Laporan Jurnalis Bola.com, Aditya Wicaksono, dari Dortmund, Jerman SAAT merasakan si burung besi sudah mulai membuka roda kala mendekati lajur runway pendaratan di Bandara Internasional Dusseldorf, saya sudah memiliki bayangan. Bukan tempat-tempat menawan di Jerman, melainkan bagaimana mereka mengelola sebuah klub.
Tentu saja, bukan semata mengelola sebuah klub dari sisi prestasi maupun bisnis, melainkan jalur backbone. Maklum, bukan rahasia lagi jika Jerman memiliki satu di antara sistem akademi junior terbaik di Eropa, selain Clairefontaine di Prancis tentunya.
Baca Juga
Bayangan yang menjadi kenyataan. Itulah kira-kira yang bisa saya sampaikan ke seluruh Sahabat Bola.com. Setelah menanti, akhirnya kesempatan itu datang juga. Meski tak penuh 100 persen, mungkin karena faktor hak cipta ataupun kerahasiaan program,, menyaksikan bagaimana Jerman mengelola para pemain junior menjadi pelajaran berharga.
Kans emas tersebut saya alami bersama rombongan pada hari terakhir program Bundesliga Media Visit Tour 2018. Saya sangat bersemangat dan gembira, karena tempat yang bakal menjadi referensi adalah akademi junior Borussia Dortmund.
Maklum, pengalaman tersebut menjadi barang mahal. Bukan rahasia lagi, akademi junior Borussia Dortmund berhasil mencetak nama-nama beken, terutama mereka yang menjadi tulang punggung Timnas Jerman. Andai menggunakan sistem acak, beberapa nama berhasil 'mendunia' setelah mengenyam pendidikan di akademi junior Borussia Dortmund, termasuk di tim U-23. Sebut saja di era sepak bola 'modern' ini ada nama Antonio Rüdiger, Christian Pulisic, Marco Reus, Mario Götze sampai Marcel Schmelzer.
Ada juga bek kanan Kevin Großkreutz, David Odonkor, Lars Ricken dan Michael Zorc. Beberapa sampel nama tersebut menjadi jaminan kualitas akademi junior Borussia Dortmund.
Tak pelak, semua latar tersebut membuat saya bersemangat. Sesuatu yang memang sudah langsung saya rasakan ketika berada di lingkungan 'sekolah' tersebut. Apalagi saat saya 'bersentuhan' langsung dengan bagaimana Dortmund mengelola asset para pemain mudanya. Sungguh, langkah pertama membuat saya terpana, lalu menikmati sistem yang mereka kembangkan demi mendapatkan pemain berkualitas tinggi.
Pengalaman di Borussia Dortmund
Bagi publik sepak bola Jerman, Borussia Dortmund adalah satu di antara klub yang memiliki fasilitas pengembangan sepak bola terbaik di Jerman. Tempat latihan Dortmund berada di daerah terpencil di kota Dortmund, sekitar 15 menit dari Signal Iduna Park. Tempatnya sejuk, tenang dan indah.
Saya, dan rombongan, disambut satu di antara staf pelatih, Marvin Boakye. Marvin merupakan pelatih yang khusus menangani pengembangan pemain berbasis data, yaitu menggunakan teknologi yang disebut Footbanaut.
Menurut Marvin, Footbanaut dapat menganalisis kekurangan seorang pemain. Hasil dari segala macam simulai evaluasi tersebut menjadi acuan menu latihan sang pemain.
Footbanaut melatih gerakan, ketepatan, memperluas jarak pandang dan melatih insting dari seorang pemain. Teknologi tersebut masih jarang digunakan di sepak bola karena nilai investasinya yang cukup mahal. Mau tahu berapa?. Yup, angkanya berada di level 1,5 juta euro atau nyaris senilai Rp25,5 miliar
Menurut Marvin, hanya ada tiga tempat atau klub yang memiliki Footbanaut, yaitu di Dortmund, Hoffenheim dan sebuah fasilitas di Qatar. Hal tersebut membuat saya merasa spesial karena bisa melihat dan juga menjajal Footbanaut.
Sama seperti klub Jerman lainnya, Borussia Dortmund memiliki akademi sepak bola yang mumpuni. Mereka memiliki tim U-11 hingga U-19. Selain itu, fasilitas latihan di Dortmund adalah satu di antara yang terbaik di Jerman.
Sayangnya, saya tak diperbolehkan melihat fasilitas latihan mereka secara lengkap. Selepas dari tempat latihan Borussia Dortmund, perjalanan berlanjut ke Signal Iduna Park untuk melihat isi dari stadion tersebut.
Signal Iduna Park
Signal Iduna Park merupakan stadion terbesar di Jerman. Stadion tersebut dapat menampung sekitar 81.000 penonton di pertandingan domestik dan 65.000 di pertandingan internasional serta pertandingan antarklub Eropa.
Menurut tour guide kami, Medina, jumlah tersebut berbeda karena UEFA dan FIFA memiliki aturan tertentu, yaitu dilarangnya tempat menonton berdiri di stadion.
Jadi, setiap pertandingan Liga Champions dan laga internasional, Borussia Dortmund harus melepas besi di tribune berdiri mereka agar tidak melanggar aturan dari UEFA dan FIFA.
Satu area yang paling terkenal di Signal Iduna Park adalah Sudtribune atau South Bank. Area tersebut merupakan tempat dari pendukung garis Dortmund yang selaku kreatif dengan koreagrafinya. Nama tenarnya adalah 'The Yellow Wall'.
Menurut Medina, mencari tiket pertandingan Borussia Dortmund adalah hal yang mustahil. Tiket sangat sulit dicari sehingga biasanya ada yang harus menunggu hingga 14 tahun dalam waiting list. Bisa dibayangkan bagaimana kecintaan suporter kepada Borussia Dortmund kan?
Akhir dari tur di Signal Iduna Park sekaligus mengakhiri rangkaian perjalanan saya di Jerman. Kami bertolak ke Dusseldorf International Airport untuk menaiki pesawat yang membawa kami kembali ke negara masing-masing.
Tentu saja, saat si burung besi mengangkat roda ke posisinya, dahaga saya sudah hilang, meski tidak 100 persen. Setidaknya Jerman telah memberikan pelajaran berharga bagaimana mengelola sebuah unit sepak bola dari segala sisi.
Danke, Jerman!