Kolom Ian Situmorang: Terima Kasih, Rusia

oleh Nurfahmi Budi diperbarui 01 Jul 2018, 13:30 WIB
Kolom Bola.com, Ian Situmorang. (Bola.com/Dody Iryawan)

 

Ian Situmorang, Wartawan Olahraga Senior KEJUTAN itu terjadi pada 2 Desember 2010 di kota Zurich. Kala itu, tepat di markas besar Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA), si empunya gedung mengumumkan Rusia sebagai pemenang 'kompetisi' berebut status tuan rumah Piala Dunia 2018.

Sesuatu yang tak terduga, karena Negeri Vladimir Putin ini berhasil menyisihkan para pesaing yang sudah memiliki reputasi internasional. Rusia sukses menyingkirkan Inggris, Spanyol - Portugal dan Belanda - Belgia.

Advertisement

Sebuah fakta yang membuat banyak pihak mengernyitkan dahi. Maklum, Rusia bukan negeri sepak bola dan belum memiliki sejarah prestasi di pentas Eropa, apalagi dunia. Isu miring telontar. Ada yang menuding FIFA termakan sogokan dari tokoh-tokoh Rusia. Beruang Putih ini juga dianggap tidak memiliki fasilitas stadion yang memadai.

Seluruh keraguan itu menjalar ke kekhawatiran publik terkait penampilan Timnas Rusia di rumah sendiri. Alasan untuk yang satu ini cukup kuat, mulai dari materi pemain sampai hasil-hasil uji coba jelang pesta Piala Dunia 2018.

Rasa was-was tersebut sampai ke momen kick-off. Rusia tidak diperhitungkan akan mampu menampilkan permainan menawan. Materi pemain masuk kategori medioker karena tidak banyak yang berlaga di kompetisi liga yang kompetitif. Nada-nada miring dialamatkan guna mendeskriditkan Rusia dengan persepsi negatif.

Nyatanya, kejutan itu datang. Sama seperti kala Rusia terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018, fakta kala partai pembuka Piala Dunia 2018 berbicara lain. Penyelenggaraan berjalan baik dengan dukungan fasilitas dan infrastruktur di 12 stadion yang super modern. Di lapangan hijau, pelatih Stanislav Cherchesov, berhasil membawa pasukan Sbornaya dengan hasil mengejutkan. Dua penampilan awal berakhir dengan cara hebat. Arab Saudi dibantai 5-0 dan Mesir ditekuk 3-1.

Sayang, pada pertandingan ketiga kontra Uruguay, Dmitriyevich Cheryshev dkk mengalami kemerosotan penampilan sehingga kalah telak 0-3. Akibatnya, Rusia menempati urutan kedua dengan selisih gol 8-4.

Sbornaya memang menampilkan permainan secara kolektif. Mereka tidak mengenal pemain bintang yang tak tergantikan. Bahu membahu di segala lini sehigga mampu memetik kemenangan. Sayangnya, tim ini tidak teruji cukup lama karena tidak mengeikuti babak penyisihan, mengejar tiket ke putaran final.

Tak pelak, pasukan Rusia wajib membuktikan kelas mereka tak berbeda jauh dengan tim-tim lain yang lolos ke Babak 16 Besar. Langkah awal adalah kala 'menjamu' Spanyol, sang juara Grup B.

Bagaimana dengan Spanyol? Tim Matador memiliki mental juara, sebuah modal kala mereka mengangkat trofi Piala Dunia Afrika Selatan 2010. Asuhan pelatih pengganti, Fernando Hierro, memiliki materi pemain campuran talenta muda dengan senior.

Lolos ke babak gugur dengan status juara sudah cukup bukti mereka memiliki kekuatan besar. Walau baru ditangani Hierro dalam waktu sangat singkat, tapi sikap professonal pemain tak membuat para jugador kehilangan motivasi.

Menyimak komposisi pemain dari belakang hingga pemain depan, Tim Matador memiliki kedalaman tim. Pemain utama dengan pemain cadangan punya kemampuan setara. Karena itu, Hierro tinggal menyesuaikan pemain dengan strategi yang diterapkan.

Memburu tiket lolos ke perempat final, Sergio Ramos dkk harus ekstra fokus, sebab lawan tuan rumah bukan hal mudah. Dukungan penonton menjadi satu di antara beban tambahan. Walau demikian, saya tetap memosisikan Tim Matador akan tampil sebagai pemenang.

Sosok Diego Costaakan menjadi target man. Striker asal Pemain Atletico Madrid ini tampil memikat dengan tiga gol di babak awal. Tidak mustahil ia akan menambah pundi-pundi golnya ke gawang Rusia.

Pada barisan tengah, kombinasi dua veteran 2010, David Silva dan Andres Iniesta sudah menyuplai bola matang. Kedua pemain ini juga menjadi motor pengatur irama permainan.

Bekal lini belakang juga tak kalah mentereng. Sosok Sergio Ramos dan Gerard Pique menjadi jaminan yang sulit ditembus. Apalagi di bawah mistar ada kiper sarat pengalaman asal Manchester United, David de Gea.

Permainan sepak bola memang bukan soal nama besar dan catatan prestasi. Hal itu pula yang membuat Rusia bukan mustahil dapat menyingkirkan Matador yang mencatat 4 kemenangan dan 2 seri dari 6 pertemuan. Namun, kali ini, saya tetap menempatkan Spanyol sebagai pemenang.

Terima kasih untuk Rusia sebagai tuan rumah, Tapi belum waktunya menjadi juara. Bagaimana kalau Spanyol tersisih? Nah, itu lain cerita, dong. Sekali lagi, Spasibo Rusia!