Jacksen Tiago Membuka Rahasia Keluarga

oleh Gatot Susetyo diperbarui 06 Okt 2019, 06:15 WIB
Wawancara Bola.com dengan pelatih Persipura, Jacksen Tiago, yang membagi kisah kesehariannya bersama keluarga tercinta. (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Surabaya - Jacksen Tiago termasuk satu di antara mantan pemain asing yang paling betah tinggal di Indonesia setelah gantung sepatu. Dia masuk ke Indonesia pada Ligina I 1994 saat dibukanya keran pemain impor di pentas sepak bola profesional Indonesia.

Setelah pensiun menggocek si kulit bundar, Jacksen Tiago alih profesi sebagai pelatih. Karier kepelatihan sosok yang akrab disapa Papa Negro itu benar-benar dimulai dari bawah. Berkat ketekunan dan kerja keras, kini Jacksen Tiago masuk jajaran pelatih papan atas di Shopee Liga 1 2019. 

Advertisement

Tetapi, perjalanan kariernya tidak selalu mulus. Musim ini saja, Jacksen Tiago mendapat ujian cukup berat, karena dia terpaksa harus mengundurkan diri dari Barito Putera yang telah ditanganinya selama dua musim. 

Namun Jacksen Tiago bisa bangkit kembali bersama Persipura Jayapura, klub yang sudah sangat dikenalnya. Dia mengakui keluarga jadi faktor utama dalam mengarungi kehidupan ini.

Berikut wawancara Bola.com dengan Jacksen Tiago, yang juga kerap disapa Bigman itu.

2 dari 4 halaman

Falsafah Hidup

Pelatih Persipura Jayapura, Jacksen Tiago, saat beraktivitas di gym. (Bola.com/Gatot Susetyo)

Apa kabar Bigman?

Kabar baik. Semoga Anda juga demikian. 

Bagaimana kalau kita ngobrol tentang hal-hal lebih pribadi. Anda berkenan?

Oh...silakan. Saya orangnya terbuka. Asal jangan soal yang sangat pribadi ya…

Pencinta sepak bola Indonesia sudah tahu Anda mundur dari Barito Putera. Apa yang membuat Anda tampak tegar ketika harus mengambil keputusan mundur itu?

Tiap orang punya falsafah dalam hidupnya. Prinsip hidup saya sederhana. Jika ada masalah, cari solusinya, jangan memikirkan penyebabnya. Itu bisa membuat saya berpikir ke depan, bukan mundur lagi.

Ketika saya sudah tak nyaman di sebuah klub, lebih baik saya mundur. Dan, setelah mundur dari Barito Putera kemarin, saya tak mau berpikir penyebabnya. Tapi, saya harus mencari solusi demi kelangsungan hidup saya dan keluarga.  

3 dari 4 halaman

Istri Tempat Curhat

Jacksen Tiago dan keluarga bercengkerama pada waktu luang di luar kesibukan melatih Persipura di Shopee Liga 1 2019. (Bola.com/Gatot Susetyo)

Apakah falsafah itu Anda terapkan dalam memecahkan semua masalah sehari-hari?

Ya. Termasuk saat jadi pelatih. Apabila sebelum pertandingan ada pemain yang tak bisa tampil, saya tak memikirkan pemain yang absen. MeskI, pemain itu seorang bintang atau andalan dalam tim saya.

Di Persipura, saya beberapa kali memarkir Boaz Solossa, Titus Bonai, atau Ian Louis Kabes. Padahal, selama ini mereka idola dan tulang punggung tim. Di mata saya semua pemain punya hak sama untuk bermain dan diparkir.

Saya orang paling mengakui talenta tinggi yang dimiliki seorang pemain. Tapi, saya tak pernah menganggap dia seorang bintang di tim itu. 

Bagaimana reaksi istri Anda ketika mundur dari Barito Putera? 

Dia biasa saja. Saya selalu diskusi apa saja dengan istri. Termasuk soal pekerjaan. Istri itu tempat terbaik bagi saya curhat. Saya tak suka curhat masalah pribadi dengan orang lain larena saya bekerja untuk istri dan anak-anak.

Sejauh dan selama apa pun saya pergi, saya pasti balik lagi ke keluarga. Dalam keluarga itu saya dapatkan segalanya. Ketenangan, canda tawa, suka duka, dan bersama-sama untuk mengabdi kepada Tuhan.

4 dari 4 halaman

Hubungan dengan Hugo

Pelatih Persipura Jayapura, Jacksen Tiago (kiri) dan sang putra, Hugo Samir. (Bola.com/Aditya Wany)

Bagaimana tanggapan Anda dikaruniai buah hati lagi? 

Tuhan sangat luar biasa. Saya selalu memuji dan bersyukur kepadaNya, di usia seperti saya masih diberi momongan. Saya suka anak kecil. Namanya Diego. 

Diego jadi obat mujarab untuk hiburan saya ketika suntuk. Seperti Nadirah, istri saya. Juga Hugo, anak sulung saya. Mereka motivator dan inspirator dalam hidup saya. 

Apa kabar Hugo?

Dia baik-baik saja. Dia masih bermain di Barito Putera U-16. Saya ajarkan dia hidup mandiri. Sekolahnya saya pindah ke Surabaya. Jadi, Hugo harus mondar-mandir Surabaya-Banjarmasin saat harus bergabung dengan tim Barito U-16.

Apakah Anda berharap Hugo akan mengikuti jejak Anda sebagai pesepak bola?

Oh, tidak. Biar dia menjalani kehidupannya sendiri. Bagi saya yang utama Hugo harus terus sekolah hingga strata tertinggi. Jika dia memilih jadi pemain bola, dia harus jadi pesepak bola yang punya pendidikan tinggi.

Saat ini dia supaya belajar dari sepak bola, seperti sportivitas, respek, kerja sama dengan orang lain, dan agar tubuhnya sehat. 

Ada masalah mendidik Hugo yang dalam masa ABG?

Problem tetap ada. Tapi, semua berjalan baik. Saya kira akar masalah orangtua sekarang hampir sama, yakni gadget. Anak zaman now terlanjur akrab dengan gadget. Mereka sering pakai gadget untuk main game.

Hugo juga seperti itu. Tapi, saya ingatkan bahwa gadget juga sangat bermanfaat untuk menggali ilmu, bukan main game melulu.

Berita Terkait