Bola.com, Jakarta - Kasus hukum yang menimpa Joko Driyono makin mempertegas sepak bola Indonesia biangnya persoalan. Dunia bal-balan Tanah Air tak pernah lepas dari kontroversial, apalagi bicara soal PSSI.
Joko Driyono yang berstatus sebagai Plt Ketum PSSI, ditetapkan sebagai tersangka oleh Satgas Anti Mafia Bola. Jokdri jadi tersangka kasus perusakan barang bukti pengaturan skor.
"Perusakan barang bukti," ujar Ketua Tim Media Satgas Anti Mafia Bola Kombes Argo Yuwono saat dimintai konfirmasi, Jumat (15/2/2019).
Tak disebutkan dengan jelas perusakan barang bukti apa yang disangkakan telah dilakukan Joko Driyono.
Pada awal Februari, Satgas Anti Mafia Bola menemukan dokumen yang sengaja dirusak saat penggeledahan di bekas kantor PT Liga Indonesia--yang kemudian digunakan untuk kantor marketing Persija Jakarta. Dokumen tersebut diduga milik Persija.
Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Syahar Diantono, ketika itu mengatakan dokumen tersebut merupakan dokumen keuangan. Sejauh ini, tiga orang saksi membenarkan dokumen itu milik Persija.
Joko Driyono dijerat dengan Pasal 363 KUHP dan atau Pasal 265 KUHP dan atau Pasal 233 KUHP. Pasal-pasal tersebut pada intinya mengenai tindakan pencurian dengan pemberatan atau perusakan barang bukti yang telah terpasang police line.
Penetapan status tersangka ini merupakan tindak lanjut dari penggeledahan yang dilakukan di apartemen Joko Driyono dan kantor PSSI. Penggeledahan dilakukan sejak Kamis (14/2) hingga Jumat (15/2) pagi.
Joko Driyono menjadi tersangka ke-12 yang ditetapkan oleh Satgas Antimafia Bola. Sebelas lainnya tersandung kasus pengaturan skor kompetisi Liga 2, antara PSS Sleman Vs Madura United. Dua anggota Komite Eksekutif PSSI, Hidayat dan Djahar Ling Eng, sudah menepi dari federasi karena kasus yang menimpanya.
Sepak bola Indonesia selalu sarat kontroversi. Kasus-kasus menghebohkan kerap muncul ke permukaan. Situasi yang mengenaskan jika melihat minimnya prestasi yang dibuat Tim Merah-Putih di ajang internasional.
Catatan sejarah menunjukkan kalau pencapaian tertinggi Indonesia hanya menjadi juara SEA Games 1987 dan 1991. Tim Garuda bahkan belum pernah jadi juara Piala AFF atau bahkan Piala Asia. Di level klub sama saja, belum ada satu pun klub asal negara kita mencatatkan diri di daftar juara kompetisi Asia.
Agak ironis mengingat Indonesia memiliki massa fans sepak bola yang amat berlimpah. Klub-klub Eropa menjadikan penggila sepak bola Indonesia sebagai pasar empuk.Yang sering muncul dari masa ke masa kejadian-kejadian kontroversial yang mencoreng noda hitam. Sayangnya, seakan tidak ada pembelajaran kasus-kasus tersebut kerap berulang.
Citra sepak bola Indonesia rusak di dunia internasional. Nama PSSI di mata masyarakat selalu dikonotasikan negatif. Hal ini terjadi karena mereka tidak benar-benar bisa mengurai permasalahan yang terjadi. Mayoritas kasus yang terjadi dunia balbalan Tanah Air endingnya selalu menggantung.
Bola.com mencatat sekurangnya ada lima kasus yang sempat menghebohkan dunia sepak bola Indonesia. Apa-apa saja?
Mafia Wasit di Liga Indonesia 1998
Rakernas PSSI yang dilaksanakan Februari 1998 dihebohkan dengan pernyataan yang dilontarkan Manajer Persikab Kab. Bandung, Endang Sobarna, tentang adanya permainan kotor di pentas kompetisi Liga Indonesia yang melibatkan wasit.
Ketua Umum PSSI saat itu, Azwar Anas langsung membentuk tim pencari fakta untuk mengusut tuntas kasus mafia wasit. PSSI lantas menghukum Wakil Ketua Komisi Wasit PSSI, Jafar Umar,dengan hukuman seumur hidup tak boleh terlibat di sepak bola nasional karena terbukti terlibat dalam pengaturan hasil pertandingan dengan melibatkan korps pengadil di lapangan.
