Bola.com, Jakarta - Plt Ketua Umum PSSI, Joko Driyono , Senin (25/3/2019) resmi ditahan Satgas Antimafia Bola bentukan Mabes Polri berkaitan dengan dugaan pengaturan skor. Dia adalah salah tokoh populer yang malang melintang di dunia sepak bola Tanah Air sejak pertengahan era 2000.
Sebelum jadi pengurus PSSI, Joko mengawali karier sebagai pesepak bola amatir. Ia bahkan pernah tampil di kompetisi usia muda Piala Soeratin saat masih memperkuat klub amatir dari tanah kelahirannya, Ngawi.
Joko juga pernah tercatat sebagai pemain Putra Gelora, klub internal Persebaya yang didirikan H.M. Mislan. Haji Mislan adalah ayah Vigit Waluyo, yang saat ini juga merupakan salah satu tersangka dalam kasus pengaturan skor di Liga 2, antara PSS Sleman melawan Madura FC.
Bakat tersebut membawa Joko hampir menjadi pesepak bola profesional di klub Arseto Solo. Namun, saat itu karena kepentingan studi, ia lantas meninggalkan dunia si kulit bundar dan konsentrasi kuliah di Institut Teknologi Surabaya (ITS).
Kendati begitu, kecintaannya terhadap sepak bola tak hilang. Joko Driyono kemudian sempat menjalani profesi sebagai jurnalis olahraga. Bersinggungan dengan orang-orang sepak bola selama menjadi wartawan membuat Joko punya jaringan luas.
Saat bekerja di PT Krakatau Steel Joko kembali nyemplung dunia sepak bola. Ia diminta jadi perwakilan perusahaannya untuk mengelola klub Pelita Jaya KS pada 2004. Pelita Jaya merupakan klub milik pengusaha Nirwan Dermawan Bakrie, yang kerap berpindah-pindah markas. Mereka berkongsi dengan PT Krakatau Steel yang bermarkas di Cilegon.
Dua tahun mengelola klub tersebut nama Joko Driyono mulai populer di kalangan stakeholder sepak bola Tanah Air. Dia kemudian didapuk oleh petinggi-petinggi klub sebagai Ketua Asosiasi Klub Profesional (Akpro) pada 2005. Saat itu kepengurusan PSSI, Nurdin Halid, tengah menggodok formulasi kompetisi baru berkolaborasi dengan Akpro.
Konseptor Liga
Dinilai memiliki konsep yang bagus dalam urusan tata kelola kompetisi profesional, Joko kemudian ditarik Andi Darussalam Tabussala ke Badan Liga Indonesia (BLI).
Badan bentukan PSSI ini punya tugas utama mengelola kompetisi. Joko masuk ke PSSI sebagai Sekretaris BLI.
Pada musim 2008-2009 PSSI resmi meluncurkan kompetisi model baru berlabel Indonesia Super League (ISL), dengan Joko sebagai konseptornya. BLI kemudian berubah bentuk menjadi perseroan PT Liga Indonesia.
Joko kemudian didapuk sebagai CEO PT LI. Perseroan ini posisinya di luar PSSI, dengan klub sebagai pemegang saham utama. Mereka yang memutar kompetisi. Mulai dari membuat regulasi hingga pencarian sponsor.
PSSI kebagian jatah kepemilikan PT LI dengan status saham goldenshare. Pada 2011 kepengurusan PSSI Nurdin Halid tumbang. Sepak bola Indonesia mengalami kisruh yang akut.
Bersama Agum Gumelar, Joko Driyono diminta FIFA membentuk Komite Normalisasi untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa PSSI mencari Ketua Umum Baru PSSI.
Lewat forum itu mencuatlah sosok Djohar Arifin Husin sebagai nakhoda baru PSSI. Belum sampai setahun kepengurusan baru berjalan muncul kisruh baru.
Klub-klub anggota dan kepengurusan PSSI daerah melakukan pemberontakan ke PSSI. Mereka tidak setuju dengan sistem pengelolaan kompetisi Liga Primer Indonesia.
Muncul federasi tandingan, Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) yang digawangi anggota Komite Eksekutif PSSI, La Nyalla Mattalitti. Joko masuk kepengurusan KPSI sebagai sekjen.
KPSI menghelat kompetisi ISL 2013 yang menjadi tandingan IPL. Atas intervensi FIFA kemudian muncul Kongres Luar Biasa PSSI yang memunculkan duo kepengurusan baru Djohar Arifin dan La Nyalla. Penggabungan dua kekuatan ini untuk membuat kondisi sepak bola nasional kondusif.
Joko di kepengurusan PSSI ini menjadi Sekjen. Dalam Kongres Tahunan 2005 diputuskan pergantian kepengurusan PSSI. La Nyalla naik ke puncak sebagai orang nomor satu di federasi.
Kongres yang diselenggarakan di Surabaya itu tak direstui Menpora, Imam Nahrawi. Hasil kongres tidak diakui pemerintah. FIFA yang kemudian melihat adanya intervensi politik, menjatuhkan skorsing pembekuan sementara keanggotaan PSSI.
Kasus Pengaturan Skor
Di saat bersamaan La Nyalla Mattalitti tersandung kasus kriminal korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur. Ia sempat menjalani proses penahanan. Karena tak bisa menjalankan tugasnya kemudian yang bersangkutan mengundurkan diri.
PSSI atas restu pemerintah menggelar Kongres Luar Biasa dengan agenda pemilihan kepengurusan baru pada 2016. Pemilihan yang dilangsungkan di Ancol, Jakarta Utara, memunculkan Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI. Joko dan sejumlah petinggi klub berperan memuluskan Edy (yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad) ke puncak singgasana.
Di kepengurusan baru PSSI, Joko Driyono diangkat sebagai Wakil Ketua Umum PSSI. Kepengurusan PSSI kembali goyah dalam Kongres Tahunan di Bali pada 20 Januari 2019.
Edy Rahmayadi yang saat itu sudah menjabat sebagai Gubernur Sumatra Utara mengundurkan diri. PSSI sejak akhir tahun lalu jadi sorotan, terutama setelah Timnas Indonesia gagal di Piala AFF 2018.
Isu soal adanya pengaturan skor di kompetisi profesional PSSI: Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 menghangat di masyarakat. Sepeninggal Edy, Joko Driyono jadi Plt. Ketua Umum PSSI.
Joko tak bisa duduk tenang menikmati jabatannya. Ia kena ciduk Satgas Antimafia Bola yang mendapat mandat menuntaskan kasus pengaturan skor di dunia sepak bola nasional.
Joko Driyono dijadikan sebagai tersangka dalam kasus penghilangan barang bukti yang diduga ada hubungannya dengan kasus match fixing.
Beralasan ingin fokus mengurusi kasusnya, Joko kemudian menunjuk Gusti Randa sebagai penggantinya. PSSI disiapkan menggelar Kongres Luar Biasa dengan agenda utama membentuk kepengurusan PSSI.
Apakah hal ini jadi pertanda sangkakala karier Joko Driyono di dunia sepak bola Indonesia?
Baca Juga
Netizen Ngeri dengan Skuad Timnas Indonesia untuk Piala AFF 2024: Ada Trio Ronaldo - Rivaldo - Kaka
Pratama Arhan Merapat tapi Telat, Kepastian Pemain Abroad Gabung Timnas Indonesia di Piala AFF 2024 Ditentukan pada 5 Desember 2024
Legenda Australia: Socceroos Bakal Kalahkan Timnas Indonesia dan Makin Cepat Lolos ke Piala Dunia 2026