3 Pelatih Argentina yang Mengadu Nasib di Indonesia

oleh Ahmad Fawwaz Usman diperbarui 29 Nov 2017, 23:01 WIB
Roberto Carlos Mario Gomez (Persib.co.id)

Keputusan Persib Bandung menunjuk Roberto Carlos Mario Gomez sebagai pelatih anyar menjadi perhatian masyarakat sepak bola Indonesia. Itu karena ia sosok yang berasal dari Argentina, negara yang identik dengan sepak bola.

 

Advertisement

Soal pengalaman, pelatih yang dikontrak Persib selama dua tahun itu juga sudah menangani beberapa klub asal Argentina. Deretan klub itu adalah Lanus, Gimnasia La Plata, Quilmes Atletico, Atletico Madrid, dan Ferro Carril Oeste.

Di luar Argentina, ia juga memiliki beberapa pengalaman hebat. Mario Gomez sendiri tercatat pernah sukses di Liga Super Malaysia bersama Johor Da'rul Tazim (JDT). Ia membawa JDT juara AFC Cup di musim 2015 dengan mengalahkan klub Tajikistan, Istiklol 1-0 di partai final.

Bukan hanya itu, sosok yang berposisi sebagai bek saat aktif bermain itu juga membuat JDT tak terkalahkan dalam 70 pertandingan. Berkat sejumlah prestasi tersebut, ia pun mendapat predikat Coach of The Year Liga Malaysia musim 2015.

Pada 1999, Mario Gomez juga pernah melatih Real Mallorca menggantikan Hector Cuper. Akan tetapi, Carlos hanya melatih di lima pertandingan karena terbentur peraturan. Sebelumnya, ia menjadi asisten Cuper di Valencia dan Inter Milan.

Namun, Gomez bukan pelatih asal Argentina pertama yang berkarier di Indonesia. Sebelum Gomez, ada beberapa sosok asal Argentina yang masih atau sempat mencicipi atmosfer sepak bola Indonesia. Berikut daftarnya:

 

2 dari 4 halaman

1. Alfredo Vera

Nama Vera juga tengah menjadi pembicaraan karena kesuksesannya baru-baru ini. Ia membawa Persebaya Surabaya promosi ke Liga 1 2018 sekaligus mengamankan gelar Liga 2 2017 usai mengalahkan PSMS Medan 3-2 pada final, Selasa (28/11/2017).

Pelatih Angel Alfredo Vera (Dimas Angga P)

Vera sendiri sudah cukup lama berkiprah di Indonesia. Itu karena ia juga sudah berada di Tanah Air saat masih aktif sebagai pelatih. Kala itu, ia sempat memperkuat Persekap Pasuruan, PSAP Sigli, dan PSS Slema.

Sebagai pelatih, sudah banyak klub Indonesia yang ditanganinya. Mulai dari Persela Lamongan, Gresik United, Borneo FC U-21, dan Persipura Jayapura yang dibawa Vera menjuarai Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016.

 

3 dari 4 halaman

2. Carlos Cambon

Sebagai pemain, Cambon memiliki karier yang mengesankan di Argentina. Ia sempat memperkuat tim-tim sekaliber Chacarita Juniors, Boca Juniors, dan Union de Santa Fe. Hingga kini, ada kisah Cambon yang masih diingat publik Argentina.

Kala itu, ia menjalani debutnya bersama Boca dalam laga Superclasico melawan River Plate. Tak tanggung-tanggung, pria berusia 68 tahun itu langsung mencetak empat gol. Di sana, ia memenangkan dua gelar liga serta Metropolitano & Nacional.

Persija Jakarta Logo (Bola.com/Adreanus Titus)

Usai pensiun, ia pun mengasah kemampuannya sebagai pelatih. Ia sempat ditunjuk sebagai caretaker Boca. Lalu, ia beralih ke Bolivia untuk menukangi Blooming. Di Indonesia, Cambon sempat berstatus sebagai pelatih Persija Jakarta.

Sayang, kiprahnya bersama Persija berakhir pada pertengahan musim. Ia dinilai terlalu banyak menuntut kepada manajemen. Pada akhirnya, ia pun di depan meski saat itu Persija tengah berada di papan atas Liga Indonesia 2004.

 

4 dari 4 halaman

3. Mario Kempes

Pecinta sepak bola dunia tentu mengenal sosok Kempes. Itu karena ia sempat menjadi andalan lini depan Timnas Argentina yang memenangkan Piala Dunia 1978 dan memperkuat beberapa klub top dunia. Di level klub, ia sempat memperkuat Valencia, River Plate, Hercules, dan Rosario Central.

Mario Kempes, top scorer Piala Dunia 1978 asal Argentina.

Pada 1995, ia membuat kejutan ketika memutuskan untuk berkelana ke Indonesia dan memperkuat Pelita Jaya. Tak hanya sebagai pemain, ia juga diberikan tugas menjadi pelatih. Padahal, saat itu ia sudah berusia 45 tahun dan telah memutuskan pensiun.

Meski jarang dimainkan selama 90 menit, Kempes tetap memiliki catatan yang mengesankan. Ia mampu mengemas 10 gol dari 15 pertandingan di musim 1995/1996. Usai dari Pelita, ia benar-benar memutuskan untuk gantung sepatu.