Bola.com, Jakarta - Rapat Komite Eksekutif (Exco) PSSI yang berlangsung Selasa (5/11/2019) memutuskan mengakhiri kerja sama Simon McMenemy. Pelatih asal Skotlandia itu hanya akan menangani Timnas Indonesia hingga matchday kelima Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia kontra Malaysia yang berlangsung pada Selasa (19/11/2019). Luis Milla dan Shin Tae-yong disebut-sebut bakal jadi pengganti.
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan, membocorkan sudah ada dua calon pelatih Timnas Indonesia. Kedua calon tersebut adalah Luis Milla dan pelatih asal Korea Selatan (Korsel) yang belum disebutkan namanya, meski mengarah kepada Shin Tae-yong.
Menurut Iwan Bule –sapaan akrab Iriawan, Milla dan calon pelatih asal Korsel itu akan melalukan presentasi di depan Exco pada medio Desember 2019.
“Tahun 2020 timnas senior punya pelatih baru? Insya Allah. Kami ada dua calon, Luis Milla dan satu lagi asal Korea Selatan. Setelah dikontak Sekjen, yang bersangkutan minta waktu sampai November, karena kedua pelatih itu saat ini masih terikat dengan pekerjaan lainnya. Saya akan meminta arahan lebih dulu dari mereka, seperti program untuk timnas. Mereka harus memaparkan di depan Exco dan saya juga,” lanjut Iwan.
Luis Milla bukanlah nama baru di persepak bolaan Tanah Air. Pelatih berpaspor Spanyol itu sempat membesut Timnas Indonesia U-23 saat turun di SEA Games 2017 dan Asian Games 2018. Bola.com beranggapan ia sosok ideal untuk membesut Tim Merah-Putih ke depannya. Simak alasan-alasanya:
Memahami Situasi Sepak Bola Indonesia
Satu setengah tahun menukangi Timnas Indonesia (periode 2017–2018), Luis Milla cukup memahami kondisi riil sepak bola Indonesia. Ia amat mengerti kelebihan dan kekurangan pesepak bola Indonesia.
Hal itu bisa terjadi karena Luis Milla doyan melakukan road show. Jadwal legenda Barcelona dan Real Madrid saat menukangi Tim Garuda amat padat.
Setiap pekan ia berkunjung ke berbagai daerah untuk memantau pertandingan kompetisi Liga 1. Milla memberdayakan para asistennya untuk melakukan hal serupa. Ia jadi punya banyak mata sehingga bisa lebih objektif saat mengambil keputusan berkaitan dengan pemain.
Tujuan utamanya untuk tahu perkembangan pemain timnas dan juga menemukan bakat baru. Ia pun jadi selalu fresh, mengetahui perkembangan terkini sepak bola Tanah Air.
Luis Milla juga komunikatif dengan para pelatih di level klub. Ia kerap meminta dan memberi masukan kepada mereka untuk memproteksi dan meningkatkan perkembangan pemain yang masuk skuat Timnas Indonesia.
Metode Melatih Kelas Dunia
Banyak perubahan dibawa ke Timnas Indonesia oleh Luis Milla. Salah satunya metode latihan modern yang biasa diterapkan tim-tim kelas dunia.
Metode latihan yang diusung nakhoda asal Spanyol itu berbasis pada teknologi dan kekinian. Ambil contoh setiap sesi latihan ia menempatkan kamera untuk merekam individu aksi pemain, yang kemudian dipakai buat menganalisis kelebihan dan kekurangan mereka.
Dalam sesi latihan pemain timnas kerap menggunakan rompi untuk mengukur pergerakan dan detak jantung.
Di sisi lain, Milla doyan melatih pasukannya dengan membagi pemain dalam kelompok-kelompok kecil. Metode terakhir ini kerap dipakai pelatih top macam Pep Guardiola atau Luis Enrique untuk mengasah skill individu para pemain dalam ruang sempit.
Salah satu pilar Timnas Indonesia, Septian David Maulana, menyebut metode latihan Luis Milla amat terperinci dan belum pernah ia rasakan di era pelatih-pelatih sebelumnya. "Banyak hal baru yang Coach Milla bawa. Metode-metode itu amat membantu kami untuk meningkatkan kemampuan diri," kata sang gelandang serang.
Luis Milla memang bukan pelatih sembarangan, ia sosok yang sukses mengantar Timnas Spanyol U-21 juara Piala Eropa edisi 2011. Ia melahirkan sosok-sosok pemain beken macam, Ander Herrerra, David De Gea, dan Juan Mata.
Tidak Sering Mengeluh dengan Keterbatasan
Sepak bola Indonesia sarat masalah. Tabrakan kepentingan antara agenda kompetisi dan timnas selalu terjadi. Jadwal kompetisi yang berubah-ubah kerap membuat nakhoda Timnas Indonesia kesulitan menjalankan program latihan.
Menghadapi situasi itu, Luis Milla tidak pernah mengeluh. Ia memilih melakukan komunikasi intens dengan PSSI untuk mencari titik tengah yang saling menguntungkan antara Tim Merah-Putih serta klub yang memiliki pemain.
Di sisi lain pelatih kelahiran 12 Maret 1966 itu membuat program pelatnas yang menyesuaikan dengan kondisi riil sepak bola Indonesia. Milla pelatih pertama yang menerapkan pelatnas on-off jangka pendek. Para pemain Timnas Indonesia berkumpul hanya tiga sampai lima hari jelang pertandingan uji coba internasional.
