Jakarta Firman Utina punya cara untuk mengisi akhir tahun 2017 ini. Eks gelandang Timnas Indonesia tersebut menggelar festival sepak bola usia dini yang diikuti lebih dari 20 SSB (sekolah sepak bola) di Jabodetabek.
Turnamen bertajuk Firman Utina Cup 2017 ini digelar sejak 25 November hingga 16 Desember 2017 di Lapangan Lapas Pemuda, Kota Tangerang. Firman bekerja sama dengan Badan Liga Sepakbola Pelajar Indonesia (BLISPI) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk memantau bakat-bakat muda yang bermain di sana mulai dari level U-9, U-10, U-1, U-12 dan U-14.
Baca Juga
Firman Utina mengungkapkan ambisi besarnya untuk berkontribusi di sepak bola level usia dini. Pria 35 tahun tersebut berkaca pada keseriusan pembinaan sepak bola negara tetangga Malaysia, bahkan Korea Selatan.
"Saya malu dengan Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, Malaysia. Mereka punya pelatih berlisensi C bahkan B AFC, tapi mereka masih di level grassroot (akar rumput/usia dini). Mereka sadar grassroot itu penting untuk masa depan pesepakbola," kata Firman Utina usai pembukaan turnamen, Sabtu (25/11/2017) di Tangerang.
Pembukaan festival sepak bola usia dini ini turut dihadiri oleh Deputi III Bidang Pembudayaan Olahraga Kemenpora, Raden Isnanta dan pendiri BLISPI, Subadja Subhan. Firman berharap makin banyak pelatih muda yang berniat membidani tim usia dini.
"Bayangkan kalau pelatih usia dini kita berlisensi B kayak Jepang, Korea. Materi latihan dari pelatihan B AFC sudah ditularkan ke anak-anak usia dini. Lisensi saya juga baru C AFC, makanya saya terjun ke situ dulu," ujar Firman.
Dalam kesempatan yang sama, Raden Isnanta berharap langkah Firman Utina dapat diikuti oleh pesepakbola di Indonesia lainnya. Setelah mengambil lisensi kepelatihan level C AFC, mantan gelandang Persib Bandung itu sudah setahun belakangan fokus membina sekolah sepak bola (SSB) miliknya SSB FU15 Bina Sentra.
"Kalau latihan tanpa ada kompetisi percuma. Di sini, Firman Utina dengan kemampuan dan pengalamannya akan menyumbangkan dan menyiapkan diri untuk berbuat yang baik untuk sepakbola," ucap Deputi III Bidang Pembudayaan Olahraga Kemenpora, Raden Isnanta.
"Ini sesuatu yang positif dan semoga diikuti oleh pemain-pemain top lainnya. Sebab apapun ilmu di lapangan, kalau tidak disalurkan ke generasi kita rasanya juga tidak punya nilai manfaat yang tinggi," ucap Isnanta.
Pembenahan Infrastruktur
Firman Utina menyoroti infrastruktur yang tersedia untuk membina sepak bola usia dini. Indonesia kekurangan infrastruktur yang layak untuk dipakai anak-anak bermain bola, meski kurikulum pendidikan olahraga ini sudah diseragamkan PSSI.
"Banyak yang perlu dibenahi. Bukan hanya infrastuktur tapi cara main anak-anak seperti dasar-dasar dalam sepak bola yakni passing, kontrol bola yang baik, cara menerima yang baik, dan sebagainya," ucap Firman.
"Mereka juga butuh gerak motorik yang bagus sehingga pada saat mereka main di level senior mereka merasa sudah dapat ilmunya dan tinggal melanjutkan," tuturnya.
Filanesia
PSSI telah bekerja sama dengan Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) agar filosofi sepakbola Indonesia (filanesia) sejak level sekolah dasar. Buku Filosofi Sepakbola yang baru diluncurkan bakal jadi pedoman dalam membangun karakter sepakbola Indonesia di masa mendatang.
"Kurikulum saya rasa tak beda jauh. Saya ikut mendukung karena biar kita satu kiblat, biar gampang, kita punya kurikulum yang kita ikuti," ujar Firman Utina.