Bola.com, Jakarta - Tak semua pesepak bola bisa beruntung merasakan gelar juara di level klub. Faktor keberuntungan serta stabilitas performa di lapangan jadi faktor penentu seorang pesepak bola kariernya bisa langgeng di klub elite yang punya potensi besar jadi tim terbaik.
Berbeda dengan persaingan level internasional, pesepak bola di Indonesia jarang ada yang berkarier panjang di sebuah klub. Rata-rata mereka hanya dikontrak per musim saja, dengan opsi perpanjangan di musim selanjutnya.
Di Indonesia, tak ada cerita seorang Lionel Messi menikmati puluhan gelar bersama Barcelona atau Ryan Giggs di Manchester United. Yang ada, seorang pesepak bola nasional banjir gelar dengan klub berbeda.
Persaingan di kompetisi kasta elite Indonesia (terutama setelah era penggabungan Galatama dan Perserikatan di era medio 1990-an) terbilang unik. Tak ada satu klub pun yang dominan layaknya Manchester United, Juventus, Bayern Munchen.
Setiap musimnya selalu muncul juara baru. Kadang muncul kejutan, klub yang tak punya nama besar dan dihitung jadi unggulan bisa mentas jadi yang terbaik. Ambil contoh Persik Kediri juara Liga Indonesia 2003 usai promosi atau klub muka baru Bhayangkara FC yang berstatus jawara Liga 1 2017.
Kecerdikan seorang pemain memilih klubnya akan menentukan apakah dirinya bakal panen gelar atau tidak sepanjang kariernya.
Berikut ini Bola.com menyajikan pesepak bola pelanggan gelar juara di pentas kasta tertinggi Tanah Air. Simak ceritanya.
Boaz Solossa
Boaz Solossa tercatat jadi pemain paling banyak meraih gelar kompetisi era Liga Indonesia. Ia simbol dominasi Persipura Jayapura di pentas elite sepak bola nasional.
Selama 15 tahun Persipura amat bergantung pada sosok Boaz Solossa. Hal yang wajar karena sang penyerang sosok pemain dengan karakter kuat yang menginspirasi tim.
Boaz secara alamiah dilahirkan sebagai pesepak bola bermental juara dan sosok pemimpin buat Persipura. Tiga kali dihantam cedera berat, ia selalu bisa bangkit dan jadi sosok kunci Persipura memenangi gelar juara.
Ia ikon generasi emas Papua usai menjadi juara PON 2004.
Tim Mutiara Hitam kebanjiran pemain-pemain bertalenta yang secara signifikan mengerek performa dan prestasi tim. Boaz Solossa, Ian Kabes, Immanuel Wanggai, Christian Worabay, Ricardo Salampessy, Gerald Pangkali, adalah pemain belia alumnus PON 2004.
Khusus Boaz, ia melejit jadi superstar. Ia menjelma jadi penyerang terbaik Indonesia pasca era Bambang Pamungkas.
Ia satu-satunya bomber lokal yang bisa eksis di persaingan perburuan sepatu emas yang selalu didominasi penyerang-penyerang asing.
Boaz tercatat menjadi pencetak gol terbanyak Indonesia Super League musim 2008-2009 (28 gol), 2010-2011 (22 gol), 2013 (25 gol). Berbarengan dengan itu ia juga didapuk sebagai pemain terbaik.
Pada musim 2016 ia juga jadi best player Torabica Soccer Championship.
Sepanjang kariernya Boaz menikmati gelar juara kompetisi sebanyak lima kali, yakni pada musim 2005, 2008-2009, 2010-2011, 2013, dan 2016.
Belum ditambah trofi Community Shield Indonesia 2009 dan Inter Island Cup 2011. Hebatnya semua itu dicapai hanya di satu klub: Persipura.
Ian Kabes
Sama seperti Boaz Solossa, Ian Kabes merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan Persipura.
Usai membela tim PON Papua pada edisi 2004, pemain kelahiran 13 Mei 1986 langsung jadi bagian tim utama Persipura memenangi gelar prestisius Liga Indonesia 2005.
Ia jadi duet Boaz di sektor sayap ofensif Persipura. Raihan gelar keduanya sama. Hanya yang membedakannya Ian Kabes tak pernah merasakan gelar pribadi sebagai top scorer atau pemain terbaik.
Namun, lepas dari itu Kabes adalah sosok vital yang memberi warna pada lini depan Persipura. Hingga saat ini pemain berusia 33 tahun tersebut tetap menjadi pilihan utama Tim Mutiara Hitam.
Ian Kabes dikenal pemain yang disiplin dan berkepribadian baik di dalam dan luar lapangan. Jarang ada cerita negatif tentang dirinya.
Bambang Pamungkas
Penyerang Persija Jakarta, Bambang Pamungkas, mencetak rekor pribadi dalam laga leg pertama semifinal Piala Indonesia 2018 melawan Borneo FC, Sabtu (29/6/2019). Pemain berusia 39 tahun itu mencetak gol ke-200 untuk Macan Kemayoran. Sebuah pencapaian luar biasa buat pemain yang usianya amat uzur buat ukuran seorang pesepak bola.
