Arti 30 Jam dan Sensasi Anna Hursey di Kancah Tenis Meja Dunia

oleh Nurfahmi Budi diperbarui 03 Apr 2018, 12:31 WIB
Aksi Anna Hursey pada sesi latihan jelang Commonwealth Games 2018, di Gold Coast, beberapa waktu lalu. (AFP/William West)

Penanda sosok ratu tenis meja dunia HARBIN, medio Juni 2011. Udara terlihat cerah, apalagi bagi mereka yang sedang menyusuri aliran Sungai Shonghua. Letak geografis yag dekat dengan Rusia, memaksa area tersebut menjadi lebih dingin meski langit berwarna biru dengan beberapa petak awan putih.

Shonghua, yang saat itu sudah mulai menjadi destinasi andalan kota Harbin, di Provinsi Heilongjiang, Tiongkok, menjadi daya tarik tersendiri bagi bocah berusia lima tahun, bernama Anna Hursey. Bersama sang ibunda, Phoebe, Anna kecil berlari menggandeng tangan wanita yang telah melahirkan dirinya ke dunia.

Advertisement

Riang, berteriak, mengibaskan rambut kepang kudanya, dan sesekali melompat kegirangan, menjadi pemandangan rutin dalam masa libur mereka. Yup, dua orang tersebut bukan warga lokal, melainkan turis asal Wales yang tengah menikmati rangkaian destinasi wisata indah dan unik di Harbin. Bedanya, Phoebe, sang ibu Anna Hursey, adalah perempuan asli distrik terpadat ke-8 di Tiongkok.

Tak terasa, setiap hari selama liburan, langkah sepanjang Sungai Shonghua selalu berakhir di sebuah gedung berlabel 'Pusat Pendidikan Tenis Meja Level Junior'. Bukan tanpa alasan jika keduanya berhenti di sana. Bagi Phoebe dan Anna, mereka tahu, itulah awal dari apa yang telah mereka rasakan sekarang, yakni mampu mengguncang dunia tenis meja internasional.

"Saya selalu ingat bagaimana awal di sana. Sungguh berat, beruntun ada ibu yang selalu berada di sampingku, dan memberi spirit agar menyukai tenis meja, bukan sekadar bermain demi prestasi," cerita Anna Hursey.

Ungkapan Hursey bukan isapan jempol semata. Maklum, berada di Tiongkok, negeri yang sangat mengandalkan kedisiplinan dan ketiadaan kesalahan, membuat Hursey harus memiliki mental yang kuat.

Apalagi, sejak awal datang ke Harbin, niatan mereka adalah berwisata. Namun, jejak sejarah telah merangkaikan mereka ke sebuah sekolah tenis meja. Sebuah keputusan yang tak salah, tapi awalnya penuh risiko.

Hursey mengingat seminggu awal ketika berada di sekolah tersebut. Jadwal latihan sangat padat, yakni tiga kali sehari. Pagi sudah ada latihan, istirahat, lalu siang latihan lagi, istirahat dan malam masih melahap 'makanan' latihan. Tak hanya jadwal, sistem reward dan punishment di tempat itu membuat Anna kecil menjadi ciut nyalinya.

 

2 dari 3 halaman

Lara Anna Hursey

Aksi Anna Hursey pada sesi latihan jelang Commonwealth Games 2018, di Gold Coast, beberapa waktu lalu. (AFP/William West)

Bagaimana tidak, setiap melakukan kesalahan dan atau kalah dalam sebuah pertandingan, tim pelatih akan memukul menggunakan bat, rakte tenis meja. "Bukan sekali, tapi bisa 5-6 kali, tergantung pada level kesalahan atau pada kejuaraan apa kita kalah," ungkapnya.

Beruntung bagi Anna Hursey. Keberadaan sang ibunda membuat dirinya aman, apalagi status sebagai 'siswa' dari luar negeri, tepatnya dari Wales. "Tapi bukan berarti saya aman 100 persen. Jika hukuman dari tim pelatih tak ada, justru ibu yang memberiku sanksi, yakni ikut membantu membereskan rumah kakek-nenek dan disuruh banyak makan roti," kenang Anna.

Pada periode pertama di Harbin, Anna menghabiskan rentang waktu lima minggu. Nyatanya, sudah cukup baginya untuk memiliki senjata dari negara yang memang kuat prestasinya di level tenis meja dunia. Setidaknya, sepanjang sejarah tenis meja di perhelatan Olimpiade, Tiongkok sudah merebut 28 dari 32 medali emas. Sekadar informasi, kali pertama cabang tenis meja mendapat jatah perebutan medali di Olimpide, terjadi pada 1988.

Keputusan melakoni kursus di Tiongkok berbuah manis. Kembali ke Wales, Anna Hursey langsung menunjukkan potensi luar biasanya di kancah tenis meja. Ia menjadi sosok menonjol yang mampu berjaya di kelas yang usianya di atas Anna. Satu contoh, ia bisa menyabet gelar nasional di kelompok usia 11 tahun.

