Bola.com, Makassar - Mantan asisten pelatih Persipura Jayapura dan PSM Makassar, Tony Ho, mengaku banyak mendapat tambahan ilmu kepelatihan setelah setahun mengikuti kursus Pro-AFC.
Tony sudah menuangkan rangkuman ilmu yang didapatkannya lewat disertasi berjudul "What are needs to Indonesiaan Player as Top Level”.
Menurut Tony, selama mengikuti kursus, ia tidak hanya mendapat ilmu soal taktik yang disesuaikan dengan tren sepak bola dunia, tetapi juga bagaimana membentuk tim dan pengembangan pemain yang baik.
Pengalaman yang paling berkesan ketika berkunjung dan melihat fasilitas klub La Liga, Deportivo Aleves.
"Alaves bukan termasuk klub besar di Spanyol. Tapi, usaha dan program dalam membangun tim sangat baik. Contoh kecil adalah akademi mereka," ujar Tony kepada Bola.com di Makassar, Senin (15/4/2019).
Khusus buat akademi sepak bolanya, Alaves menganggarkan dana Rp180 miliar per tahun untuk pembiayaan operasional pembinaan berjenjang.
"Mereka juga memiliki 80 tenaga kepelatihan yang rata-rata berlisensi Pro. Jadi bisa dibayangkan bagaimana anggaran klub sebesar Real Madrid atau Barcelona," kata Tony Ho, yang bersama 19 pelatih Indonesia menjadi angkatan pertama kursus Pro-AFC di Indonesia.
Hal ini jelas ibarat bumi dan langit kalau dibandingkan klub Liga 1 Indonesia. PSSI mewajibkan pemilik klub membentuk akademi, tetapi hanya dijalankan dengan setengah hati. Apalagi subsidi anggaran dari PSSI juga kecil.
Sebagai contoh, di Liga 1 musim lalu, operator liga memberi subsisi ke PSSI sebesar Rp7,5 miliar. Jumlah ini termasuk Rp2,5 miliar buat pembinaan usia muda. "Tapi faktanya tidak berjalan optimal dengan sejumlah alasan," katanya.
Kenangan di Alaves
Tony menambahkan, fasilitas jadi faktor utama dalam sebuah pembentukan akademi. Di antaranya lapangan dengan standar baik. Namun, harus diakui, faktanya mayoritas klub Liga 1 tidak bisa memenuhinya.
Malah, ada sejumlah klub yang memakai lapangan sama untuk latihan dan bertanding. Seperti PSM Makassar yang menggunakan Stadion Andi Mattalatta Mattoangin sebagai venue laga Liga 1 dan latihan.
"Ada kalimat bercanda sesama pelatih ketika kami berkunjung ke Alaves. Seharusnya bukan pelatih yang ke Aleves. Yang paling tepat adalah pemilik klub dan wakil pemerintah. Biar mereka melihat sendiri bagaimana fasilitas yang disediakan oleh sebuah klub," ungkap Tony Ho.
Di sisi lain, Tony menilai setiap klub Indonesia 'harus' memiliki karakter dan filosofi sendiri. "Dan sebagai pelatih, harus menyesuaikan diri dengan filosofi klub, bukan sebaliknya," tutur Tony
Tony merujuk Barcelona. Siapapun pelatih yang menangani Barcelona, harus menyesuaikan diri dengan gaya permainan ofensif ala klub Catalan itu.
"Kalau ada pelatih yang tidak sejalan harus siap-siap dipecat. Contoh, Bobby Robson. Meski membawa Barcelona meraih trofi Piala Winners dan Piala Spanyol, Bobby hanya setahun di Barcelona. Karena dia dinilai 'memasukkan' filosofi sepak bola Inggris di Barcelona," katanya.