Pola ini sejatinya dipakai di hampir seluruh negara elite dunia, karena konsep pelatnas jangka panjang tidak lagi relevan jika melihat padatnya agenda kompetisi klub di level domestik dan regional. Kompetisi dijadikan ajang untuk menempa pemain.
Walau para pemain Timnas Indonesia hanya berkumpul dalam hitungan hari, kemampuan mereka terasah, karena di era Luis Milla banyak agenda uji coba internasional untuk mematangkan Tim Garuda. Banyaknya agenda uji coba internasional terwujud karena komunikasi yang mulus antara sang pelatih dengan PSSI.
Mematangkan Pemain Muda
Di era Luis Milla perwajahan Timnas Indonesia lebih segar. Sang mentor memberdayakan pemain-pemain belia interval usia 19-23 tahun.
Luis Milla yang memulai tugas di Indonesia dengan menukangi Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2017 mempromosikan mayoritas pemainnya ke level senior. Tim Merah-Putih level senior di era arsitek asal Spanyol tersebut hanya dihuni empat sampai lima pemain matang di atas usia 25 tahun.
Luis Milla bisa dibilang sosok kunci mempermulus regenerasi di Timnas Indonesia. Bukan tanpa alasan ia memilih melakukan hal itu.
Pelatih yang pernah menukangi Real Zaragoza itu melihat pemain muda lebih mudah dibentuk, mereka masih punya semangat untuk membuktikan diri serta lapar prestasi.
Indonesia yang bersiap jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2021 mendatang membutuhkan figur pelatih yang punya kepedulian tinggi terhadap young guns.
Bisa Membuat Timnas Indonesia Bermain Sepak Bola Indah
Saat jadi pemain Luis Milla yang berposisi sebagai gelandang bertahan sempat bermain di tiga klub besar Spanyol, Barcelona, Real Madrid, dan Valencia.
Ia pernah merasakan tangan diningin tiga pelatih beken: Johan Cruyff, Fabio Capello, dan Claudio Ranieri. Pengalaman itu membuat pelatih didikan Akademi La Masia Barcelona itu kaya taktik permainan.
Luis Milla sosok yang bisa mengombinasikan permainan ofensif sepak bola indah ala Barcelona dengan sistem pertahanan yang baik ala Real Madrid serta Valencia yang ditukangi master Catenaccio Italia, Capello dan Ranieri.
Saat pertama kali mendarat ke Indonesia, Luis Milla diharapkan bisa membuat Timnas Indonesia bermain ala Tiki-taka Spanyol. Sang mentor tak setuju dengan permintaan PSSI tersebut. Ia memilih membentuk tim dengan style permainan yang tak selalu mendewakan permainan sepak bola indah.
"Permainan sepak bola indah penting, tapi lebih penting lagi hasil akhir pertandingan," tutur Luis Milla dalam sebuah kesempatan.
Variasi Taktik yang Merubah Arah Permainan
Luis Milla pelatih yang tak fanatik dengan formasi tertentu. Sistem permainan yang ia usung kerap berubah di tengah jalan mengikuti kondisi terkini tim asuhannya.
Di era Luis Milla, Timnas Indonesia bermain dengan sistem 4-3-3, 4-2-3-1, 4-2-1-2, atau 3-4-3, yang fleksibel berubah di saat pertandingan berjalan.
Luis Milla berani bereksperimen merubah posisi pemain. Ambil contoh Rizky Fajrin, yang biasa bermain sebagai bek sayap kiri di klubnya Bali United, saat membela Timnas Indonesia ia diplot sebagai stoper.
Evan Dimas, yang selama ini kerap dimainkan sebagai gelandang serang, dipasang Milla sebagai deep lying playmaker. Demikian pula Septian David Maulana, yang biasa tampil sebagai penyerang sayap di era Milla dimainkan sebagai second striker.
Semua perubahan itu berdampak positif. Kemampuan teknis penggawa timnas bertambah baik.
Di era Luis Milla, publik sepak bola Tanah Air kerap disuguhkan perubahan gaya bermain di paruh kedua laga. Ambil contoh saat Timnas Indonesia U-23 bersua UEA di pentas Asian Games 2018. Sempat tertinggal 0-2 di paruh pertama, Tim Merah-Putih tampil trengginas dengan style berbeda sehingga bisa mengajar skor menjadi 2-2.
Perubahan-perubahan ini terjadi karena kelihaian Luis Milla membaca situasi permainan.
Bisa Menangani Lebih dari Satu Tim
PSSI bakal untung dua kali lipat jika kembali merekrut Luis Milla. Mereka bisa punya satu orang pelatih memegang beberapa level timnas.
Mulai dari level senior, U-23, hingga U-20. Tugas rangkap jabatan dilakukan Luis Milla saat pertama mendarat di Indonesia.
Ia menukangi Timnas Indonesia U-22 dan U-23 di SEA Games 2017 dan Asian Games 2018. Di saat bersamaan Milla juga mengkomandoi Timnas Indonesia Senior.
Luis Milla tak kesulitan menjalankan tugas multitasking, karena dasarnya ia punya program turunan yang saling berkaitan.
Baca Juga
3 Penggawa PSBS yang Menonjol dalam Kebangkitan Mereka di BRI Liga 1: Semakin Nyaman Berkreasi
Deretan Pemain Naturalisasi Timnas Indonesia yang Sebaiknya Main di Piala AFF 2024: Ngeri-ngeri Sedap Kalau Gabung
Mengulas Rapor Buruk Shin Tae-yong di Piala AFF: Belum Bisa Bawa Timnas Indonesia Juara, Edisi Terdekat Bagaimana Peluangnya?