Bola.com, Jakarta - Hamparan rumput hijau membentang di Kota Metro, Lampung, menjadi tempat yang tepat untuk memberi makan kambing. Namun, siapa sangka padang rumput itu menjadi awal Eko Yuli Irawan merajut mimpi menjadi kebanggaan Indonesia?
Roda nasib memang tidak dapat ditebak. Berawal dari kegiatan menggembala kambing setiap pulang sekolah, Eko Yuli dapat menggeluti dunia angkat besi yang membesarkan namanya.
Baca Juga
Berbeda dengan teman-teman sebayanya yang bermain setelah pulang sekolah, Eko Yuli justru akrab dengan irama suara kambing yang dia gembalai. Padahal, kambing itu bukan milik keluarganya, melainkan dititipkan oleh warga sekitar.
Eko Yuli tentu tidak menyangka, apabila ajakan teman-teman sebayanya mendatangi tempat latihan angkat besi akan mengubah jalan hidupnya.
Memang, tidak jauh dari tempatnya menggembala kambing ada tempat latihan angkat besi. Eko Yuli hanya perlu berjalan sekitar 100 atau 200 meter untuk menuju tempat itu.
Berawal dari ajakan iseng salah satu teman mainnya, Eko Yuli memutuskan mencoba menggeluti dunia angkat besi. Kegiatan pria kelahiran Lampung itu bertambah setelah pulang sekolah.
Apabila sebelumnya hanya menggembala kambing, kini dia menambah kegiatan dengan latihan angkat besi. Setelah pulang sekolah, kambing dia ikat di padang rumput, kemudian Eko Yuli berangkat latihan.
Beberapa tahun kemudian, nama Eko Yuli menjadi salah satu kebanggaan Indonesia. Berbagai prestasi telah diraih pria yang kini berusia 28 tahun itu untuk mengharumkan nama bangsa.
Menjelang Asian Games 2018, Eko Yuli berharap dapat kembali mengharumkan nama Indonesia dan membuat bendera Merah Putih berkibar pada cabang angkat besi. Apalagi, pesta olahraga Asia itu akan digelar di hadapan keluarga dan para pendukungnya.
Eko Yuli Irawan menyempatkan waktu berbincang kepada Bola.com soal awal karier hingga target pada Asian Games 2018. Berikut ini adalah wawancara dengan Eko Yuli:
Dalam pentas Asian Games 2018 Tim Indonesia mendapat dukungan dari PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri) lewat gerakan moral hastag bertajuk #AXAMandiriuntukIndonesiaJuara dan #AXAMandiriDukungTimIndonesiaJuara.
Bentuk dukungannya adalah semua atlet Tim Indonesia yang berlaga pada Asian Games akan diberikan perlindungan berupa asuransi jiwa dan kesehatan.
Kerja sama dan dukungan AXA Mandiri ini merupakan yang pertama dan satu-satunya asuransi jiwa yang hadir dalam Asian Games 2018 untuk Tim Indonesia. Hal ini ditandai dengan pendatanganan kerja sama antara AXA Mandiri dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) selaku komite olimpiade nasional Indonesia, pada Senin, 23 April 2018 di AXA Tower, Jakarta.
Berawal dari Ajakan Teman
Bagaimana awalnya bisa masuk dunia angkat besi seperti sekarang?
Awalnya saya waktu masih kecil ikut latihan saja, sejujurnya tidak ada kepikiran bisa sampai seperti sekarang. Awalnya hanya coba-coba, kemudian diajarin berbagai hal oleh pelatih. Saat itu saya masih tinggal di Metro, Lampung, dan masih berusia 12 tahun.
Awalnya diajak atau melihat seseorang sampai tertarik menggeluti dunia angkat besi?
Saat itu, saya diajak teman-teman menonton latihan angkat besi. Setelah itu, saya mulai coba-coba ikut latihan. Lama-lama terbiasa, rupanya, saya terbiasa main angkat besi.
Apakah teman-teman yang mengajak masih menggeluti dunia angkat besi?
Wah, tidak, hari berikutnya mereka sudah tidak datang lagi. Angkat besi kan seperti fitness, badan jadi pegal-pegal. Sebenarnya mereka bukan mengajak latihan, hanya mengajak main. Kemudian di sana kami mencoba latihan.
Ada pesan dari orangtua, senior, atau pelatih yang selalu dipegang saat memulai karier?
Orangtua saya bukan dari atlet, jadi mereka hanya memberikan dukungan moral dan doa. Soal latihan, saya banyak belajar dari pelatih, pembina, pengurus. Banyak yang berandil besar dalam karier saya. Secara tidak langsung, campur tangan mereka yang membuat saya seperti ini.
Jatuh Bangun Sepanjang Karier
Apakah pernah terbayang, dari dulu waktu sehari-hari menggembala sampai sekarang menjadi salah satu kebanggaan Indonesia?
Seperti yang saya bilang tadi, dari awal saya tidak menyangka bisa sampai sejauh ini. Sekarang, setelah berada di atas saya menjalani saja karier. Seiring berjalan, saya bersyukur bisa sampai di posisi seperti ini.
Saat memulai karier di dunia angkat besi, paling berat di mana?
Paling berat itu saat mengalami cedera, sedangkan belum memiliki target yang tercapai. Mau bagaimana lagi, ingin latihan tetapi masih cedera sehingga waktu terbuang banyak. Apalagi, terkadang cedera itu menimbulkan trauma. Mungkin secara fisik sudah sembuh, tetapi belum tentu mental telah pulih. Pemulihan cedera bisa hanya satu atau bulan, tetapi traumanya itu yang ada di alam bawah sadar, apalagi kalau sembuhnya belum 100 persen.
Sempat ada perasaan ingin mundur atau pensiun?
Setelah belasan tahun di dunia angkat besi kan pasti ada titik jenuh. Terkadang saya ingin beristirahat sejenak, namun setelah istirahat justru malah ingin latihan lagi. Sampai detik ini saya belum pernah berpikiran berhenti, mungkin hanya istirahat. Belum ada pikiran pensiun.
Momen paling membanggakan sejak berkarier di dunia angkat besi?
Ya tentu saja di Olimpiade 2016. Meski belum memenangi emas, tetapi medali perak menjadi prestasi tertinggi saya selama menjadi atlet. Sejujurnya, itu kebanggaan tersendiri.
Target Asian Games 2018
Ngomong-ngomong soal Asian Games, sebagai tuan rumah, bagaimana persiapan angkat besi?
Sejujurnya, semua masih harus kami persiapkan. Ada beberapa target yang belum tercapai, kita lihat saja nanti pada hari H seperti apa. Saya belum bisa menjanjikan apa-apa.
Optimistis bisa meraih medali emas?
Ya, mudah-mudahan target yang diberikan bisa tercapai.
Target pribadi di Asian Games?
Setiap atlet yang bertanding di Asian Games pasti ingin medali emas, semuanya pasti ingin juara. Tetapi ya, persiapan masih ada dua bulan, jadi ya nanti. Kalau dari hati ya saya ingin medali emas.