Sebanyak 40 wasit Tanah Air juga masuk gerbong terdakwa dalam kasus match fixing. Beberapa di antaranya macam Khairul Agil, R. Pracoyo, Halik Jiro, terhitung sebagai figur top.
Sosok almarhum Jafar Umar, yang berstatus sebagai wasit FIFA sejak lama diisukan jadi Godfather mafia wasit. Ia dipergunjingkan menerima upeti dari para pengadil yang bertugas di pentas kompetisi profesional dan amatir.
Adang Ruchiatna, yang didapuk sebagai Tim Penanggulangan Masalah Perwasitan, sempat melaporkan kasus Jafar dkk. ke Polda Metro Jaya. Hanya saja pengusutan kasus di jalur hukup terhenti begitu Komisi Disiplin PSSI menjatuhkan sanksi.
Beberapa tahun lalu, Jafar sempat buka suara soal kasusnya. Ia menyebut dirinya hanya jadi kambing hitam karena ada sejumlah petinggi PSSI yang memegang kendali mengatur pertandingan dengan melibatkan komite wasit yang dipimpinnya. Hanya hingga berpulang ke Sang Khalik pada 12 Mei 2012, pria asal Pare-pare itu tidak pernah menyebut nama oknum pengurus PSSI yang ia maksud.
Sepak Bola Gajah Piala AFF 1998
Bicara soal Mursyid Effendi, publik sepak bola Indonesia masih ingat insiden gol bunuh diri ke gawang Thailand di Piala Tiger 1998 (sekarang Piala AFF). Bek yang dibesarkan Persebaya Surabaya tersebut dihukum FIFA dengan larangan tidak boleh tampil di level internasional seumur hidup.
Vonis itu diterima saat usianya masih dalam usia emas, yakni 26. Saat penampilannya juga tengah berada di puncak. Mursyid dianggap dengan sengaja menjebol gawangnya timnya sendiri dalam penyisihan grup saat melawan Thailand.
Di pengujung pertandingan saat skor pertandingan dalam situasi skor imbang 2-2, Mursyid yang berposisi sebagai stopper kemudian secara sengaja menendang bola ke dalam gawang sendiri. Indonesia pun akhirnya kalah 2-3 dari Tim Gajah Putih.
Tujuan Mursyid mencetak gol bunuh diri agar Tim Merah-Putih menghindari tuan rumah Vietnam di laga semifinal Piala Tiger. Ngenesnya saat berjumpa Singapura, Indonesia kalah 1-2. Di sisi lain Thailand digilas tiga gol tanpa balas oleh Vietnam. Tim Negeri Singa akhirnya jadi tim terbaik di Asia Tenggara kala itu.
Atas perbuatannya itu, Mursyid mendapat hukuman larangan tampil di pentas Internasional seumur hidup. Indonesia juga diberi hukuman denda sebesar USD 40 ribu oleh FIFA. Saat itu ia sebenarnya diberi kesempatan banding, namun PSSI tidak melakukan langkah apa-apa.
Untung, hukuman itu hanya berlaku di pentas internasional. Sehingga, Mursyid pun tetap bisa bermain di level nasional. Di Tim Bajul Ijo, Mursyid sukses mempersembahkan gelar juara kompetisi kasta tertinggi Liga Indonesia musim 1996-1997 dan 2004.
Kasus gol bunuh diri Mursyid Effendi membuat Ketua Umum PSSI, Azwar Anas, terpojok. Akhirnya ia memilih mundur untuk kemudian digantikan oleh Agum Gumelar.
Surat Kaleng Piala AFF 2010
Masyarakat dilanda euforia terhadap Timnas Indonesia di pentas Piala AFF 2010. Tim Garuda yang diasuh pelatih asal Austria, Alfred Riedl, gagal juara setelah ditaklukkan Malaysia 2-4 pada laga puncak yang menggunakan format home and away.
Walau begitu, pencinta sepak bola nasional merasa puas dengan penampilan para bintang timnas seperti Firman Utina, Irfan Bachdim, Oktovianus Maniani, Ahmad Bustomi, dan Cristian Gonzales.
Sepanjang turnamen Tim Merah-Putih tampil amat dominan mulai dari penyisihan hingga semifinal. Raksasa Asia Tenggara, Thailand, dipaksa angkat koper di babak penyisihan setelah digasak 2-1. Penggawa Timnas Indonesia juga sempat menang telak 5-1 Malaysia.
Namun, kontroversi mencuat seiring munculnya surat kaleng ke media, soal adanya pengaturan skor di final Piala AFF 2010. Dugaan adanya andil dua oknum petinggi PSSI menjual pertandingan leg pertama final Piala AFF 2010 antara Malaysia melawan Indonesia mencuat ke permukaan menyusul aduan Eli Cohen melalui surat elektronik yang ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu.
Email dengan subjek "Mohon Penyelidikan Skandal Suap Saat Piala AFF di Malaysia" itu juga ditembuskan kepada Menpora, Ketua KPK, Ketua DPR, dan Ketua KONI. Eli Cohen (nama seorang agen Mossad, dinas rahasia Israel), sendiri mengaku sebagai pegawai pajak di lingkungan kementerian Keuangan RI.
Transkrip surat menyebutkan ada kejanggalan hasil akhir 3-0 untuk tuan rumah Malaysia. Kekalahan Indonesia sepertinya sudah ditentukan sebelum pertandingan dimulai karena diduga ada skandal permainan suap yang dilakukan bandar judi Malaysia dengan oknum petinggi PSSI.
Dengan kekalahan itu, baik bandar judi Malaysia maupun oknum petinggi PSSI telah meraup untung puluhan miliar rupiah. Untuk melancarkan operasinya, kedua oknum petinggi PSSI sempat masuk ke ruang ganti pemain dan memberikan instruksi skenario busuk kepada oknum pemain yang akhirnya berulah hingga menjatuhkan mental seluruh tim.
Gangguan sinar laser suporter Malaysia dalam laga tersebut disebut sang pembuat surat hanya bagian kecil dari skandal guna menutupi skenario suap yang sebenarnya.
Eli Cohen tidak hanya menuding oknum petinggi PSSI sebagai penyebab kekalahan Tim Merah-Putih, tetapi juga menuding sejumlah nama petinggi PSSI yang mendapatkan keuntungan besar dari kekalahan tersebut.
Mencuatnya surat elektronik tersebut membuat posisi Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, tersudut. Sejak tersandung kasus korupsi yang berujung masuk bui, tekanan meminta politisi asal Partai Golkar tersebut mundur dari PSSI deras mengalir.
Hanya saja posisi Nurdin aman karena mayoritas anggota PSSI masih memberi dukungan. Selepas Piala AFF, suporter berbagai klub Tanah Air turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi ke Kantor PSSI. Pada saat itu mereka menolak pencalonan kembali duet Nurdin Halid-Nirwan Dermawan Bakrie.
Gerakan mengusung calon baru, Geroge Toisutta serta Arifin Panigoro, yang diyakini bisa membawa perubahan menyeruak. Kongres PSSI di Kepulauan Riau berlangsung ricuh, karena sikap keras pengurus teras PSSI menolak pencalonan GT-AP. Pada ujungnya empat calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum PSSI dicoret oleh FIFA. Mereka tidak diperbolehkan mencalonkan diri.
Posisi Nurdin Halid kian oleng saat Menpora, Andi Mallarangeng, mengeluarkan surat pembekuan aktivitas PSSI. Kisruh yang melibatkan anggota-anggota PSSI terus memanas. FIFA menginstruksikan pembentukan Komite Normalisasi PSSI yang diketuai Agum Gumelar. Komite ini bertugas melakukan pemilihan kepengurusan PSSI.
Dalam Kongres Luar Biasa PSSI di Solo pada 2011 figur duet Djohar Arifin-Farid Rahman memenangi voting. Keduanya jagoan yang dimunculkan George Toisutta dan Arifin Panigoro, yang tidak bisa mencalonkan diri.
Dualisme Kompetisi
Kepengurusan PSSI Djohar Arifin melakukan langkah ekstrem melakukan perombakan sistem kompetisi. Kompetisi model baru Indonesia Primer League (IPL) dimunculkan menggantikan Indonesia Super League (ISL), yang notabene peninggalan kepengurusan Nurdin Halid.
Selain merombak format kompetisi PSSI yang disokong pengusaha minyak, Arifin Panigoro, mereka juga menganti operator kompetisi dari PT Liga Indonesia ke PT Liga Prima Indonesia Sportindo. Perseroan ini dihuni figur-figur penggagas breakaway league, Liga Primer Indonesia, yang muncul pada musim 2010.
Resistensi bermunculan dari kalangan klub, namun PSSI tetap dengan sikapnya. Mereka mengusung kebijakan tangan besi.
