Bola.com, Surabaya - Rencana Perseru Serui merger dengan Lampung Badak FC membuka memori pilu, namun punya kesan mendalam bagi Ruddy Keltjes. Pria asal Surabaya ini teringat masa susah di awal meniti karier sebagai pelatih profesional bersama Lampung Putra di era Galatama pada 1989-1990.
"Galatama adalah cikal bakal sepak bola profesional di Indonesia. Setelah pensiun jadi pemain di Niac Mitra, saya mulai menekuni profesi pelatih. Lampung Putra klub pertama yang saya tangani sebagai pelatih kepala," tutur Ruddy Keltjes.
Lantaran era profesional baru seumur jagung, mayoritas pengelolaan klub pun belum tertata rapi seperti sekarang. Pemilik klub merupakan orang-orang berduit yang peduli dan menggilai sepak bola.
"Salah satu orang itu Marzuli Warganegara, pemilik Lampung Putra. Dia punya bisnis pakan ternak merek Eterna. Sebelumnya, Marzuli pernah mendirikan Jaka Utama Lampung yang akhirnya dijual ke Bogor dan ganti nama Yanita Utama. Saya pernah main di Yanita Utama bersama almarhum Iswadi Idris. Kami bergantian jadi kapten tim dan dua kali menjuarai Galatama," ungkap Ruddy Keltjes.
Di Lampung Putra, Ruddy Keltjes digaji Rp700 ribu per bulan. "Ukuran waktu itu, gaji sebanyak itu termasuk besar karena gaji pemain masih Rp150-200 ribu per bulan. Sebagai pelatih baru, saya anggap gaji tersebut lumayan," katanya.
Namun, mantan pelatih Persipura ini tak sepenuhnya bisa menikmatinya jerih payahnya karena gaji tersebut sering dipinjam koki yang memasak kebutuhan pemain.
"Waktu itu saya hanya simpan uang gaji di bawah kasur. Saya tak punya rekening di bank. Biasanya, kalau akhir bulan ketika suplai dana untuk konsumsi dari bos telat, uang saya dipinjam untuk belanja oleh juru masak," kenangnya.
Padahal, waktu itu pria keturunan Madura-Belanda itu sudah berkeluarga dengan dua anak masih balita. Tetapi, Ruddy Keltjes sangat menikmati semua pengalaman tersebut.
"Saya bangga bisa melatih Lampung Putra karena Pak Marzuli memberi wewenang penuh kepada saya. Mulai memilih pemain hingga menyiapkan pertandingan," ujarnya.
Pengorbanan
Pemain yang pernah dilatih Ruddy Keltjes di Lampung Putra pada kompetisi Bentoel Galatama saat itu, seperti Robby Maruanaya, Muda Pulungan, kakak-adik Yance dan Daniel Sirey, Marwanto, serta Marzuki Badriawan.
"Setelah Lampung Putra kolaps, saya melatih Bentoel Galatama Jember. Saya mau ajak Marwanto dan Marzuki Badriawan, tapi mereka keburu dibajak Niac Mitra. Tapi, saya senang, karena mereka akhirnya jadi pemain sukses di Niac," ucap Ruddy Keltjes.
Ruddy Keltjes tak bisa melupakan kenangan pahit kala Lampung Putra melakoni tur Kalimantan menghadapi Pupuk Kaltim, Persiba Balikpapan, dan Barito Putera. Saat itu Ruddy Keltjes memimpin rombongan selama 20 hari.
"Karena dana minim dan keuangan tak cukup, saya terpaksa jual kalung emas, 1 ons, milik pribadi agar kami tetap bisa menginap dan makan. Kalung saya laku Rp10,680 juta. Uang dari jual kalung itu untuk hotel, makan, dan uang saku pemain selama tur," jelasnya.
Kendati begitu, Ruddy Keltjes menganggap pengorbanan itu tak seberapa, bila dibanding ilmu dan pengalaman yang didapatnya.
"Dengan pengalaman itu, saya bisa kuat menghadapi segala masalah. Coba bandingkan dengan orang-orang gila bola seperti Nirwan Bakrie, almarhum Haji Sulaiman, Haji Harbiansyah, almarhum Haji Mislan, Pardede, dan Acub Zainal. Generasi sekarang ini kan tinggal meneruskan perjuangan mereka," tuturnya.