Bola.com, Jakarta ₩Memandang wajahnya kali ini dibandingkan dengan 15 tahun lalu sungguh berbeda, striker asal Skotlandia ini sekarang tampak lebih santun dan berkelas dengan kacamata dan belahan rambut di samping. Ia adalah Paul Dickov, penyerang tengah kebanggaan Manchester City yang dengan status sebagai pemain legenda menyambangi Jakarta pekan ini.
Jika dulu Dickov berpotongan rambut crewcut ala tentara dengan menyisakan helai-helai rambut tegak berdiri di atas kepala layaknya duri landak, kini lelaki berumur 46 tahun tersebut tampil stylish ala direktur sebuah perusahaan jasa multinasional. Jika ia dulu dijuluki hardman lantaran garang dalam tingkah laku dan dalam ucapan verbal, kini kacamata yang nangkring di wajahnya membuat ia bak kutu buku atau dosen pascasarjana.
Pertemuan pada Jumat (18/10/2019) di kantor LINE Indonesia, di lantai 17 Gedung Energi kawasan SCBD, tersebut adalah sebuah reuni setelah sebelumnya penulis bertemu dirinya di Stadion Hampden Park, Glasgow, pada awal musim gugur 2004 di seputar laga kualifikasi Piala Dunia 2006 antara Skotlandia kontra Slovenia.
Bagaimana rasanya Dickov menjadi salah satu dari sedikit pemain yang mendapatkan privilese dua kali bergabung dengan Manchester City, yaitu pertama di era sebelum investor asing memasuki The Citizens dan untuk kedua kalinya kala klub Manchester biru itu kian bergelimang uang?
Dulu Gol Tidak Penting
Apakah ini sebuah balas jasa klub karena Dickov ikut membawa City dua kali berpromosi ke Football League pada 1999 dan ke Premier League di 2001?
"Ah jangan begitu, saya kan belum setua itu ketika kedua kalinya bergabung ke Man City," jawab Dickov berseloroh, disusul pecahnya gelak tawa para hadirin yang memenuhi ruangan bercat putih bersih tersebut.
Ya, setelah dua kali berjasa emas Dickov memang sempat hengkang ke Leicester City (2002) dan kembali ke rival sekota Manchester United itu pada 2006 setelah juga sempat dua musim membela Blackburn Rovers. Saat bergabung kembali dengan City, usia Dickov sudah 33 tahun.
"Saya cukup beruntung, itu yang bisa saya sampaikan karena tak lama setelah saya kembali ke Man City ternyata klub mendapatkan investasi baru. Fasilitas bertambah baik, pemain baru berdatangan, dan saya banyak belajar dari perkembangan situasi yang menyenangkan itu. Dulu gol tidak begitu penting buat para pendukung kami, tapi di era baru bukan hanya gol tapi kemenangan pun jadi penting buat mereka. Ini jelas positif karena di luar status saya sebagai pemain, percaya atau tidak secara tradisional saya adalah seorang pendukung Man City," tambahnya lagi.
Standard City Meningkat Pesat
Kisah Dickov di The Citizens memang bak Cinderela. Bayangkan saja semula ia adalah seorang pendukung sejati klub, lalu saat menjadi pemain City untuk pertama kalinya ia membantu klub tercinta naik ke dua divisi berbeda untuk kembali ke level elite, dan kemudian pada akhirnya ia meraup status sebagai veteran di The Citizens dengan lebih dulu mencicipi label baru Man City sebagai klub raksasa baru Eropa dan Dunia sejak 2007.
Apakah kalau Dickov sekarang masih berusia 20-an maka dirinya mendapatkan tempat di skuat Pep Guardiola?
"Tidak, sejujurnya tidak. Saya tidak memiliki standard yang cukup tinggi untuk masuk ke Manchester City saat ini. Saya tidak malu mengakuinya, dan itulah dampak perkembangan positif Man City sekarang dibandingkan 20 tahun lalu. Sebagai pemain untuk klub manapun saya selalu mengincar kemenangan dan sebagai penggemar Manchester City saya gembira kini kami punya striker sekelas Sergio Aguero untuk mengalahkan lawan," tandasnya.
Jabat erat di tangan menandai akhir pertemuan Dickov dengan Bola.com dan sebagai duta klub kiprahnya di Jakarta memboyong datang enam trofi milik The Citizens sungguh mengesankan. Paul Dickov dan Manchester City memang sepertinya sudah ditakdirkan berjodoh dan membawa kebaikan di jagat sepak bola. Mari kita belajar dari mereka.