Bola.com, Jakarta - Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Susy Susanti, meminta para atlet, termasuk skuat pelatnas, meningkatkan kualitas latihan. Menurut Susy, hasil yang diraih atlet tak lepas dari matangnya persiapan sebelum keberangkatan menuju turnamen.
Peraih medali emas tunggal putri di Olimpiade Barcelona 1992 ini menyatakan kebiasaan di latihan akan terbawa ke pertandingan.
Baca Juga
"Mengatasi tekanan di pertandingan harus dibiasakan dari latihan. Contoh, kalau sudah capek di latihan, kadang masih menawar, kalau ketat ya sudahlah, pasrah. Waktu latihan drilling 100 bola, kadang kalau sudah capek, shuttlecock sengaja dibikin nyangkut," kata Susy, melalui rilis dari PBSI yang diterima Bola.com, Selasa (6/2/2019).
"Kebiasaan di latihan itu akan kebawa, jadi cepat menyerah. Lalau bola susah enggak mau diambil lah. Lebih baik di latihan mikir yang terjelek dulu. Lalau nanti tidak sejelek itu di pertandingan, maka mainnya akan lebih enak," ujar Susy.
Susy juga menuturkan tenaga atlet di pertandingan pasti akan lebih terkuras karena adanya rasa tegang di lapangan. Untuk menyiasatinya, porsi latihan harus dilakukan minimal tiga kali lipatnya.
"Kalau latihan 20 kali smash, paling di pertandingan cuma lima sampai enam kali smash untuk satu poin. Kalau di tunggal, bisa 56 kali sampai 80 kali, latihannya harus tiga kali lipatnya. Di pertandingan, setengahnya saja sudah hilang karena tenaga lebih terkuras, ada rasa tegang, feeling belum dapat dan sebagainya. Nah, kalau kita bisa menerapkan yang setengahnya saja sudah bagus," tuturnya.
Susy menilai kesadaran menjadi hal utama yang akan membawa perubahan bagi atlet bersangkutan. Apalagi sebagai penghuni pelatnas yang merupakan tempat berkumpulnya pebulutangkus-pebulutangkis terbaik negeri ini.
"Ada atlet yang merasa sudah latihan, sudah habiskan program. Tapi kualitasnya bagaimana? Belum lagi yang nyolong-nyolong, kalau latihan kelincahan tidak sampai garis, aturannya harus menyentuh garis. Padahal ini kalau di pertandingan banyak manfaatnya, menentukan posisi dia menyerang," jelas Susy.
"Sudah dimarahi, tapi pelatih kan tidak bisa terus-terusan melihat satu-satu bolanya. Misalnya latihan tiga jam, tidak mungkin tiga jam ditunggui pelatih, pemain sudah dewasa juga, masak harus dilihatin terus menerus? Ingat, kebiasaan latihan akan terbawa ke pertandingan. Ada pemain yang bilang, ini kan cuma latihan, nanti kalau di pertandingan baru sungguh-sungguh, itu namanya mimpi!" kata Susy Susanti.