Bola.com, Malang - Pelatih Persebaya, Djadjang Nurdjaman, berada di ambang prestasi mengoleksi dua gelar Piala Presiden. Sebelumnya, dia membawa Persib Bandung menjadi kampiun pada edisi perdana atau Piala Presiden 2015.
Sekarang, dia berpeluang mengulangi kesuksesan itu bersama Persebaya. Setelah bermain imbang pada leg pertama, pria yang akrab disapa Djanur itu harus membawa Persebaya menang atas Arema FC dalam leg kedua final Piala Presiden 2019.
Karier kepelatihan Djanur memang sarat prestasi. Sebelum mengantar Persib menjuarai Piala Presiden 2015, dia lebih dulu meraih mahkota juara ISL 2014. Namun, jauh sebelum itu, Djanur sudah bergelimang prestasi sejak masih berkarier sebagai pemain.
Pria kelahiran Majalengka itu dikenal sebagai pemain sayap kanan lincah Persib pada era 1980-an. Saat itu, terdapat dua kompetisi di Indonesia, Perserikatan dan Galatama. Sebagai klub Perserikatan, Persib meraih masa jaya pada 1980-an saat Djanur menjadi pemain.
Sebelum bergabung Persib pada 1986, Djanur lebih dulu menjadi bagian Mercu Buana, klub asal Medan yang tampil di Galatama. Namun, tak ada trofi yang dipersembahkan oleh Djanur untuk klub tersebut.
Djanur menjadi bagian integral Maung Bandung saat menjuarai Perserikatan 1986. Saat itu, Persib menang 1-0 atas Perseman Manokwari di partai puncak. Prestasi satu ini bisa dibilang paling terkenang di Djanur hingga sekarang.
Selain merupakan trofi pertamanya, dia mendapatkan hadiah berupa satu unit rumih di kawasan Antapani, Bandung. Rumah itu masih ditempatinya bersama keluarganya hingga sekarang, saat sudah menjadi pelaih Persebaya.
“Zaman dulu, pemain sepak bola itu tidak digaji. Rumah ini hadiah kami, pemain Persib, saat juara Perserikatan 1986. Saya merasa rumah ini punya kenangan manis, makanya tidak pernah pindah dari sini,” kata pria berusia 60 tahun itu saat ditemui Bola.com, medio Maret 2019.
Banyak Gelar Sejak Menjadi Pemain
Berikutnya, Djanur masih menyumbang dua trofi Perserikatan semasa menjadi pemain, masing-masing pada 1989-90 dan 1993-1994. Saat itu, Persib sukses mengalahkan Persebaya dan PSM Ujungpandang (kini PSM Makassar) di partai puncak.
Setelah itu, Djanur memutuskan gantung sepatu dan mencoba peruntungan dalam dunia kepelatihan. Dia mengawalinya sebagai asisten pelatih Persib, di bawah pelatih kepala Indra Thohir, saat Perserikatan dan Galatama dilebur menjadi Liga Indonesia 1994-1995.
Pada musim ini, Djanur juga menjadi bagian tim Persib yang menjuarai kompetisi tersebut. Maung Bandung merengkuh gelar kampiun setelah mengalahkan Petrokimia Putra di partai puncak kompetisi edisi perdana itu.
Karier Djanur kemudian mulai naik dengan dididik sebagai pelatih kepala. Dia mengawalinya pada 1997 sebagai pelatih Persib U-15. Berikutnya, berbagai tim kelompok usia Persib berada di bawah arahannya.
Namun, karier kepelatihannya terkesan berjalan lambat dibanding pelatih pada umumnya. Djanur kembali menjadi asisten pelatih pada 2006, masih bersama Persib. Di sana, dia di bawah pimpinan pelatih kepala Arcan Iurie.
Setelah itu, Djanur hengkang dengan bergabung Pelita Jaya pada 2009. Dia bekerja sama dengan pelatih kepala macam Fandi Ahmad (Singapura), Rahmad Darmawan, hingga Misha Radovic (Serbia).
