Bola.com, - Kehidupan Kiyoharu Togawa terasa berakhir setelah menderita tumor tulang di kakinya. Penyakit tersebut membuat kakinya terpaksa diamputasi sehingga Togawa mengubur mimpinya menjadi pelari tercepat di Jepang.
Togawa memutuskan mengisolasi diri setelah kehilangan kaki kanannya. Dia mengurung diri di kamar dan menghabiskan waktu bermain piano yang telah lama dia tinggalkan.
Akan tetapi, kehidupan Togawa berubah saat tidak sengaja bertemu dengan Tora, orang yang memiliki kekurangan sepertinya. Perlahan, Tora mengajari Togawa untuk bermain basket kursi roda.
Baca Juga
Kehadiran Tora membuat Togawa memiliki mimpi baru, bermain basket kursi roda. Setelah itu, Tora mengajak Togawa bergabung dengan timnya, Tigers.
Di sana, Togawa bertemu dengan orang-orang yang memiliki masalah mirip dengannya, merasa terasing dari dunia luar. Ada Nomiya Tomomi yang diasingkan orang-orang, lalu Takahashi Hisanobu, mantan pemain basket terkenal yang mengalami kecelakaan.
Cerita di atas merupakan cuplikan manga Real karya Takehiko Inoue. Nama Inoue tenar di dunia setelah manga sebelumnya, Slam Dunk, yang juga bercerita soal basket populer pada dekade 1990-an.
Berbeda dengan Slam Dunk yang mengangkat tema semangat bermain basket ala anak SMU, Real menceritakan para pemain basket yang memiliki kekurangan, baik dari segi fisik maupun mental.
Nyatanya, penggambaran Inoue soal konflik batin para pemain basket kursi roda memang nyata. Selain harus bermain dengan menggunakan kursi roda, terkadang mereka juga memiliki rasa tidak percaya diri.
Meski begitu, para pemeran utama di Real memiliki mimpi yang sama, bermain basket dengan segala kekurangan mereka. Togawa berhasil mengatasi traumanya dan berusaha menjadi pemain basket kursi roda terbaik di Jepang.
Perjuangan Donald Santoso Lewat Basket Kursi Roda
Basket telah menjadi bagian dari hidup Donald Santoso sejak lama. Donald merasa basket telah membantunya menemukan identitas diri dan memberikan kepercayaan diri lebih.
Rasa cinta Donald terhadap basket tidak mengherankan. Pria berusia 27 tahun itu tinggal di Amerika Serikat sejak masih sekolah dasar. Di sana, basket merupakan salah satu olahraga paling favorit.
Akan tetapi, kehidupan Donald berubah saat berusia 17 tahun. Ketika sedang bermain basket, Donald jatuh sehingga menderita cedera cukup parah, anterior cruciate ligament (ACL), posterior cruciate ligament (PCL), dan medial collateral ligament (MCL).
Cedera tersebut membuat Donald harus menjalani berbagai perawatan, termasuk enam kali menjalani operasi dan ada reaksi di tempurung lutut sehinga tulang dipotong beberapa kali. Meski masih bisa berjalan, Donald tidak dapat bermain basket seperti kebanyakan orang.
Menderita cedera tidak lantas membuat Donald menyerah. Apalagi, basket merupakan cinta pertama Donald dan dia bercita-cita mewakili Indonesia.
"Basket adalah hidup saya, dan sebagai atlet saya ingin tampil untuk negara saya. Kebetulan saya sudah ada pengalaman di dunia basket, kebetulan di sini belum ada program resmi. Saya membawa pelatih untuk membantu teman-teman di sini, kenapa tidak?" ujar Donald kepada Bola.com.
Kebetulan, saat mengenyam pendidikan di Negeri Paman Sam, Donald berjumpa dengan seorang pemain basket kursi roda. Pertemuan tersebut mengubah pandangan Donald mengenai basket kursi roda.
"Ketika masih kuliah di Berkeley University, saya melihat seorang pemain basket kursi roda beraksi. Itu mengubah ekspektasi saya," kata Donald.
"Sebelumnya, saya kira olahraga ini seperti kursi roda di rumah sakit. Namun, setelah melihat dia bermain, saya berubah pikiran. Olahraga ini benar-benar penuh kontak dan butuh kehalian khusus," lanjutnya.
Sejak saat itu, Donald menggeluti dunia basket kursi roda. Ketekunannya tidak sia-sia karena Donald sempat bermain di tim basket kursi roda tim NBA, Phoenix Suns, selaa beberapa tahun.
Membawa Mimpi Pulang ke Tanah Air
Sukses di Amerika Serikat rupanya tidak lantas membuat Donald merasa puas. Dia masih memendam keinginan membela Indonesia pada ajang internasional. Ambisi itu membuatnya kembali ke Indonesia.
Meski begitu, saat itu Indonesia belum memiliki timnas basket kursi roda. Donald tidak menyerah dan berusaha membuat timnas basket kursi roda, seperti tujuan utamanya kembali ke Indonesia.
Kegigihan Donald mendapat apresiasi dari Komite Paralimpik Indonesia (NPC). Donald dipercaya membangun timnas basket kursi roda Indonesia untuk Asian Paragames 2018 di Jakarta.
Akan tetapi, tidak banyak pemain basket kursi roda di Indonesia. Donald tak kehabisan akal. Dia melakukan seleksi ke berbagai kota untuk mencari atlet lain untuk memperkuat timnas basket kursi roda Indonesia.
"Kami melakukan seleksi pembentukan timnas sejak Desember 2017 di berbagai kota. Setelah itu, kami memilih 12 yang terbaik dari semua pemain yang mengikuti seleksi. Kami memulai latihan sejak Januari 2018," ujar Donald.
Meski bakal membentuk tim, Donald mengaku tidak mengincar medali untuk Asian Paragames 2018. Pria berusia 27 tahun itu memiliki target awal menunjukkan ke masyarakat soal basket kursi roda.
"Ini merupakan timnas basket kursi roda pertama Indonesia, jadi target utama kami bukan medali, kalau dapat ya syukur. Saya ingin orang-orang sadar mengenai olahraga ini dan memberikan dukungan," kata Donald.
"Saya berharap bisa meraih satu atau dua kemenangan. Visi kami adalah menyebarkan kesadaran akan olahraga ini. Semoga pada masa depan kami bisa mendapat dukungan sehingga menambah kepercayaan diri," lanjutnya.
Baik Donald Santoso maupun Kiyohary Togawa membuktikan keterbatasan tidak bisa menjadi alasan untuk berhenti meraih mimpi. Mereka menunjukkan, jalan akan selalu terbuka untuk mereka yang berjuang.
Kegigihan Donald Santoso dapat menjadi inspirasi untuk siapa pun yang tengah mengejar mimpi. Donald membuktikan dapat merengkuh mimpinya dengan segala keterbatasan.