Bermain di Stadion Wibawa Mukti Cikarang, kedua tim tampil sama kuat 1-1 hingga menit ke-90. Gol Persija dicetak Yan Pieter Nasadit (2'), sedangkan gol Borneo FC dibukukan Terens Puhiri (38').
Pada injury time, Bambang Pamungkas justru memberikan kejutan berupa gol kemenangan untuk Persija. Gol pada menit ke-96 tersebut lahir setelah memanfaatkan umpan silang Riko Simanjuntak yang disempurnakan melalui sundulan.
Bambang Pamungkas pertama kali membela Persija Jakarta pada edisi 1999. Ia sempat dipinjam klub Divisi III Belanda, EHC Norad setahun berselang, sebelum kembali ke Tim Ibu Kota dan kemudian mempersembahkan gelar Liga Indonesia 2001.
Keputusan mengejutkan dibuat striker yang identik dengan nomor punggung 20 tersebut saat memutuskan hijrah ke klub Malaysia, Selangor FA pada tahun 2005. Dua musim melanglang-buana di Negeri Jiran, Bepe kembali ke klub yang ia cintai.
Di musim perdananya di Selangor FA, Bepe hattrick gelar: Malaysia Premier League, Malaysia Cu, Malaysia FA Cup.
Sang pemain sempat minggat dari Jakarta ke Pelita Bandung Raya pada musim 2013–2014, karena masalah prinsipil kasus tunggakan gaji dengan manajemen Persija, namun ujungnya kembali balik kucing setahun berselang.
Semenjak itu, Bambang setia ke Persija. Raihan trofi Piala Presiden 2018 dan Liga 1 2018 diprediksi bakal jadi momen perpisahan pemain asal Getas, Jawa Tengah itu. Namun, ternyata tidak demikian.
Bepe tetap punya passion bermain, sekalipun tidak lagi jadi pemain inti di Persija.
Supardi Nasir
Supardi Nasir kapten Persib Bandung jadi pemain tertua di Tim Maung Bandung. Di usianya yang memasuki 36 tahun ia tetap jadi pilihan inti di sektor kanan pertahanan. Ia tetap terlihat cepat, agresif, berstamina prima.
Pada pertengahan 2000-an pemain asal Bangka kelahiran 9 April 1983 tersebut pelanggan Timnas Indonesia.
Sepanjang kariernya dimulai tahun 2002, Supardi tercatat sudah membela enam klub, yakni: PS Palembang PSPS Pekanbaru, PSMS Medan, Pelita Jaya, Sriwijaya FC dan Persib Bandung.
Cerita sukses Supardi dimulai saat dirinya berkarier di Sriwijaya FC. Di klub berjulukan Laskar Wong Kito ia pertama kali merasakan madu juara Indonesia Super League 2011-2012. Di klub tersebit ia juga sukses merasakan trofi Community Shield Indonesia 2010 dan Inter Island Cup 2010.
Keputusannya merantau keluar dari Tanah Sumatra menuju Bandung sempat memicu kehebohan. Pilihannya diambil untuk mencari tantangan baru.
Dan benar saja keputusannya pindah klub ke Persib berbuah gelar ISL 2014. Ia jadi salah satu sosok kunci kebangkitan kejayaan Tim Pangeran Biru di bawah komando Djadjang Nurdjaman,
Di Persib pula, pemain yang dikenal religius tersebut merasakan gelar Piala Presiden 2015. Di usianya yang mulai menua, Supardi masih punya hasrat kuat kembali angkat piala. Ia berharap bisa menutup karier dengan mengantar Persib juara Shopee Liga 1 2019 ini.
Firman Utina
Tak terbantahkan, Firman Utina sosok playmaker terbaik yang dimiliki Indonesia di era 2000-an. Ia pemain berkelas yang laku di pasaran.
Ia menikmati berbagai gelar di berbagai klub. Semenjak berkarier tahun 1999, Firman tercatat telah sembilan delapan klub, Persma Manado, Persita Tangerang, Arema Malang, Pelita Jaya, Persija Jakarta, Sriwijaya FC, Persib Bandung, Bhayangkara FC, dan Kalteng Putra.
Firman kelahiran 15 Desember 1981 yang kini sudah gantung sepatu dikenal pemain jaminan mutu. Harga jualnya tinggi. Klub yang merekrutnya berharap sulap ala Firman di sektor lini tengah.
Firman menikmati madu gelar juara bersama Arema FC di ajang Piala Indonesia 2005 dan 2006.
Gelar kompetisi perdananya didapat saat membela Sriwijaya FC pada Indonesia Super League 2011-2012. Selanjutnya, pesepak bola yang bakatnya ditemukan oleh pelatih senior, Benny Dollo tersebut kembali angkat trofi bersama Persib Bandung di ISL 2014. Setahun berselang Firman mengantar Maung Bandung jadi jawara Piala Presiden 2015.
Saat orang berfikir kariernya sudah habis karena dimakan usia, Firma kembali membuat sensasi saat membela Bhayangkara FC. Klub yang tak pernah dihitung bakal meramaikan persaingan juara secara tak terduga jadi kampiun Liga 1 2017.
Jelang gantung sepatu Firman sempat meloloskan Kalteng Putra promosi ke kasta utama dengan status peringkat tiga Liga 2 2018.