah dan ketika waktunya aku berlatih sepak bola, ia selalu bersemangat dan memintaku untuk mencetak gol lebih banyak dibanding orang lain," tambahnya.
4. Ilham Lestaluhu
Ilham Lestaluhu bercita-cita menjadi pemain Timnas Indonesia dan bermain di klub Eropa. Ilham, yang sekarang duduk di kelas IX, pernah mengatakan impiannya itu kepada orang tuanya dan orang tuanya tak pernah menunjukkan keraguan.
Ketika bertanding sepak bola, Ilham diantar oleh ayah, ibu, dan adiknya. Mereka berempat naik satu sepeda motor, yang digunakan ayahnya untuk mengojek.
"Sebagai sopir ojek, ayahku tidak berpendapatan tetap. Itu kenapa, kadang kala aku membantu keluargaku dengan bekerja, misalnya, membersihkan rumah tetangga atau membersihkan kamar mandi. Membantu keluargaku membuatku gembira. Jadi, ketika aku mengatakan bahwa aku ingin menjadi pemain Timnas Indonesia, mereka hanya menjawab, "Ya!" ujar Ilham.
"Kadang kala, ketika ada kompetisi lokal dan aku bermain di ajang itu, ayah selalu mengantarku ke sana, dengan ibu dan adik perempuanku. Semuanya naik di sepeda motor yang digunakan ayah mengojek. Jika aku menang, ayah akan membelikanku es kelapa di dekat sudut lapangan. Jika aku kalah, ia akan memelukku sambil mengatakan bahwa aku bermain dengan baik dan tetap membelikanku es kelapa di sudut lapangan itu," paparnya.
5. M Saleh Al'Ayubi Pary
Saleh menghabiskan banyak waktu bersama ibunya. Ayahnya tak bisa sering menemaninya karena pekerjaannya sebagai sopir angkot.
Sebagai warga Tulehu, ibu Saleh sangat menghargai sepak bola. Menurut Riski, yang kini duduk di kelas VIII, ibunya memberikan perhatian besar terhadap bakat sepak bola dan cita-citanya untuk menjadi pesepak bola besar.
"Ketika aku mengatakan kepada orang tuaku bahwa aku ingin bermain di klub sepak bola Eropa, mereka hanya mengatakan, 'Kami tahu kamu bisa. Kamu sangat berbakat,' ujar ibuku sambil menyikat sepatu bolaku yang usang," ujar Saleh.
"Kenyataan dan mimpi seperti langit dan bumi. Ayahku menghabiskan banyak waktu di kota. Ia tak bisa lama berada di desa karena pekerjaannya sebagai sopir angkot. Ia tak bisa berlama-lama di desa karena itu bisa membuatnya kehilangan banyak penumpang."
"Jadi, ibuku yang punya banyak waktu untukku. Ia selalu memperhatikanku berlatih dengan bola usang di halaman belakang rumah, yang ditumbuhi beberapa pohon kelapa. Aku berlatih tendangan bebas dan beberapa teknik sepak bola," tutur Riski.
Artikel sebelumnya: Menapak Jejak Tradisi Sepak Bola Tulehu