Bola.com, Malang - Pertemuan Arema FC dengan Persebaya Surabaya di leg kedua final Piala Presiden 2019 membangkitkan kenangan lama bagi asisten pelatih kedua tim, yaitu Kuncoro di Arema dan Sugiantoro di Persebaya. Sama-sama menjadi legenda dua klub yang pernah berduel di era 90-an, ternyata mereka pernah berduel ketika masih sesama jadi pemain dan bertanding di Malang.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kuncoro jelang leg kedua final Piala Presiden 2019. Pengalaman berduel dengan Sugiantoro yang karib disapa Bejo itu pun diceritakannya.
“Saya punya pengalaman berduel keras dengan Bejo. Tahun 90-an pastinya dan main di Stadion Gajayana. Dalam sebuah momen saya beradu kepala saat duel bola udara dalam situasi bola mati. Sama-sama terkapar karena pusing waktu itu. Momen ini yang saya ingat,” kenang Kuncoro.
Kedua pemain ini semasa masih aktif bermain memang posisinya sama-sama pemain belakang. Kesempatan berduel di antara keduanya terjadi saat tendangan penjuru. Namun, satu yang dilupakan oleh Kuncoro. Asisten pelatih Arema itu tidak mengingat skor pertandingan itu. Yang jelas kedua tim sama-sama sulit dikalahkan saat main di kandang sendiri.
Kuncoro menambahkan jika era 90-an, pertemuan Arema dengan Persebaya di lapangan selalu memunculkan insiden. Rivalitasnya justu lebih tinggi saat dil apangan waktu itu.
“Kalau jaman dulu, kadang mainnya ngawur juga. Duel kasar, saling jegal dan sebagainya sudah biasa. Semua pemain berani karena waktu itu masih minim pengawasan dari komdis. Siaran langsung juga jarang,” jelasnya.
Namun sekarang, dia melihat kondisi sudah berubah. Pemain lebih dominan mengandalkan taktik dan skill ketimbang main kasar. Bahkan kedua tim pelatih juga punya hubungan yang harmonis.
Saat final pertama di Surabaya pada Selasa (9/4/2019), Bejo memperlihatkan sikap respek yang tinggi. Usai pertandingan, dia meminta semua pemain dan oficial tim Arema segera menuju ruang ganti karena situasi di lapangan sudah mulai panas. Bonek mulai melakukan lemparan botol ke lapangan setelah timnya hanya bermain imbang 2-2.
“Rivalitas dilapangan untuk jaman sekarang sudah tidak terlihat. Tapi tetap seru. Karena kedua tim selalu punya pemain bagus,” sambungnya.
Harmonisnya kedua tim di lapangan juga membuat ketegangan antarsuporter agak mereda. Mereka justru bersaing memberikan dukungan yang aktraktif di dalam stadion. Meski di Surabaya masih ada lemparan dan flare usai pertandingan, Aremania tidak terpancing.
Jelang leg kedua final Piala Presiden 2019 di Malang, Aremania bertekad memamerkan kreativitas mendukung Arema demi mendapatkan gelar suporter terbaik. “Tentu ini bagus untuk perkembangan sepak bola Indonesia kedepannya. Semoga tidak ada lagi kerusuhan,” harapnya.