Uniknya meski kapok berlatih di Tiongkok, beberapa prestasi yang di dapat membuat Anna Hursey merengek kepada sang ibunda untuk kembali lagi ke Tiongkok. Alhasil, pada Februari 2016, ia kembali ke tanah kelahiran sang ibu.

"Sejak saat itu, saya melahap semua materi, termasuk untuk usia di atas, karena di Tiongkok memang seperti itu jika ingin maju. Berat, tapi buatku sangat berharga, meski saya tahu masih terlalu kecil," sebut Anna.

Berbeda dengan pengalaman yang pertama, Anna beberapa kali mendapat hukuman, meski tak disentuh raket tenis meja. Pola latihan berubah, dan dalam sepekan ia harus melakoni sesi selama 30 jam, artinya, dalam sehari ia menghabiskan waktu minimal 5 jam, karena ada satu hari libur setiap pekan.

Setelah menuai banyak pelajaran, ia kembali ke Eropa. Hasilnya luar biasa. Anna menyedot perhatian setelah mampu menjadi nomor satu di Eropa pada kelompok umur 11 tahun, lalu peringkat 18 dunia di kelompok 15 tahun pada usia 11 tahun, lalu terbaik se-Britania Raya di kelompok 18 tahun.

Satu yang membuat heboh, Anna Hursey berhasil masuk ke jajaran personel timnas senior. Alhasil, ia berstatus pemain termuda sepanjang sejarah tenis meja Wales, yang bermain di level senior.

 

3 dari 3 halaman

Gerak Balik

Aksi Anna Hursey pada sesi latihan jelang Commonwealth Games 2018, di Gold Coast, beberapa waktu lalu. (AFP/William West)

Ungkapaan 'mengejutkan' datang saat dirinya mengaku bukan sang ibunda, pelatih atau siapapun di luar sana, yang membuatnya bisa memiliki mental baja saat bersaing dengan para senior. Dua 'senjata' utamanya sesuatu yang selama ini belum pernah bertemu dan atau merasakan, yakni sosok Ariana Grande dan drama 'Pretty Little Liars'.

Anna mengaku, Ariana Grand dan 'Pretty Little Liars' menjadi teman setia dalam perjalanan. Maklum, sejak memutuskan menjadi petenis meja profesional, ia harus terbang ke sana kemari.

Tiongkok, Jerman, Fiji, Spanyol dan beragam tempat lain, menjadi 'makanan' sehari-hari. Oleh karena itu, Anna menganggap keberadan lirik dan suara Ariane Grande serta cerita 'Pretty Little Liars' menjadi 'lauk-pauk' paling bergizi.

"Ariana memberiku ketenangan, sementara 'Pretty Little Liars' memiliki tujuh musim, dan itu sangat panjang. Saya selalu menonton itu saat hendak tidur, bersama teman-teman, di bandara dan atau di manapun ada jeda waktu, agar tak bosan," ungkap Anna, yang mengaku sudah tak hafal berapa jumlah bandara yang pernah dipijaknya.

Sebuah kenyataan yang sesuai dengan prestasi 'bocah' kelahiran 22 Juni 2006 tersebut, baik di level domestik, Eropa maupun dunia. Menurut Anna, selama 'menjadi atensi' dunia, ia banyak belajar.

Satu yang membuatnya selalu terngiang adalah tatkala ada pemain yang lebih tua mengalami kekalahan kala bersua dengannya. "Mereka sangat terpukul dan seolah menyalahkan diri sendiri, lalu membanting bat atau raket tenis meja mereka. Pelajaran yang kudapat, mungkin saja saya akan mengalami hal serupa di kemudian hari," katanya.

Mental itu pula yang kini dipersiapkan Anna Hursey saat terbang dari Cardiff ke Gold Coast, Queensland, Australia. Yup, pada usia belum genap 12 tahun, bocah yang senang memelihara rambut panjang tersebut, mewakili Wales di nomor tenis meja pada Commonwealth Games 2018.

"Semua tanpa perencanaan, namun saya yakin dia memiliki masa depan yang cerah. Dia gadi kecil yang bermental luar biasa, namun tetap punya jiwa bersenang-senang," ungkap Lawrence, sang ayah.

Publik Wales, dan pecinta tenis meja dunia, kini berharap-harap 'cemas' tentang kejutan apa yang akan dilakukannya. Bukan sekadar di Commonwealth Games, tapi 6-7 tahun ke depan. Satu yang pasti, satu calon ratu tenis meja sudah siap berkelana dan menjemput 'hadiah' yang tepat untuk pengorbanan 30 jam dari Cardiff menuju Gold Coast, Australia.

Berita Terkait