Jakarta - Posisi Bima Sakti sebagai pelatih Timnas Indonesia tengah berada di ujung tanduk. Kegagalan di Piala AFF 2018 membuat Bima rentan tergusur dari jabatannya.
Meski masih menyisakan satu pertandingan lagi, peluang Timnas Indonesia melaju ke babak semifinal Piala AFF 2018 sudah tertutup. Hasil akhir pertandingan melawan Filipina di laga penutup Grup B yang akan berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Sabtu (24/11/2018) dipastikan tidak lagi bisa membantu langkah tim Merah Putih.
Ini tidak lepas dari hasil minor yang diraih Stefano Lilipaly dan kawan-kawan. Dari tiga pertandingan yang dilewati, Timnas Indonesia hanya menang sekali melawan Timor Leste (3-1). Sedangkan dua laga lainnya kalah saat bertemu Singapura dan Thailand.
Kini persaingan praktis hanya menyisakan Thailand, Filipina, dan Singapura. Sejauh ini, Thailand masih berada di urutan teratas dengan 7 poin dari tiga pertandingan.
Sementara posisi kedua ditempati Filipina dengan poin yang sama. Sedangkan Singapura berada di tempat ketiga dengan 6 poin dan Timnas Indonesia menyusul di urutan 4 dengan 3 poin.
Hasil ini menambah panjang deretan kegagalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2018. Sejak pertama kali tampil 1996 lalu, Tim Merah Putih belum sekalipun keluar sebagai juara. Prestasi terbaik pasukan Garuda di Piala AFF baru sebatas lima kali menjadi runner up.
Sebagai pelatih, Bima sudah pasrah. Dia bersedia mengambil tanggung jawab atas kegagalan itu. Bahkan, mantan pemain timnas Primavera itu siap dicopot dari jatabannya.
"Saya menyerahkan semuanya kepada federasi. Kami dari tim pelatih akan menerima apa pun konsekuensi dan menerima keputusan yang diambil federasi," ujar Bima Sakti kepada Bola.com, usai sesi latihan di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
"Kalau PSSI memutuskan kami untuk mundur, tentu kami siap," kata Bima.
Dalam menangani Timnas Indonesia, Bima memang tidak sendiri. Pria berusia 42 tahun itu dibantu koleganya, sesama mantan pemain timnas, Kurniawan Dwi Julianto sebagai asisten. Sementara posisi pelatih kiper ditempati mantan penjaga gawang timnas, Kurnia Sandi.
Tidak Bisa Instan
Komposisi ini sebenarnya terbilang unik. Sebab, ketiganya sama-sama pernah memperkuat timnas Indonesia dan pernah merasakan tampil pada Piala AFF. Artinya, Bima Cs sudah tidak asing lagi dengan turnamen yang dulu dikenal dengan sebutan Piala Tiger itu.
Namun pengalaman ini sepertinya tidak berpengaruh banyak bagi perjalanan timnas Indonesia di Piala AFF tahun ini. Sebab prestasi tidak bisa diraih dengan cara instan.
"Saya harap masyarakat mengerti kalau ini proses yang tidak mudah. Thailand dan Vietnam bisa seperti saat ini karena pembentukan usia dini dengan dasar yang bagus," kata Bima.
Sejak awal, sebenarnya tidak sedikit yang meragukan kapastias Bima. Sebab selama ini, pria asal Balikapan itu belum pernah sekalipun menjabat sebagai pelatih kepala. Saat berada di level klub, Bima Sakti paling banter menjabat sebagai asisten pelatih Persiba Balikpapan.
Meski demikian, asa sempat terjaga mengingat Bima sempat menjadi asisten pelatih Luis Milla, pelatih asal Spanyol yang selama dua tahun terakhir jadi pelatih Timnas Indonesia.
Mantan pemain Barcelona dan Real Madrid ini dianggap sukses membentuk permainan timnas Indonesia ke arah yang lebih baik. Indikatornya adalah permainan Hansamu Yama dan kawan-kawan pada SEA Games 2017 dan Asian Games 2018. Meski akhirnya sama-sama tidak menyumbang medali, sistem yang dibangun Milla telah mengundang banyak pujian.
Bima berusaha merawat warisan ini. Dia memanggil pemain yang sebelumnya menjadi langganan Milla. Bahkan Alberto 'Beto' Goncalves yang sudah berusia 37 tahun juga tetap disertakan. Begitu juga dengan pemain naturalisasi lainnya, Stefano Lilipaly.
Namun Bima bukan Milla. Bahan baku yang sama tidak lantas membuat ramuan serta merta manjur. Teknik dan strategi di lapangan tetap berpengaruh terhadap permaian timnas.
"Berbeda dengan saat Timnas Indonesia masih dipegang Luis Milla, terutama kecepatan saat memegang bola. Saat dulu dilatih Milla, alur bolanya bergerak cepat. Tapi, kalau menyalahkan pelatihnya juga salah. Penunjukannya itu lho yang layak dipersoalkan, kenapa pilihannya pengganti Luis Milla jatuh ke Bima Sakti," kata mantan striker timnas, Risdianto.
"Kasihan pelatihnya, ia sosok baru yang berkecimpung di dunia kepelatihan. Membebani pelatih baru untuk turnamen sebesar ini tentu tidak tepat," ujar eks Persija Jakarta itu.
Di laga perdana Grup B, Timnas Indonesia memang langsung menyerah 0-1 dari timnas Singapura. Sempat terhibur dengan kemenangan 1-3 dari Timor Leste, Tim Merah Putih kembali menelan kekalahan 2-4 dari Timnas Thailand pada pertandingan ketiga.
Pengganti Bima Mulai Bermunculan
Kegagalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2018 tentu bukan beban Bima saja. PSSI sebagai federasi juga bertanggung jawab. Apalagi, PSSI yang memberi mandat untuk memimpin timnas Indonesia di tengah minimnya pengalaman Bima Sakti sebagai pelatih kepala.
Menurut pengamat sepak bola asal Jawa Timur, Hanafing, kepada Bola.com, sebenarnya ada sejumlah kandidat yang lebih layak menukangi Tim Merah Putih. Salah satunya adalah mantan pemain timnas, Fakhri Husaini yang membawa Timnas di Piala AFF U-16 2018.
"Pengalamannya di level internasional juga sudah ada," kata Hanafing.
Selain itu, Hanafing menyebut satu nama pelatih asing yang dinilai cocok untuk menggantikan Bima Sakti. Dia adalah arsitek PSM Makassar asal Belanda, Robert Alberts.
Alberts dikenal sebagai satu di antara pelatih asing yang sudah lama berkiprah di Indonesia. Pelatih berusia 64 tahun itu pernah membawa Arema menjuarai ISL musim 2009-2010.
Hanafing juga menyebut nama Widodo C Putro. Selain berpengalaman sebagai pelatih kepala Bali United, Widodo juga pernah jadi asisten pelatih timnas, Alfred Riedl (2010 -2014.)
Sejauh ini, PSSI sebenarnya belum bersikap mengenai kelanjutan nasib Bima di Timnas Indonesia. Bima masih mendapat kesempatan untuk memimpin Tim Merah Putih menghadapi Filipina pada partai hiburan di SUGBK, Senayan, Jakarta, Sabtu (24/11/2018).
Meski sudah pasti tersingkir dari Piala AFF 2018, duel melawan The Azkals sebaiknya jangan hanya jadi formalitas. Sebaliknya ini jadi momen bagi Bima menunjukkan kemampuan terbaiknya.