Jakarta - Sepak bola Indonesia kembali dinaungi awan gelap saat seorang suporter Persija Jakarta, Haringga Sirla meninggal dunia sebelum duel Persib vs Persija digelar di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Minggu (23/9/2018). Haringga seorang suporter lugu yang mungkin tak pernah menyangka bakal menjemput ajal di Bandung menjadi tumbal dari sengitnya rivalitas antara Persib dan Persija.
Haringga bukan korban suporter pertama dari sengitnya rivalitas antar klub di sepak bola Indonesia. Haringga merupakan korban terakhir dari deretan panjang kasus meninggalnya suporter saat mendukung klub kesayangan mereka di kompetisi sepak bola Indonesia.
Organisasi nirlaba Save our Soccer mencatat, ada 55 suporterIndonesia yang meninggal gara-gara kekerasan di sepak bola. Mengapa ini terus terjadi? Kapan ini bakal berhenti?
Menteri Pemuda Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi pun mengambil langkah tegas. Dia meminta PSSI segera menghentikan Liga 1 untuk sementara sebagai respons menyusul meninggalnya suporter Persija, Haringga Sarila.
Desakan ini merespons tewasnya suporter Persija Jakarta, Haringga Sirila, saat pertandingan melawan Persib Bandung di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Minggu (23/9/2018).
"Pemerintah meminta liga dihentikan selama dua minggu. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga korban dan juga bentuk belasungkawa nasional," ujar Menpora dalam jumpa pers di kantor Kemenpora, Selasa (25/9/2018).
Imam menambahkan, dalam dua minggu tersebut pemerintah akan mengevaluasi langkah-langkah yang dilakukan PSSI. Imam juga menegaskan, Kemenpora bakal serius mengawal tindakan PSSI.
"Di saat penghentian, kita minta kepada PSSI dan operator untuk lakukan hal luar biasa, tegas, berani, dan tegakkan regulasi. Tidak hanya bentuk dana kepada siapa pun," ujar Menpora Imam.
Permintaan Menpora langsung dijawab PSSI. PSSI menghentikan sementara Liga 1 2018 hingga jangka waktu yang belum ditentukan. Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi mengumumkan sikap itu menyusul tewasnya suporter Persija Jakarta, Haringga Sirla, Minggu (23/9/2018).
"Kami menghentikan sementara Liga 1 senior di 18 klub sampai batas waktu yang belum ditentukan," kata Edy pada konferensi pers di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (25/9/2018).
"PSSI akan berkoordinasi dengan pihak AFC dan FIFA, dan juga pihak terkait lainnya, seperti BOPI (Badan Olahraga Profesional) dan Kemenpora (Kementrian Pemuda dan Olahraga)," ujar Edy.
Obat Peredam
Kebrutalan suporter sepak bola tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara yang sepak bolanya sudah mapan seperti di Eropa, kekerasan yang dilakukan suporter juga terjadi.
Inggris, Spanyol, Yunani, Turki, Jerman dan Italia juga kerap menjadi tempat terjadinya keributan antar suporter. Lalu bagaimana cara mereka mengatasi kebrutalan suporter mereka?
Di Italia,Presiden Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) mengancam membatalkan seluruh liga di negara itu, setelah rentetan kekerasan oleh suporter berlangsung pada Januari 2007.
Salah satunya ketika seorang ofisial klub amatir Sammartinese tewas ketika terjebak dalam perkelahian antara pendukung dan pemain bola, pada Sabtu 27 Januari 2007.
Kala mengancam akan membatalkan seluruh kompetisi, Presiden FIGC saat itu, Luca Pancalli, menyebut, "Kita dalam kondisi genting. Untuk memperbaiki citra sepak bola, saya siap mengambil langkah drastis."
Dan beberapa hari setelahnya, kematian karena aksi pendukung sepak bola Italia kembali terjadi. Geram, Pancalli pun melaksanakan janjinya, membatalkan seluruh pertandingan, bahkan laga yang digelar oleh tim nasional Italia selama sepekan.
Di Turki lain lagi caranya. Salah satu klub yaitu Fenerbahce mencoba redam anarkisme suporter dengan melarang suporter laki-laki datang ke stadion.
Kantor Berita Anadolu melaporkan, saat laga antara Fenerbahce dan Manisaspor, di Istanbul, pada September 2011, Fenerbahce memberikan lebih 41.000 tiket gratis kepada penonton perempuan dan anak-anak.
