Awalnya sekolah sepak bola Putra Tulehu dijadikan sarana menjauhkan anak-anak dari kerusuhan Ambon pada tahun 1999. Dari situ anak-anak mulai menata masa depannya menjadi pesepak bola dan menjauhkan konflik. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)
Tak hanya mencetak bakat pesepak bola handal, Tulehu juga memiliki alam yang indah. Desa pelabuhan ini menjadi pintu masuk bagi penduduk dari pulau-pulau Saparua, Seram, Haruku, Nusalaut, dan pulau lainnya. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)
Bekerja sebagai nelayan merupakan mata pencaharian dari mayoritas warga Desa Tulehu. Ikan Cakalang dan Tatihu menjadi komoditi khas dari para nelayan di Tulehu. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)
Anak-anak Putra Tulehu terbiasa latihan fisik di Pantai Tial, bahkan sesekali anak-anak mendaki Gunung Salahutu. Alam mengajarkan para pesepak bola muda untuk menjadi lebih kuat dan fisik yang lebih terasah. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)
Menjadi pesepak bola merupakan cita-cita dari sebagian besar anak-anak di Desa Tulehu. Dengan bermain sepak bola mereka berharap bisa merubah kehidupan keluarga mereka yang sebagian besar masih kurang layak. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)
Namun sayang hingga kini sekolah sepak bola mencetak banyak pemain Timnas Indonesia itu kondisinya masih memprihatinkan. Pendanaan Putra Tulehu masih jauh dari cukup karena memang anak-anak itu berlatih secara gratis. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)
Meski harus berlatih dalam keterbatasan, Sani Tawainella selalu yakin kerja keras bisa membawa anak didiknya tersebut ke pentas nasional. "Alam yang mengajarkan anak-anak Tulehu bermain sepak bola," ujar Sani. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)