Bola.com, Jakarta - Kasus kematian suporter kembali terjadi di Indonesia. Insiden negatif itu terjadi sebelum bergulirnya duel antara Persib Bandung dan Persija Jakarta, di Stadion Bandung Lautan Api (GBLA), Minggu (23/9/2018).
Baca Juga
Haringga Sirila, pemuda asal Jakarta menjadi korban insiden nahas tersebut. Dia meninggal dunia karena menjadi bulan-bulanan massa pendukung Persib Bandung.
Berbagai kecaman dari sejumlah elemen pun mencuat. Badan Olahraga Profesional (BOPI), dan Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengutuk keras insiden yang mencederai nilai sportivitas tersebut.
BOPI dan Kemenpora berang karena perstiwa ini bukanlah yang perdana. Terhitung sudah tujuh nyawa melayang akibat fanatisme sempit rivalitas Persija dan Persib.
Tidak hanya lembaga pemerintah, para pemain yang tampil di Liga 1 2018 juga bertindak memboikot laga pekan ke-24. Mereka enggan bermain sebagai bentuk belansungkawa, serta sekaligus desakan kepada para suporter.
Akan tetapi, kritik dan langkah yang diambil sejumlah elemen sepak bola itu belum dibarengi dengan sanksi tegas dari pihak federasi. Hingga saat ini, Komisi Disiplin (Komdis) yang dinaungi PSSI masih belum memberikan tindakan nyata.
Bahkan, kasus-kasus kematian suporter terdahulu menguap tanpa adanya tindakan lebih lanjut. Hukuman yang diberikan Komdis PSSI pun terbilang ringan untuk ukuran nyawa yang melayang.
Pengurangan poin akibat kerusuhan suporter sampai merenggut korban jiwa, belum terjadi sampai saat ini. Sanksi tersebut hanya berlaku ketika klub menunggak gaji para pemain.
Komdis PSSI selalu berkutat dengan hukuman denda dan larangan suporter menyaksikan pertandingan. Anggapan itu berkaca dari insiden tewasnya Bobotoh Ricko Andrean pada 2017.
Komdis PSSI hanya menjatuhkan hukuman untuk Persib sebanyak lima laga tanpa penonton. Namun, faktanya suporter Indonesia masih diperbolehkan masuk asalkan tidak memakai atribut klub.
Kematian Suporter di Liga Eropa
Hukuman "ringan" terkait tewasnya suporter tidak hanya ada di Tanah Air. Di Eropa, sanksi hilangnya nyawa seorang pendukung juga tidak ditanggapi serius oleh federasi ataupun lembaga terkait di dunia olahraga.
Pada Mei 2013, sepak bola Turki menuai sorotan negatif setelah pendukung Fenerbache, Burak Yildirim, tewas ditikam suporter Galatasaray, Yusuf Ortak.
Kejadian ini berlangsung setelah derby Istanbul antara kedua klub. Yildirim, yang ketika itu masih berusia 19 tahun, tengah menuju rumahnya setelah menonton pertandingan menggunakan jersey klub kesayangnanya yang dimenangi Fenerbahce dengan skor 2-1.
Tiba-tiba sekelompok suporter Galatasaray datang menyerang Yildirim di halte bus. Yildirim yang terkena tusukan benda tajam, langsung dibawa ke rumah sakit daerah setempat.
Akan tetapi, setelah mendapat perawatan dari tim medis, nyawanya tidak tertolong. Menurut Guardian, Ortak kemudian ditangkap pihak berwajib untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Asosiasi Sepak Bola Turki (TFF), bersama Kementrian Olahraganya, lantas mengambil langkah membekukan Liga Utama Turki sebagai sanksi atas peristiwa tersebut. Namun, hukuman itu tidak bertahan lama karena liga hanya vakum selama sepekan.
Kematian Suporter di Italia
Selain di Turki, Italia juga mengalami insiden tewasnya suporter pada November 2017. Dia adalah pendukung Lazio, Gabriel Sandri. Gabriele terbunuh akibat peluru nyasar yang bersarang di lehernya.
Gabriele ketika itu sedang dalam perjalanan bersama teman-temannya menuju Milan untuk menyaksikan Lazio bertanding. Mereka melewati area Badio al Pino. Di sana terjadi perkelahian dengan suporter Juventus.
Dari seberang jalan, seorang polisi yang tengah berpatroli tiba untuk membubarkan massa. Gabriele kemudian melompat ke mobil bersama teman-temannya.
Spaccarotella, yakni polisi yang bertugas saat itu, mengejar Gabriele dan kawan-kawan. Spaccarotella berhenti lalu menembakkan pistolnya sebanyak dua kali. Menurut media-media Italia, arah peluru tidak terkendali dan mengenai Gabriele tepat di leher dan menewaskannya.
Rapat darurat Asosiasi Sepak Bola Italia (FIGC) dilakukan untuk membahas insiden tersebut. Mereka pun memutuskan hanya menunda laga Inter Milan dan Lazio. Namun, sejumlah pertandingan lain yang telah terjadwal akan tetap berlangsung.
Sementara itu, Spaccarotella divonis hukuman 9 tahun dan 4 bulan penjara karena melakukan kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia.