Bola.com, Jakarta Dalam konferensi pers yang digelar Asosiasi E-Sports Asia (AeSF) di tengah perhelatan Asian Games 2018 sempat muncul pertanyaan dari jurnalis perempuan Indonesia tentang tidak adanya pemisahan nomor-nomor e-sports untuk atlet putri dan putra. Hal ini dianggap sebuah praktik diskriminatif dan diharap tidak terulang di SEA Games 2019.
Presiden AeSF, Kenneth Fok, menjawab bahwa status e-sports sebagai cabang eksebisi membuat pengelompokkan ini memang masih sebatas wacana, tapi peluang pengelompokkan gender ini bisa jadi diwujudkan di SEA Games 2019.
Rencana pengelompokkan nomor-nomor cabang e-sports untuk putra dan putri di SEA Games 2019 ternyata juga tidak diwujudkan.
Akan tetapi, alasan yang muncul kali ini karena sebagai debutan cabang prestasi, yang medalinya telah masuk dalam tabel perolehan medali, e-sports tidak mungkin langsung memperebutkan terlalu banyak keping medali.
Dengan lima nomor yang sudah pasti dikompetisikan di Asian Games 2019: Tekken 7, Dota 2, StarCraft II, Mobile Legends dan AOV, jika dibagi untuk kelompok putra dan putri maka medali yang diperebutkan akan menjadi sepuluh medali emas.
Bila ditambah lagi dengan nomor NBA 2K19, yang masih dalam tahap pembicaraan antara panitia lokal Filipina dengan pihak NBA, maka total medali pun bisa menjadi 12. Peluang kategorisasi putra-putri tetap kecil. Imbasnya, isu mengenai kesetaraan gender dalam peluang meraih medali akhirnya kembali disuarakan kaum feminis Asia.
Pengaruh Pemilihan Warna dalam Nomor E-Sports
Sambil menunggu tanggapan dan rencana aksi panitia mengenai isu tersebut, penentuan peraturan soal jumlah atlet dan penentuan tanggal batas pendaftaran nama atlet ke SEA Games 2019 akan mulai diumumkan pada Maret depan.
Indonesia hingga Februari ini sudah menetapkan tiga nomor prioritas dengan target raihan emas, yaitu Tekken7, Dota 2 dan Mobile Legends.
Dalam ketiga nomor itu, Asosiasi E-Sports Indonesia (IeSPA) hingga kini mengindikasikan proses seleksi tidak membedakan jalur berdasarkan jenis kelamin karena memang pada level regional dan global kompetisi profesional pun menggabungkan perempuan dan laki-laki dalam satu wadah kompetisi.
Baca Juga
Ketua IeSPA, Eddy Lim, menyebut soal pengelompokkan divisi putra dan putri di kompetisi profesional sudah lama dibicarakan di forum-forum pertemuan pengurus asosiasi e-sports Asia dan dunia, namun masalahnya ada dalam soal proporsi populasi atlet putra-putri yang tidak seimbang di hampir semua nomor e-sports.
"Ketidakseimbangan ini muncul karena secara visual nomor-nomor e-sports memang sangat maskulin dan kemudian secara massal digemari laki-laki. Game-game feminin dengan warna-warna cerah yang tidak termasuk kategori e-sports, seperti Candy Crush misalnya, pasti digemari perempuan tapi justru kaum lelaki sebagai pasar terbesar industri ini justru tidak suka," terang Eddy kepada Bola.com.
Dengan populasi pengguna yang lebih sedikit dari kalangan perempuan, akhirnya level persaingan di nomor puteri pun pun terlalu rendah untuk memungkinkan digelar terpisah dari putra di event sekelas SEA Games 2019.
Lebih jauh lagi, Eddy memberi ilustrasi bagaimana nomor-nomor seperti Overwatch dan Fortnite mulai menjaring lebih banyak atlet profesional perempuan ketimbang Player Unknown Battleground (PUBG) yang sangat maskulin.
