Bola.com, Malang - Laga Derbi Jatim yang mempertemukan Arema FC dengan Persebaya berlangsung seru. Pertandingan pekan ke-24 Liga 1 ini berakhir dengan skor 1-0 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu sore (6/10/2018).
Meski balutan rivalitas menghiasi laga ini, upaya untuk tetap mencairkan suasan tetap dilakukan. Itu terjadi sebelum pertandingan dilangsungkan, saat kedua tim menjalani pemanasan.
Baca Juga
Pemandangan menarik terlihat sesaat setelah para pemain Persebaya memasuki lapangan. Mereka memberi salam dengan menangkupkan kedua tangan kepada suporter tuan rumah, Aremania.
Psikolog Persebaya, Afif Kurniawan menjelaskan mengenai momen yang langka terjadi ini. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Rendi Irwan dkk seharusnya bukanlah menjadi hal yang spesial.
“Itu bukan hanya saat melawan Arema karena bentuk respect tim terhadap sepak bola. Bertandang ke manapun, kami akan tetap lakukan itu. Rivalitas ada dalam setiap pertandingan, tidak perlu dibedakan. Itu juga bentuk penghargaan tim kepada suporter tuan rumah,” kata pria berusia 33 tahun itu.
Selama ini, hubungan suporter Arema dan Persebaya memang dikenal kurang harmonis. Keduanya masih merasa menjadi rival abadi dan kerap saling ejek, baik secara langsung maupun lewat media sosial.
Identitas Kedaerahana
Bahkan, perseteruan itu kerap mengakar kepada identitas kedaerahan, Malang dan Surabaya. Seseorang dari Malang selalu diidentikkan sebagai Aremania, sementara yang dari Surabaya disebut sebagai Bonek.
Sebagai contoh, Afif adalah orang yang mampu tetap bersikap profesional dengan pembedaan itu. Pria kelahiran Pasuruan itu berdomisili asli di Malang dan menempu pendidikan dari SMP hingga bangku kuliah di Kota Apel.
“Saya menempuh pendidikan di SMPN 3 Malang, SMAN 4 Malang, dan kemudian S1 di UIN Maliki Malang. Pendidikan S2 saya memang ditempuh di Surabaya. Saya pikir seharusnya tidak jadi masalah,” imbuhnya.
Sayangnya, usaha dari pemain Persebaya untuk tetap bersikap baik di dalam lapangan kurang mendapat sambutan dari Aremania. Banyak yang masih mengejek dan menyanyikan lagu bernada provokasi.
Pada laga ini, Aremania terlihat lebih banyak menyanyikan lagu mengejek suporter lawan daripada memberi dukungan untuk Arema. Bahkan, beberapa kali terjadi chaos di tribun akibat perkelahian sesama suporter.
Semua hal itu kemudian ditutup dengan perilaku kurang baik di stadion. Mereka menembus masuk ke area lapangan begitu peluit panjang dibunyikan.
“Yang perlu didewasakan adalah sikap suporter terhadap simbol-simbol respek sepak bola. Dengan tidak membedakan, maka mentalitas bertanding yang ditunjukkan pemain tetap berada pada set yang tepat: winning attitude,” tandas pria yang merupakan dosen Psikologi di Universitas Airlangga itu.
Baca Juga