Gelar Bergengsi bersama Persib
Djanur kemudian benar-benar mendapat tawaran sebagai pelatih kepala pada 2012. Lagi-lagi, klub yang menawarnya adalah Persib. Dia kembali ke klub yang telah berjasa dalam karier sebagai pemain dan pelatinya.
Pria berpostur 162 cm itu baru merasakan manisnya menajdi pelatih pada ISL 2014 dengan menjadi juara. Kali ini, Persib menang dalam babak adu penalti atas Persipura Jayapura setelah bermain imbang hingga babak perpanjangan waktu.
Dengan catatan gemilang itu, Djanur memulai musim 2015, saat ISL menjadi QNB League. Tahun itu, sepak bola nasional diguncang pembekuan oleh FIFA sehingga kompetisi dibatalkan. Namun, masih ada Piala Presiden 2015 yang berhasil dimenangi oleh Djanur.
Djanur masih menjadi pelatih Persib hingga 2016. Namun, pada awal tahun itu dia memutuskan menimba ilmu di Italia bersama Inter Milan. Dejan Antonic masuk sebagai pengganti, tak lama kemudian Djanur kembali dan menemani Persib di ISC A 2016.
Pada musim 2017, menjelang kompetisi baru bernama Liga 1, Djanur menjadi pelatih yang kejatuhan durian. Dia memiliki dua pemain top eks bintang Premier League, yaitu Michael Essien dan Carlton Cole.
Dengan skuat yang sangat mumpuni, Djanur rupanya malah gagal mengulang kesuksesannya dulu. Dia mundur pada pertengahan kompetisi dan kemudian menangani PSMS Medan yang tampil di Liga 2 2017.
Bersama Ayam Kinan, Djanur sebenarnya berpeluang untuk meraih gelar juara mengingat PSMS Medan masuk final Liga 2 2017. Sayang, timnya tumbang dari Persebaya di partai puncak sehingga harus puas dengan posisi runner-up.
Asa Baru di Persebaya
Setelah sempat mengalahkan Persebaya (sebagai pemain) dan takluk dari Persebaya (sebagai pelatih), Djanur justru berkesempatan bergabung dengan Persebaya. Dia menggantikan tugas pelatih Angel Alfredo Vera yang hengkang di pertengahan Liga 1 2018.
Langkah Djanur tidak langsung mudah menangani Persebaya yang saat itu tercecer di papan bawah. Dia sempat menjalani debutnya sebagai pelatih Persebaya dengan kekalahan. Persebaya dipaksa takluk 0-2 dari PS Tira (kini Tira Persikabo) di hadapan Bonek pada 11 September 2018.
Setelah itu, beberapa pertandingan berjalan sulit. Titik kebangkitan Persebaya justru terjadi saat berjumpa mantan klub Djanur, Persib. Pada 20 Oktober 2018, Persebaya menghajar Persib dengan skor 4-1 di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar.
Berturut-turut, Djanur membawa Persebaya menang atas tim-tim penghuni papan atas, yaitu Madura United, PSM Makassar, Persija Jakarta, Bali United, hingga Bhayangkara FC. Persebaya kemudian finis peringkat kelima di bawah Persija, PSM, Bhayangkara, dan Persib.
Memasuki musim baru pada 2019, Djanur masih menyimpan ambisi membawa Persebaya juara. Peluang itu ada di depan mata meski yang harus dilewati tidak mudah karena harus berjumpa Arema FC. Djanur harus menang dalam Derbi Jatim supaya bisa memenuhi targetnya itu.
Baca Juga
Sebanyak 1.500 Warga Korsel Padati Tribune Selatan SUGBK, Dukung Timnas Indonesia saat Hadapi Jepang
Banyak Penonton Tidak Bertiket Masuk SUGBK saat Timnas Indonesia Vs Jepang: Malah yang Punya Tiket Tidak Dapat Tempat Duduk
Sempat Memberi Perlawanan, Timnas Indonesia Tertinggal 2 Gol dari Jepang pada 45 Menit Pertama