Kolom Ian Situmorang: Modal Kompak Model Swedia

oleh Nurfahmi Budi diperbarui 03 Jul 2018, 15:39 WIB
Kolom Ian Situmorang, Swedia vs Swiss. (Bola.com/Adreanus Titus)

 

Ian Situmorang, Wartawan Olahraga Senior LOLOS ke putaran final Piala Dunia Rusia 2018 melalui jalan terjal. Hanya menempati posisi runner-up Grup A zona Eropa di bawah Prancis sehingga harus menjalani tiebreak.

Itulah jalan berliku Swedia guna merasakan panggung termewah di jagad sepak bola dunia, Rusia 2018. Sukses Swedia lolos punya catatan tersendiri, sebab pelatih Janne Andersson dihadapkan pada pilihan sulit.

Advertisement

Opsi tersebut adalah tentang sang megabintang, Zlatan Ibrahimovic, yang terpaksa dicoret dari tim demi alasan menjaga kekompakan. Swedia juga merupakan tim yang turut menyingkirkan Tim Oranje, Belanda, gagal ke Rusia.

Bagi Swedia, tidak terbayangkan sebelumnya bisa menjadi juara Grup F di Rusia 2018. Pasalnya, di sana bercokol juara bertahan Jerman dan wakil dari zona CONCACAF, Meksiko. Nasib sial Jerman yang dipukul Meksiko menjadi awal keberuntungan Swedia. Walau kalah dari Jerman, Swedia tetap teratas.

Keputusan Andersson mencoret Ibrahimovic menjadi titik awal keberhasilan Swedia. Pelatih berusia 55 tahun ini ingin memiliki kesebelasan secara tim. Ia tidak butuh nama besar, yang malah merusak kekompakan. Keputusan yang tepat setelah melihat hasil sejauh ini.

Andreas Granqvist yang menggantikan posisi Ibrahimovic sebagai kapten, memerankan fungsinya dengan tepat. Posisi bek tengah bersama Pontus Jansson tampil tanpa kompromi, lugas dan bertindak tepat dalam mengusir serangan lawan.

Pola pikir Andersson sebagai peracik tim sungguh menakjubkan. Dia tidak peduli nama besar dan usia, karena rata-rata usia pemain Swedia tergolong senior yaitu 27,4 tahun. Bandingkan dengan Jerman yang berada pada usia rata-rata 25,7 tahun.

Membangun kekompakan tim dan patuh pada strategi yang disusun menjadi nilai plus bagi Swedia. Bila penampilan Emil Forsberg dkk dapat dipertahankan atau ditingkatkan, bukan sesuatu yang di luar jangkauan mengambil satu tempat di babak perempat final.

Swiss menjadi lawan yang harus dihancurkan Swedia. Dua wakil zona Eropa ini harus memberikan kemampuan terbaik untuk sebuah tiket. Padahal, Swiss bukanlah tim kacangan yang dapat dilumat. Kekuatan tim cukup merata dan para pemain banyak yang berpengalaman karena berlaga di kompetisi yang sangat kompetitif.

Stephan Lichtsteiner (34) sang kapten memiliki pengalaman di pentas Inggris dan Italia. Di bagian belakang menjadi koordinator mengingatkan dan membangkitkan semangat rekan-rekannya.

Xherdan Shaqiri, kelahiran Kosovo si jago gocek yang memiliki gerakan ekplosif. Pemain yang hanya memiliki tinggi 169 cm ini mampu mengobrak-abrik bagian tengah lawan dan membuka ruang kepada ujung tombak untuk mencetak gol.

Pelatih Swiss, Vladimir Petkovic masih punya amunisi melalui Granit Xhaka di bagian tengah. Pemain Arsenal ini terkenal memiliki tendangan keras dari luar kotak penalti. Xhaka berperan melepas cannon ball ketika barisan depan menemui kesulitan menembus pertahanan lawan.

Kekuatan tim antara Swedia dan Swiss berada pada level yang sama. Memang sulit menentukan siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Tapi, dengan nilai lebih berdasarkan kekompakan tim, saya cenderung menempatkan Swedia akan memetik kemenangan.

Laga yang sempurna akan ditampilkan kedua tim, karena itu jangan sampai melepas kesempatan ini!