"Ini akan saya ingat selamanya. Jarang sekali stadion dipenuhi perempuan dan anak-anak," kata kapten Fenerbahce waktu itu, Alex de Sousa, seperti dilaporkan Kantor Berita Anadolu.
Rusia salah satu negara yang kerap dilanda kerusuhan antar suporter. Ini sudah terjadi sejak awal tahun 2000-an.Spartak Moscow, Lokomotiv Moscow dan CSKA Moscow adalah klub yang pendukungnya kerap rusuh.
Rusia pun memiliki polisi anti-huru hara dengan perlengkapan komplet, yang kerap dipanggil para suporter sebagai "kosmonot", karena pakaian pelindung tebal dan helm yang mereka kenakan.
Polisi tersebut dilengkapi tameng, pentungan, dan gas air mata untuk menindak tegas pelaku, yang sering bersenjata.
Bahkan, tiga pekan jelang pembukaan Piala Dunia 2018, pemerintahan Presiden Vladimir Putin meluncurkan video yangmemperlihatkan polisi menguji coba penggunaan pistol dan senapan mesin, untuk menakut-nakuti penggemar yang berniat rusuh.
Lebih jauh lagi, hukuman terkait tindakan yang dilakukan suporter juga bisa dijatuhkan pada klub atau tim nasional yang didukungnya.
Pada 2016 lalu, Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) mendeportasi 50 suporter asal Rusia, dan menjatuhkan sanksi denda €150.000 atau sekitar Rp 2,7 miliar kepada tim nasional Rusia, setelah melakukan kekerasan berantai dan terkoordinasi, saat penyelenggaraan Euro 2016 di Prancis.
Cara Bambang Pamungkas
Mencari efek jera buat suporter yang rusuh menjadi cara yang paling dicari-cari. Striker Persija, Bambang Pamungkas di blognya menulis, otoritas sepak bola bisa memberi sanksi yang membuat suporter ketakutan.
Sebagai seorang pemain profesional yang hidup dari sepak bola, pemain yang akrab disapa Bepe itu menilai hukuman denda kepada klub yang selalu diberlakukan karena ulah suporter bukan lagi hukuman yang efektif, terutama ketika para suporter seakan sudah tak peduli dengan beban yang dipikul klub karena perilaku mereka.
"Di Indonesia, hukuman denda kepada klub untuk ulah yang dilakukan suporter sudah tidak lagi efektif. Hal tersebut tidak berdampak langsung kepada suporter," ujar Bambang Pamungkas dalam tulisan terbarunya, "Kita (Mungkin) Memang Tak Pantas", yang diunggah ke dalam situs pribadinya.
"Mereka merasa membayar untuk menyaksikan pertandingan, sehingga yang ada di dalam benak mereka adalah, 'Ya tinggal bayar saja pakai uang tiket. Toh kita nonton bayar kok'. Hukuman model ini hanya memberatkan klub, namun tidak memberikan efek jera kepada sumber permasalahannya," lanjutnya.
Ide ekstrem pun diberikan oleh Bepe agar suporter bisa merasakan dampak langsung dari hukuman tersebut. Bambang Pamungkas pun berharap dengan demikian suporter bisa ikut berpikir dan menjaga perilaku untuk kebaikan klub kesayangannya.
"Untuk suatu masalah yang ekstrem diperlukan tindakan yang juga ekstrem. Ketakutan dan kekecewaan terbesar suporter adalah ketika melihat tim kebanggaannya kalah (tidak mendapatkan poin). Menurut saya, federasi dalam hal ini PSSI harus mulai bermain di zona itu. Dengan apa? Dengan pengurangan poin. Tinggal dilihat saja pada tingkatan mana pelanggaran yang dilakukan oleh suporter. Semakin berat masalah yang dibuat suporter sebuah tim, maka semakin banyak poin yang akan dikurangi," ujarnya.
"Jadi jika suporter tidak ingin tim kesayangannya mendapatkan pengurangan poin, ya harus menjaga perilaku di dalam dan di sekitar stadion dengan sebaik mungkin. Dari sana kita harapkan akan timbul rasa khawatir sehingga kemudian menimbulkan introspeksi dan saling mengingatkan di antara mereka. Hukuman pengurangan poin akan menjadi hukuman yang teramat sangat berat bagi sebuah tim. Hukuman yang juga akan langsung dirasakan oleh suporter tim tersebut," kata Bambang Pamungkas.