Klub-klub anggota PSSI terbelah menyikapi kompetisi baru. Sebagian besar memilih tetap ikut kompetisi ISL, yang dicap sempalan oleh PSSI. Dualisme klub pun bermunculan. Secara tiba-tiba bermunculan klub dengan nama sama tampil di dua kompetisi berbeda. Persija Jakarta, Arema Indonesia, Persebaya Surabaya, PSMS Medan, Gresik United, terpecah dua versi ISL dan IPL.
Kepengurusan PSSI mulai tidak solid. Sejumlah anggota Komite Eksekutif yang dimotori La Nyalla Mattalitti, memberi dukungan ke klub ISL. Mereka bahkan membentuk organisasi tandingan bernama Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI).
Komite ini kemudian menggelar kongres sendiri membentuk kepengurusan PSSI versi mereka. Jadilah pada musim 2012 kompetisi profesional Tanah Air berjalan dua versi. ISL yang dihuni klub-klub top cenderung diminati publik, namun eksistensi mereka tidak diakui FIFA dan juga AFC.
Pada bulan Maret 2013 kisruh dualisme di PSSI terselesaikan lewat forum Kongres Luar Biasa PSSI di Hotel Borobudur, Jakarta. Djohar Arifin dan La Nyalla Mattalitti bersatu mendukung kubu ISL. Balik badannya Djohar terasa kontroversial karena ia meninggalkan kolega-kolega pendukungnya di jajaran Komite Eksekutif. Ia membiarkan wakilnya, Farid Rahman dan sejumlah pengurus lainnya macam Sihar Sitorus, Tuti Dau, Mawardi Nurdin, dan Bob Hippy.
Bau konflik masih panas hingga kini. La Nyalla Mattalitti yang kini berstatus Presiden PSSI, posisinya panas terus dirongrong kubu yang sakit hati. Rumor merebak kalau pembekuan PSSI yang dilakukan Menpora, Imam Nahrawi, tak lepas dari bisikan kubu IPL.
Konflik PSSI saat ini terasa lebih parah dibanding era dualisme kompetisi. Pasalnya kompetisi berbagai level mati suri sepanjang 2015. Timnas Indonesia juga tak bisa tampil di turnamen internasional karena PSSI terkena sanksi pembekuan keanggotaan dari FIFA gara-gara kasus intervensi pemerintah.
Sepak Bola Gajah PSIS Vs PSS
PSS Sleman menang 3-2 atas PSIS Semarang pada laga pamungkas Grup N babak delapan besar Divisi Utama 2014, di Lapangan Akademi Angkatan Udara (AAU) Adisutjipto, Yogyakarta, pada Minggu (26/10/2014).
Semua gol pada pertandingan tersebut akibat gol bunuh diri.Gol PSS diciptakan Fadli Manan (90) dan Koemadi (90, 90+3). Sementara gol PSIS dikemas Hermawan (86) dan Agus Setiawan (88). Kedua tim tak mau menang untuk menghindari Borneo FC pada babak semifinal dengan alasan faktor nonteknis yang kental. Borneo FC sendiri finis di posisi kedua dengan raihan 10 poin, di bawah Martapura FC.
Insiden sepak bola gajah yang terjadi di Kota Gudeg tak hanya menghebohkan di Indonesia tapi juga sampai ke dunia internasional. Situs-situs asing ramai memberitakan insiden memalukan disertai rekaman gol-gol bunuh diri Tim Elang Jawa dan Mahesa Jenar.
Menpora, Imam Nahrawi, pun akhirnya memerintahkan PSSI mengusut tuntas kasus ini. Begitu pula FIFA dan AFC yang meminta PSSI mengusut kasus sepak bola gajah secara serius. Indonesia jadi salah satu negara yang rawan terjadi match fixing.
Salah satu klub asal Tanah Air, Persibo Bojonegoro, tersandung kasus pengaturan skor di Piala AFC musim 2013. Mereka kalah 0-8 dari klub Hong Kong, Sunray Cave JS Sun Hei. Mencuat kecurigaan kekalahan ini sudah diatur bandar judi internasional.
Berkaitan dengan kasus PSS vs PSIS, Komisi Disiplin PSSI menggelar sidang darurat, dengan keputusan tegas pertama mendiskualifikasi PSS dan PSIS. Selanjutnya Hinca Panjaitan dkk. menvonis skorsing seumur hidup pelatih PSS Sleman, Hery Kiswanto dan PSIS Semarang, Eko Riyadi. Mereka juga didenda sebesar Rp 200 juta. Sanksi serupa juga dijatuhkan ke para pencetak gol bunuh diri.