Kisah Tragis Sriwijaya FC dan Rahmad Darmawan di Liga 1 2018

oleh Ario Yosia diperbarui 13 Des 2018, 07:30 WIB
Pelatih Mitra Kukar, Rahmad Darmawan, melakukan protes kepada wasit saat melawan Persija Jakata pada laga Liga 1 di SUGBK, Jakarta, Minggu (09/12). Persija Jakarta menang 2-1 atas Mitra Kukar. (Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Bola.com, Jakarta - Sriwijaya FC dan Rahmad Darmawan jaminan sukses di persaingan kompetisi elite Tanah Air. Kombinasi itu bertabur gelar. Namun, di pentas Gojek Liga 1 2018 bersama Bukalapak, keduanya bak jadi pesakitan.

Sriwijaya FC harus menerima kenyataan pahit terdegradasi. Menghuni posisi 16 klasemen akhir Liga 1 2018, Laskar Wong Kito turun kasta bareng PSMS Medan dan Mitra Kukar.

Advertisement

Hal yang tak terbayangkan sebelumnya. Sriwijaya FC tercatat tiga kali jadi kampiun kompetisi elite musim 2007-2008 dan 2012. Klub yang dulunya bernama Persijatim Jakarta Timur sebelum diambil alih Pemprov Sumatra Selatan pada 2004, juga pengoleksi tiga gelar Piala Indonesia edisi: 2007-2008, 2009, dan 2010.

Menyongsong musim 2018, Sriwijaya FC jadi juara Piala Gubernur Kaltim. Tak ada yang membayangkan di kompetisi sebenarnya, tim yang kali terakhir dilatih Angel Alfredo Vera bisa terpuruk.

Sriwijaya FC menatap persaingan musim ini dengan semangat membara menjadi juara. Manajemen Laskar Wong Kito memulangkan pelatih top, Rahmad Darmawan, dari Malaysia guna memuluskan langkah menjadi yang terbaik.

Rahmad, yang sebelumnya melatih T-Team, bergerak cepat dengan mendatangkan seabrek pemain berkelas. Makan Konate (Mali), Alberto Goncalves, Esteban Vizcarra, Hamka Hamzah, Iskandar, Alfin Tuasalamony, deretan bintang kelas satu yang merapat ke Kota Pempek.

Namun, perjalanan Sriwijaya FC mulai tersendat begitu musim Pilkada dimulai. Dodi Alex Noerdin, Presiden Direktur PT Sriwijaya Optimis Mandiri yang menaungi klub, ikut bertarung dalam kontestasi Gubernur Sumsel.

Cerita tak sedap soal telatnya pembayaran gaji pemain dan staf pelatih mulai berembus. Puncaknya, keputusan perginya RD dan gerbong pemain bintang bawaannya.

Walau manajemen Sriwijaya FC menggunakan bahasa diplomatis, bubar jalannya deretan bintang merupakan hasil evaluasi prestasi di pengujung putaran pertama, tetap saja tak bisa menutupi isu liar kondisi keuangan klub porak poranda.

"Saya minta maaf ke suporter Sriwijaya FC karena harus meninggalkan klub di putaran kedua. Ada banyak cerita yang tidak bisa saya buka. Biarlah ini menjadi rahasia saya dengan klub," ujar Hamka Hamzah yang pindah ke Arema FC bareng Makan Konate serta Alfin Tuasalamony.

Situasi kian diperparah ketika Dodi kalah dalam pilkada. Herman Deru terpilih sebagai Gubernur Sumsel menggantikan ayah Dodi, Alex Noerdin. Seusai kalah, Dodi mundur dari manajemen Sriwijaya FC.

"Saya sudah tidak lagi di Sriwijaya FC. Semua sudah saya serahkan ke Bapak Muddai Madang (Direktur Utama PT SOM). Tapi, sesuai janji saya, Sriwijaya FC ini akan tetap diperhatikan, saya tetap mengeluarkan dana pribadi untuk kepentingan bonus tim," ujar Dodi, Minggu (11/11/2018).

Rahmad Darmawan akhirnya pergi dari tim. Ia digantikan Subangkit.

2 dari 3 halaman

Subangkit Hingga Alfredo Vera

Pelatih PSIS, Subangkit, mengamati anak asuhnya saat melawan Martapura FC pada laga perebutan tempat ketiga Liga 2 di Stadion GBLA, Bandung, Selasa (28/11/2017). PSIS menang 6-4 atas Martapura FC. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Di tangan Subangkit, performa Sriwijaya FC makin jeblok. Tak lagi ada di persaingan juara, klub mulai ada di peredaran papan bawah.

Manajemen Sriwijaya FC mencoba melakukan perbaikan dengan mendatangkan beberapa pemain baru. Hanya kehadiran pemain sekelas Goran Gancev dan Alan Henrique tak menolong.

Melihat gejala tak beres, Subangkit kemudian dipecat dan digantikan Angel Alfredo Vera, yang pada putaran pertama menukangi Persebaya Surabaya. Namun, di tangan nakhoda asal Brasil itu, kondisi Sriwijaya FC tak membaik.

