Jakarta - Mencuatnya penolakan terhadap kepemimpinan Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI), turut ditanggapi managemen klub Sriwijaya FC.
Nama Erick Thohir pun dielu-elukan sebagai salah satu putera bangsa yang sudah mumpuni dalam pengelolaan klub sepak bola, termasuk di tingkat internasional.
Meskipun tidak mendukung secara lisan, namun manajemen Sriwijaya FC menilai sosok Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) tersebut, sangat dibutuhkan untuk mengelola liga profesional di Indonesia.
“Jika mau mencari sosok seperti itu, pilihan salah satunya Erick Thohir. Dia sudah terbukti membangkitkan Inter Milan dari klub bermasalah menjadi klub yang hebat,” kata Sekretaris PT Sriwijaya Optimis Mandiri (SOM) Sriwijaya FC Faisal Mursyid kepada Liputan6.com, Jumat (30/11/2018).
Penggantian Ketum PSSI bisa dilakukan dari hasil voting pemilik suara. Dari 106 voter atas PSSI, ada tiga voter dari Sumatera Selatan (Sumsel), yaitu Sriwijaya FC, Persimura (Musi Rawas) dan Asprov Sumsel.
Dia menilai, sejumlah klub sepak bola di Indonesia melihat persoalan liga yang utama ada pada pengelolaan manajemennya.
Sriwijaya FC pun mengharapkan adanya perbaikan dalam pengelolaan Liga 1, sehingga industri sepak bola Tanah Air semakin maju.
“Permasalahan dasarnya itu pada finansial. Setiap klub mengalami kesulitan keuangan. Jika liga bisa dikelola secara bisnis dengan baik dan bisa membagi dana cukup besar, ini akan mempermudah klub,” ujarnya.
Seperti pembagian dana sebesar Rp 7,5 Miliar untuk klub sepak bola peserta Liga 1. Dana tersebut harus dibagi juga untuk pengelolaan Tim U-16 dan U-19.
Dana Sharing Liga
Dana tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2017 dengan total Rp 7 Miliar dan tidak harus dibagi dengan tim usia muda.
Dengan jumlah sharing keuntungan hanya Rp 7,5 miliar ini sangat kurang. Apalagi pengeluaran SFC setiap musim berkisar Rp 30 miliar,” ungkapnya.
Manajemen Sriwijaya FC juga mengharapkan adanya perbaikan dalam pengelolaan jadwal pertandingan. Karena dari pengalaman musim ini, Laskar Wong Kito merasa dirugikan.
Beberapa negara di Asia pun, lanjut Faisal, bisa dijadikan contoh pengelolaan klub sepak bola yang baik, seperti Tiongkok dan Jepang.
“Dua pemain kami dipinjam timnas, padahal jika Timnas bertanding maka liga di stop. Di negara kita berbeda, membuat jadwal liga dulu baru jadwal Timnas,” ujarnya.