Ian Situmorang, Wartawan Olahraga Senior Awalnya dinamai Piala Jules Rimet, kemudian berganti nama menjadi Piala Dunia. Konsisten dilaksanakan setiap empat tahun sekali. Piala Dunia 2018 di Rusia ini merupakan edisi ke-21.
Baca Juga
Sejarah bergerak sesuai perkembangan zaman. Jika dulu PD seolah hanya milik Amerika dan Eropa. Pada 2002 untuk pertama kali diberi jatah Asia yang dilaksanakan di Jepang-Korea. Selanjutnya pada 2010 beralih ke benua Afrika, tepatnya Afrika Selatan.
Dari 20 kali penyelenggaraan, baru delapan negara yang pernah menjadi juara. Brasil yang terbanyak dengan 5 kali, Italia 4, Jerman 4, Uruguay 2, Argentina 2, Inggris 1, Prancis 1, Spanyol 1. Eropa masih unggul 11:9. Sementara Asia, Afrika, Australia entah kapan.
Brasil membuka sejarah dengan tampil sebagai juara pada perhelatan di Eropa, yaitu Swedia 1958, dan Asia 2002. Jerman lebih meyakinkan lagi dengan menjadi kampiun di negeri sepakbola, Brasil, pada 2014.
Menarik mengikuti perkembangan Rusia 2018 ini. Juara dunia 4 kali, Italia tidak lolos kualifikasi. Juara bertahan Jerman tersingkir di babak penyisihan. Negara yang pernah menyandang gelar juara: Argentina, Spanyol sudah masuk kotak.
Aroma harum masih terasa di babak 8-Besar kali ini. Empat negara kaliber Piala Dunia masih berpeluang mengulang sejarah, yaitu: Brasil, Uruguay, Inggris dan Prancis untuk mempertahankan tradisi sejarah.
Mungkinkah ada kesebelasan baru untuk memperbarui sejarah menjadi negara kesembilan sebagai jawara? Apakah langkah Swedia, Belgia, Kroasia atau Rusia cukup memiliki potensi menyandang status The Best? Yang pasti, satu tempat bagi non juara ada di semifinal antara Rusia dan Kroasia.
Harga diri, sarana promosi negara, alat politik kekuasaan, popularitas bercampur dengan sedotan biaya besar. Jika dana tersedot berarti ada juga pihak yang diuntungkan. Dalam hal ini kita catat, FIFA sebagai pemilik hak yang menggelar PD.
Perdana Menteri Rusia, Vladimir Putin mendukung pelaksanaan PD ini dengan gelontoran biaya lebih dari 250 triliun rupiah. Dana dipakai untuk membangun dan memperbaiki 12 stadion yang lengkap dengan fasilitas modern serta memuluskan infrastruktur.
FIFA adalah organisasi masyarakat terbesar dan terkaya di dunia. Organisasi yang bermarkas di Swiss ini mempunyai 205 anggota, bandingkan dengan PBB yang hanya 193 negara.
Saking banyaknya dana yang terkumpul dari sponsor, FIFA selalu menyantuni anggotanya dalam jumlah besar. Kekuasaan itu pula yang membuat mereka memiliki status eksklusif terhadap anggotanya, malah terkesan statuta FIFA lebih tinggi dari undang-undang di negara tertentu.
Inovasi peningkatan derap langkah terus dilakukan. Delapan tahun ke depan, ditetapkan Piala Dunia 2026, jumlah peserta tidak lagi 32 negara, tapi menjadi 48 negara. Alasannya, membuka peluang bagi negara-negara kecil merasakan pesta dunia itu.
Penyelenggaraan Piala Dunia adalah lumbung raksasa mengisi pundi-pundi FIFA. Seturut dengan itu, hadiah bagi pemenang juga terus ditingkatkan. Pada PD Brasil 2014 disediakan total hadiah $ 358 juta, kini meningkat menjadi $ 400 juta, setara dengan 5,4 triliun rupiah.
Sang juara akan mengantungi $ 38 juta, runner-up $ 28 juta. Tim yang rontok di babak penyisihan grup juga kebagian rezeki masing-masing $ 8 juta. Artinya, Piala Dunia ini bukan hanya bicara gengsi, tapi juga fulus.
Juara mengantungi hadiah sekitar 5,13 triliun rupiah, jumlah itu hampir sama dengan biaya pelaksanaan Asian Games 2018. Atau bandingkan dengan dana APBN untuk Kemenpora 2018 sebesar 5,037 triliun yang sudah disetujui DPR.
Menjelang perayaan Indonesia merdeka 100 Tahun pada 2045, apakah impian menjadi negara hebat bisa kita capai? Atau kita cukup menjadi penonton paling setia dan heboh? Mari, pikirkan dari sekarang!