Tragisnya Sriwijaya FC menutup kompetisi dengan berada di zona merah.

Suasana hening dan sedih langsung menyelimuti jajaran pemain Sriwijaya FC setelah wasit Novari Ikhsan membunyikan peluit panjang akhir pertandingan melawan Arema FC di Stadion Kanjuruhan, Malang, Minggu (9/12/2018). Kekalahan 2-1 di laga itu membuat Laskar Wong Kito harus turun kasta ke Liga 2 pada musim 2019.

"Kami akan memiliki peluang besar lolos dari degradasi apabila menang. Namun, kenyataannya kami kalah, sebelumnya sempat unggul gol. Semuanya sudah terjadi, saya yang bertanggung jawab atas hasil tim ini. Saya tidak bisa bicara apa-apa lagi," ujar Alfredo.

"Atas nama Sriwijaya FC, saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Sumsel, khususnya pencinta Sriwijaya FC, yang selama ini memberikan dukungan kepada Sriwijaya FC," timpal Muddai Madang.

Muddai Maddang, yang juga pemilik saham mayoritas PT SOM, merasa dirinya yang paling bertanggung jawab atas perjalanan Sriwijaya FC di kompetisi Liga 1 2018. Rasa kecewa bercampur sedih sangat dirasakannya.

Apalagi saat membawa Tim Laskar Wong Kito untuk tetap di Liga 1, sangat menguras tenaga, pikiran dan finansial. Namun, pada akhirnya, Sriwijaya FC harus terdegradasi ke Liga 2 .

"Tapi, kami sudah berusaha maksimal menjaga marwah Sriwijaya FC untuk tetap berada di Liga 1. Tapi kalau memang harus degradasi, inilah olahraga. Yang mana naik turun kasta itu menjadi bagian dari seni olahraga sepak bola," katanya.

Muddai Madang menebar janji akan fight mengembalikan Sriwijaya FC ke peredaran elite pada musim 2020.

3 dari 3 halaman

Kali Pertama Melatih Tim yang Turun Kasta

Sriwijaya FC tertunduk setelah kalah 1-2 dari Arema FC. Hasil itu membawa mereka terdegradasi. (Bola.com/Iwan Setiawan)

Rahmad Darmawan tak kalah menderita dengan klub yang diasuhnya di putaran pertama Liga 1 2018. Arsitek asal Lampung tersebut selama ini jadi jaminan mutu gelar juara. 

Karier RD melesat setelah mengantar Persipura Jayapura juara Liga Indonesia edisi 2005. Mentor kelahiran 28 November 1966 itu selanjutnya mempersembahkan gelar kasta tertinggi musim 2007–2008 buat Sriwijaya FC. Pada musim yang sama Laskar Wong Kito jadi juara Piala Indonesia.

Gelar serupa dipersembahkan RD buat Sriwijaya FC pada musim 2008–2009, 2009–2010. Lewat prestasinya ia kemudian dipercaya jadi pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2011 dan 2013.

Di dua ajang tersebut, RD mempersembahkan medali perak. Di setiap musimnya sang mentor selalu jadi rebutan klub elite. Ia sedikit pelatih yang bayarannya sama mahal dengan pemain-pemain top.

Namun, cerita sukses RD seperti tak berbekas musim ini. Pulang dari Negeri Jiran, RD seperti kehilangan kesaktiannya.

Mendapat mandat mengantar Sriwijaya FC jadi jawara Liga 1 2018, RD dihadapkan situasi pahit klubnya tersandung kasus-kasus internal yang memengaruhi performa klub di pentas kompetisi.

Lantaran situasi Sriwijaya FC tak kondusif, RD akhirnya memutuskan menepi. "Maaf, saya tidak bisa cerita tentang apa yang terjadi di Sriwijaya FC," ungkap pria yang sempat berkarier di dunia militer di Kesatuan TNI Angkatan Laut.

Tak lama menganggur, Rahmad Darmawan didapuk menukangi Mitra Kukar pada bulan Juli 2018. Dengan tangan dinginnya, Fernando Rodriguez dkk. hanya meraih lima kemenangan, 11 kekalahan, dan sekali imbang.

Untuk kali pertama Rahmad merasakan penderitaan degradasi bersama tim yang diasuhnya. "Saya bertanggung jawab atas semua kegagalan ini. Pemain sudah berjuang, sayangnya hasil akhir tak berpihak ke kami," ucap RD.

Mitra Kukar masuk zona degradasi setelah kalah 1-2 dari Persija Jakarta di laga pekan terakhir yang dihelat di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Mingg (9/12/2018). 

Saat ditanya ke depan akan bagaimana, RD memberi jawaban diplomatis.

"Langkah saya selanjutnya, untuk introspeksi terhadap kegagalan dengan Mitra Kukar. Saya akan sekolah lagi untuk semakin pintar Pro License Modul 4 di Yogyakarta," kata Rahmad Darmawan.

Suatu yang lumrah dalam kehidupan, kadang ada di atas kadang di bawah. Semoga Sriwijaya FC dan Rahmad Darmawan bisa kembali bangkit dan mewarnai persaingan elite sepak bola Tanah Air.

Berita Terkait