Mengenang Niki Lauda, Hebat di Lintasan F1 dan Jago Terbangkan Pesawat

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 21 Mei 2019, 18:50 WIB
Niki Lauda (MARWAN NAAMANI / AFP)

Bola.com, Jakarta - Dunia Formula 1 mendapat kabar duka dengan meninggalnya pembalap legendaris, Niki Lauda, pada Selasa (21/5/2019) di Wina, Austria. Dia meninggal pada usia 70 tahun. 

Niki Lauda sempat menjalani transplantasi paru-paru, sembilan bulan yang lalu. Pada Januari, Lauda harus dilarikan ke rumah sakit karena influenza.

Advertisement

Lauda meninggalkan kesan yang sangat positif bagi penggemar F1 di seluruh dunia. Ia meninggal dengan tenang ketika sedang bersama keluarganya.

Sepanjang kariernya di ajang F1, Niki Lauda telah mengoleksi tiga gelar juara dunia. Dia dikenal sebagai pembalap yang genius, yang sangat mengerti aerodinamika dan banyak memberi masukan untuk timnya.

Tapi, siapa yang menyangka Lauda mengawali karier balapnya sebagai pay driver sebelum namanya dikenang sebagai legenda F1. 

Niki Lauda meminjam uang dengan jaminan polis asuransi jiwa untuk mengamankan kursi balap di Formula 2 dan Formula 1, sebelum tampil impresif di lintasan. Pada 1974, Lauda bergabung dengan Ferrari dan mulai membuktikan diri sebagai pembalap yang sangat berbakat dan menjanjikan.

Setelah menandatangani kontrak dengan Ferrari, Lauda langsung bisa melunasi utang dari asuransi jiwanya. Lauda menjadi juara dunia F1 pada  1975, 1977, dan 1984.

Dia sempat mengumumkan pensiun dari dunia balap F1 pada 1979, setelah merasa mobilnya tidak mampu bersaing. Namun, pada 1982 Lauda melakukan comeback dan merebut gelar juara dunia F1 ketiganya pada 1984.

Niki Lauda bukan hanya piawai menggeber mobil jet darat di lintasan. Dia juga pebisnis cerdik dan sukses, yang mendirikan maskapai Lauda Air pada 1979 dan mengakuisisi maskapai Austria pada 2016 dengan mengganti nama maskapai itu dengan Laudamotion. Dia bahkan masih jago menerbangkan pesawat saat berusia 60 tahunan. 

 

2 dari 3 halaman

Persaingan Sengit Kontra James Hunt

Seperti dilansir BBC,  Lauda dikenang karena peristiwa kecelakaan hebat yang terjadi pada F1 GP Jerman di Nurburbring pada 1976. Dia mengalami luka bakar level tiga di wajahnya, serta banyak menghirup gas beracun yang membahayakan jiwanya. Dia mampu bertahan dari luka serius tersebut. 

Bahkan, 40 hari berselang dia sudah kembali ke lintasan, dengan finis keempat di GP Italia. Aksinya dianggap sebagai yang paling berani dalam sejarah F1. 

Pada saat itu, Lauda mengaku baik-baik saja. Namun, dalam autobiografinya, dia mengaku sempat ketakutan bakal sulit mengendarai mobilnya. 

"Saat itu saya bilang saya telah menaklukkan rasa takut. Itu bohong. Bakal terlihat bodoh jika rival tahu kelemahan saya. Di Monza, saya membalap dengan ketakutan," kata Lauda di buku "To Hell and Back", seperti dilansir BBC

Lauda nekat turun ke lintasan pada akhir pekan itu karena merasa membalap menjadi hal terbaik untuk memulihkan fisik dan mentalnya. 

Niki Lauda juga dikenal karena rivalitas sengitnya dengan James Hunt pada era itu. Kisah perseteruan klasik tersebut diangkat ke layar lebar dengan judul "Rush". Film garapan Ron Howard itu naskahnya ditulis oleh Peter Morgan.

Rivalitas kedua kedua pembalap hebat tersebut terjadi pada era 1970-an. Rivalitas mereka terjadi jauh sebelum era Ayrton Senna dan Alain Prost, maupun Michael Schumacher-Mika Hakkinen. Meski bersaing ketat di lintasan, Lauda dan Hunt sebenarnya berteman dekat.

 

3 dari 3 halaman

Tak Pernah Jauh dari F1

Selama berkarier di F1 Lauda tak pernah kehilangan hasrat dan semangat. Bahkan, pada 1985 ketika sudah tak kompetitif, Lauda masih bisa menang di GP Belanda. Dia akhirnya pensiun pada usia 36 tahun. 

Selama periodenya di F1, dia dikenal membalap dengan gaya elegan dan penuh daya juang. Dia meyakini pembalap punya tugas yang sama berat dengan tim teknis, yaitu membuat mobil bekerja pas untuk dirinya.    

Setelah pensiun, Lauda tak memutuskan hubungan dengan F1 begitu saja. Pada 1993, Montezemolo menawarinya tugas sebagai konsultan di Ferrari. 

Pada 2001, dia memimpin tim Jaguar. Namun, setahun berselang dia dipecat bersama 70 figur kunci ketika prerforma tim tak juga menanjak. 

Setelah itu, dia merambah ke bisnis airlines, serta menjadi analis di channel RTL pada TV Jerman yang mengcover berita F1. 

Lauda kembali ke F1 pada September 2012. Dia ditunjuk menjadi non-executive director Mercedes F1. Saat itu anggota dewan Mercedes sedang gundah dengan kinerja tim di bawah Ross Brawn. Lauda diharapkan menjadi mata-mata yang efektif di dalam tim.    

Bersama Brawn, Lauda memainkan peran kunci perekrutan Lewis Hamilton untuk menggantikan Michael Schumacher pada 2012. Kemudian pada awal 2013, dia menjadi pemegang 10 persen saham di Mercedes, sedangkan Toto Wolff memiliki 30 persen.  

Setelah itu, Mercedes menjelma menjadi tim kuat di ajang F1. Hingga saat ini, dominasi Mercedes sulit ditandingi tim-tim lain, termasuk Ferrari. 

Sepak terjang Niki Lauda telah sampai di titik akhir. Namun, kehebatan, kejeniusan, dan keberaniannya akan selalu dikenang oleh fans F1 di seluruh dunia. 

Selamat jalan Niki Lauda.