Jakarta Teka-teki absennya Jonas Folger pada gelaran MotoGP 2018 masih menimbulkan perdebatan. Salah satunya mengenai tekanan yang dihadapi Folger selama menjadi pembalap di kelas utama.
Sejak Folger naik kelas (Moto2 ke MotoGP) pada tahun lalu, tuntutan fisik dan tekanan sudah menjadi makanan sehari-hari. Sayangnya, kedua hal itu tidak mampu dikontrol dengan baik.
Baca Juga
Akibatnya penyakit lama (Sindrom Gilbert) yang diderita Folger kembali kambuh dan menyebabkan hati penderitanya tidak berfungsi secara normal. Dia pun terpaksa absen di empat balapan tersisa musim lalu.
"Saya minta maaf kepada Jonas, karena dia telah melakukannya dengan baik di tahun lalu. Dia kuat di lintasan, terutama di paruh pertama musim MotoGP 2017. Tapi saya tidak bisa membuat pernyataan besar tentang situasinya. Saya tidak tahu apa alasan mundurnya, saya butuh informasi darinya, saya tidak cukup tahu tentang hal itu," kata Manajer tim Yamaha Tech3 Herve Poncharal seperti dikutip dari Speedweek, Senin (22/1/2018).
"Saya hanya bisa menebak, mungkin tekanannya terlalu tinggi," ucapnya, menambahkan.
Pendapat Bradl
Pandangan lain terkait absennya Folger di musim ini juga muncul dari Stefan Bradl. Mantan pembalap LCR Honda ini telah menyelesaikan lima musim di kelas elite sebelum akhirnya memutuskan beralih ke Superbike.
Saat itu, Bradl menyandang status sebagai pembalap Jerman pertama sejak Walter Zeller di era 1950-an yang tampil di MotoGP. Kariernya selama menjadi pembalap MotoGP tidak terlalu buruk.
Pasalnya selama tiga musim (2012, 2013, dan 2014), Bradl berhasil menyodok posisi 10 besar bersama LCR Honda. Dia menjelaskan sebagai seorang pembalap debutan (Moto2 ke MotoGP), ada banyak hal yang harus dihadapi.
"Saya harus bertarung di musim MotoGP pertama saya. Mulai dari dari sudut pandang kebugaran, beban, dan pekerjaan meningkat berkali-kali. Akhir pekan GP berada di kelas utama benar-benar dari Kamis pagi hingga Minggu malam yang penuh dengan rencana. Anda hampir tidak bisa istirahat selama 30 menit," kata Bradl.
Tekanan Besar
Dia membenarkan tekanan yang besar membuat banyak pembalap muda tak kuat jalani MotoGP. Apalagi jika berasal dari satu negara yang tidak banyak pembalapnya seperti Jerman.
"Tekanan dari luar sangat ekstrem. Jika Anda seorang pembalap tunggal dari negara seperti Jerman, Anda selalu berjuang dalam hal itu. Karena semuanya melihat Anda, Anda adalah figurnya. Saya mengalami itu. Jonas juga tahu itu," ujar Bradl.
"Dia telah melakukan pekerjaannya dengan fenomenal di Sachsenring, dan di situlah tekanannya mungkin yang terbesar, dia bertahan. Itu tidak mudah. Saya harap dia bisa mengendalikan penyakitnya dan fit lagi. Sangat sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi padanya di masa depan. Tapi saya berharap dia menemukan kebahagiaan lagi." (David Permana)
Sumber: Liputan6.com