"Hal ini lagi-lagi karena jumlah populasi perempuan pengguna Overwatch dan Fortnite yang tertarik dengan warna-warna cerah dalam kedua nomor e-sports tersebut terus bertambah. Para pemandu bakat pun lebih mudah menemukan kandidat atlet profesional perempuan di kedua nomor itu," tambah Eddy lagi.
Estimasi Peningkatan Atlet E-Sports Perempuan di 2019
Pernyataan Eddy di atas sejalan dengan data yang diangkat Female First soal estimasi pertumbuhan jumlah atlet e-sports profesional perempuan pada 2019 yang akan menembus angka 20%.
Pertambahan ini didorong dengan meningkatnya kompetisi Overwatch di seluruh dunia sejak dirilis pada 2016.
Direktur Overwatch, Jeff Kaplan, menyebut misi dari para developer dalam perusahaannya adalah untuk menciptakan ekosistem di mana "semua orang bisa merasakan bahwa mereka layak dan bisa menjadi pahlawan".
Kaplan pun meyakini bahwa perasaan itulah akhirnya membuat kaum hawa menjadi pengikut setia Overwatch, selain karena tokoh utama di dalamnya, Tracer, adalah seorang wanita.
Sementara itu dari nomor Fortnite, dunia dikejutkan dengan penampilan impresif duet dua atlet profesional perempuan pertama dari Amerika Serikat, Tina "Tinaraes" Perez dan Madison "Maddiesuun" Mann, sejak akhir 2018.
Mereka direkrut tim elite Gen G Sports yang sebelumnya berkibar mendunia di nomor-nomor Overwatch, League of Legends, PUBG, Heroes of the Storm, dan Clash Royale.
Tinaraes (21) dan Maddiesunn (19) adalah dua atlet Fortnite pertama rekrutan Gen G sehingga praktis dalam nomor tersebut wakil tim yang dulu bernama KSV Esports ini bergender perempuan semua.
Keduanya telah meraih banyak trofi sebagai pemain amatir di level SMA dan para pemandu bakat Gen G Sports terpikat dengan demonstrasi skill mereka dalam forum live streaming e-sports lokal di Texas dan Massachusetts.
Tinaraes dan Maddiesun: Pekerja Keras
Tinaraes mengaku bermain e-sports sejak usia 4 tahun karena diperkenalkan pada dunia tersebut oleh sang ayah.
"Sejak saat itu saya selalu memainkan game secara teratur dan sistematis. Ketika berumur 11 tahun saya mulai menyukai permainan bergenre battle royale dan di dua tahun terakhir saya semakin kompetitif di nomor Fortnite," katanya kepada Akshon.
Sementara itu Maddiesuun mengenal e-sports sejak berumur 9 tahun ketika dirinya bermain Combat Arms dengan kakak lelaki serta ayahnya dengan platform PC.
"Sama seperti Tina, saya makin kompetitif sejak mulai tampil dalam live streaming H1Z1 dan akhirnya menjadi spesialis Fortnite," ujar Maddiesuun.
Sebagai pemain profesional keduanya kini hijrah ke Los Angeles dan menjalani kehidupan yang sungguh berbeda, namun tantangan itu menurut mereka sepadan dengan perolehan pendapatan, fasilitas, dan kepuasan dalam mengekspresikan bakat mereka.
"Kami sungguh heran ketika diberitahu bahwa sebelumnya tidak ada tim e-sports profesional yang mempekerjakan sebuah tim perempuan. Kaum wanita saya rasa seharusnya memiliki kesempatan yang sama karena yang diukur adalah prestasi hasil latihan keras tanpa memandang gender," tandas Tina.
Duet Tinaraes dan Maddiesunn telah mengalahkan tiga tim unggulan di Twitchcon 2018 dan diprediksi makin berkibar pada 2019 karena memiliki ketahanan dan strategi yang padu sebagai buah latihan spartan yang bahkan jarang ditunjukkan tim-tim elite yang telah mapan.
Fakta-fakta ini bersama data lain soal pertumbuhan jumlah perempuan penggiat e-sports telah diolah panitia SEA Games 2019. Kita tunggu apakah ini mengubah skema pelaksanaan e-sports di SEA Games Filipina pada November mendatang atau tidak.