Bola.com, Makassar - Stadion Utama Senayan, 23 Juli 2000 bergemuruh oleh teriakan takbir suporter PSM Makassar usai wasit Djajat Sudrajat meniup peluit panjang.
Sementara di lapangan, seluruh elemen tim Juku Eja saling berangkulan menyambut kemenangan 3-2 atas Pupuk Kaltim Bontang pada partai puncak Liga Indonesia Bank Mandiri 1999/2000.
Baca Juga
Ini gelar perdana PSM di pentas Liga Indonesia yang merupakan penyatuan dua kompetisi, Perserikatan dan Galatama pada 1994 lalu. Juku Eja, klub tertua di Indonesia dengan lima gelar era Perserikatan kembali berjaya setelah terakhir merebut Piala Presiden pada 1992.
Gelar juara PSM menjadi lengkap setelah sang kapten, Bima Sakti terpilih sebagai pemain terbaik. Pencapaian alumni PSSI Primavera ini terbilang fenomenal.
Sepanjang musim, gelandang yang akrab dengan jersey bernomor punggung 11 tidak pernah meraih satu pun kartu kuning. Padahal, Bima tampil reguler sebagai pemain jangkar PSM, posisi yang sejatinya rentan mendapat kartu dari sang pengadil.
"Sebenarnya kami bisa menyapu bersih semua gelar andai Kurniawan Dwi Yulianto menjadi top scorer kompetisi," ujar Miro Baldo Bento, striker Juku Eja kepada Bola.com beberapa waktu lalu.
Menurut Bento yang kini menjadi asisten pelatih tim nasional Timor Leste, seharusnya Kurniawan bisa menjadi top skorer andai mau mengambil sejumlah tendangan penalti yang didapatkan PSM selama kompetisi.
"Dia selalu menolak ketika diberi kesempatan. Sayang, dia akhirnya hanya kalah satu gol dari Bambang Pamungkas (striker Persija) yang menjadi top scorer dengan koleksi 24 gol," terang Bento.
Tim Bertabur Bintang
Bagi Bento, Kurniawan adalah duet terbaiknya di PSM. Pada partai final, Kuniawan mencetak dua dari tiga gol PSM ke gawang PKT pada menit ke-39 dan 62.
Satu gol lainnya dicetak Rahman Usman, striker berjuluk supersubs Juku Eja pada menit ke-59. PKT yang tertinggal 0-3 akhirnya mampu menipiskan kekalahan lewat dua gol yang dicetak masing-masing oleh Aries Budi Prasetyo (75) dan Fachry Husaini 80-pen.
Gelar yang direngkuh PSM pada 2000, sejatinya sudah diprediksi sejak awal. Dibawah kendali dua bersaudara, Nurdin Halid dan Kadir Halid, Juku Eja menjadi klub yang paling ditakuti. Selain dana berlimpah, materi PSM terbilang mentereng di setiap lini.
Di posisi kiper ada Hendro Kartiko dan Ansar Abdullah yang bergantian tampil. PSM juga memiliki tiga bek sayap, Aji Santoso, Ortisan Salossa dan Yusrifar Djafar yang sama-sama agresif.
Sementara di posisi bek sentral sosok Syamsuddin Batola, Josep Lewono, Ronny Ririn dan Alibaba adalah momok buat striker lawan.Ditengah, duet terbaik Bima Sakti dan Carlos de Mello adalah dinamo PSM.
Keduanya ditopang oleh gelandang bertenaga kuda, Yuniarto Budi. Mereka tampil reguler untuk menopang duet striker Kurniawan dan Bento.
Racikan Syamsuddin Umar dan Henk Wullem
Materi mentereng ini semakin lengkap dengan racikan strategi Syamsuddin Umar sebagai pelatih dan Henk Wullem (Direktur Teknik). Alhasil, PSM jadi tim paling dominan.
Sepanjang musim Liga Bank Mandiri yang memakai sistem pembagian dua wilayah dan babak 8 Besar di Jakarta ini, PSM mencetak 21 kali kemenangan, 8 imbang dan 2 kalah.
Juku Eja pun menjadi tim paling agresif dengan mengemas 53 gol dan hanya kemasukkan 19 gol.
"Di setiap partai, terutama kala bermain di Stadion Andi Matalatta Mattoangin, kami selalu berpesta. Di Makassar, PSM menyapu bersih kemenangan. Jadi, ketika bermain di Senayan, pesta juara itu hanya pelengkap pesta kami sepanjang musim," ungkap Iskandar 'Karaeng' Muzakkir, pentolan suporter Hasanuddin, kelompok suporter militan PSM kala itu.
Menurut Karaeng, sentuhan duet Nurdin dan Kadir sebagai pengelola PSM memang berbeda.
"Keduanya sangat total di PSM. Mereka tidak hanya mengeluarkan dana yang besar tapi juga selalu hadir di setiap partai yang dimainkan PSM. Itu yang membuat kami yakin PSM bakal juara sejak kompetisi musim itu dimulai," kenang Karaeng.