Kemenpora Buka Suara perihal Keterlambatan Uang Saku ke Atlet Rowing Indonesia SEA Games 2019

oleh Ario Yosia diperbarui 14 Nov 2019, 19:30 WIB
Regu dayung Indonesia meluapkan kegembiraan seusai meraih medali emas pada pertandingan final dayung kelas ringan delapan putra Asian Games 2018 di Venue Rowing Jakabaring Sport City, Palembang, Jumat (24/8). (ANTARA FOTO/INASGOC/Nova Wahyudi/nym/18)

Bola.com, Jakarta - Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) angkat bicara soal uang saku atlet dayung yang telat dibayar selama hampir enam bulan. Mereka menyebut persoalan tersebut terjadi sepenuhnya karena kesalahan  pemerintah.

Pelatnas rowing buat kepentingan SEA Games 2019 Filipina sudah berlangsung sejak bulan Januari 2019. Uang saku senilai Rp 4,5 juta hingga 10 juta, untuk 13 atlet (tujuh putra dan enam putri) pelatnas selama enam bulan pertama mengalir dengan dibayarkan dua kali.

Advertisement

Sayangnya uang saku mereka sejak Juli hingga November tak cair. Para atlet yang menjalani pelatnas dibuat kelimpungan dengan situasi ini. Atlet-atlet rowing berasumsi uang saku mereka macet di Kemenpora. Benarkah seperti itu?

"Yang jadi persoalan, MoU antara kami dengan PB PODSI itu, honor yang seharusnya digunakan Juli sampai Desember tapi oleh dayung digunakan untuk membayar honor dan akomodasi Januari sampai Juni. Akibatnya, gaji atlet bulan Juli hingga berikutnya belum terbayar sampai sekarang," kata Sekretaris Kemenpora Gatot S. Dewa Broto di Gedung MPR-DPR RI, Senayan, Rabu (13/11/2019).

Gatot membuka kartu adanya gali lubang tutup lubang anggaran pelatnas dayung karena PODSI baru melakukan penandatangan Momerandum of Understanding (MoU) anggaran pelatnas 2019 pada pertengahan bulan Juni lalu. Situasi tak mengenakkan ini  tak akan terjadi jika PODSI sejak awal menerima anggaran yang diberikan oleh pemerintah.

"Seperti diketahui cabor-cabor kami bagi berdasarkan cluster. Nah, karena waktu itu persoalan anggaran tak sebesar 2018 sehingga ada cabor yang kecewa karena jumlah proposal yang mereka ajukan tak sama dengan bantuan yang dicairkan Kemenpora. Akibatnya, "Ah, saya tak mau MoU", akhirnya (pelatnas) mundur, itu lah contohnya kenapa PODSI baru tanda tangan bulan Juni," cerita Gatot.

"Kami tak menyalahkan cabor, karena cabor sudah benar sebagai melakukan) persiapan SEA Games jangka panjang. tapi kami sudah wanti-wanti proposalnya seperti apa. Prinsip kami yang namanya MoU, misal mereka mau minta 20, kami cuma bisa beri 10, ya harusnya 10 yang dipatuhi, termasuk kalender-kalender yang harus buat atlet ya harus dilakukan," timpalnya lagi.

"Sebab, ujung-ujungnya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) akan melihatnya sebagai sebuah persoalan. Hal ini bisa terselamatkan jika nanti pada proposal baru ada adendum (perubahan). Mengakui dan menjelaskan secara terperinci bahwa anggaran digunakan untuk ini dan sebagainya, jadi cabor yang harus menjelaskan," ujar Gatot.

Menyoal dana try out, tim pelatnas dayung juga telah difasilitasi oleh Kemenpora untuk uji coba mengikuti 2019 Asian Rowing Championship di Korea Selatan, 19-27 Oktober dengan total anggaran Rp 415.551.800.

Cabor dayung mendapat anggaran pelatnas 2019 sebesar Rp 12,06 miliar. Jumlah itu dibagi dalam dua tahapan. Tahap pertama 70 persen, kemudian sisanya 30 persen di tahap kedua. Dengan catatan, Laporan Pertanggungjawaban anggaran 70 persen sudah dilaporkan kepada Kemenpora.

"Kami mengikuti yang di MoU. Ini anggaran terbatas dan sudah sampaikan ajukan proposal lagi. Tetapi jika di awal tidak sesuai MOU, nantinya akan jadi temuan. Kemenpora ini sudah trauma dengan masalah hukum," kata Gatot.

2 dari 2 halaman

Para Atlet Diminta PB PODSI Bersabar

Terpisah Wakil Ketua Umum PB PODSI, Budiman Setiawan, meminta atlet untuk bersabar menghadapi situasi gaji yang belum dibayar sejak Juli 2019.

Budiman menyadari kondisi ini cukup mengganggu persiapan atlet menghadapi SEA Games 2019. Namun, Budiman meminta atlet bersabar menghadapi kondisi ini.

"Mengganggu ya pasti mengganggu. Tapi ini kan hanya makan, penginapan, dan uang saku. Untuk pemusatan latihan, try out memang hanya sekali yang dibantu waktu ke Korea saja karena anggaran yang terbatas dan kami mengerti kondisi itu," ucap Budiman seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.

"Anak-anak tidak mengerti situasi. Saya sebetulnya tidak ingin masalah ini dibahas di media. Tapi kalau saya ditanya, masak saya tidak jawab," ujar Budiman.

Budiman mengakui jika atlet dayung yang sedang menjalani pemusatan latihan belum menerima honor sejak Juli 2019. PB PODSI juga telah berkoordinasi dengan Kemenpora untuk mencari jalan keluar.

"Anak-anak memang belum terima uang saku yang baru kami bayarkan sampai Juni. Tapi untuk Juli akan segera dibayarkan karena kekurangan 30 persen anggaran sudah diproses dan minggu depan cair jadi untuk Juli bisa dibayarkan," ucap Budiman.

"Kami diberi anggaran hanya untuk tujuh bulan, harusnya setahun," ujar Budiman.

Salah satu atlet dayung nasional Romdon menganggap gaji yang tertunggak selama lima bulan terakhir adalah hak atlet.

"Jangankan lima bulan, orang yang kerja di mana pun kalau sebulan gajinya telat saja teriak, apalagi ini lima bulan. Atlet ini setiap hari latihan, capek. Butuh hiburan buat nonton youtube pakai kuota," ucap Romdon.

"Setidaknya kalau sudah dibayar kan bisa buat kami jadi tambah semangat karena ini sudah sedikit lagi jelang SEA Games. Selama ini hanya dijanjikan setiap bulan, bilangnya kalau enggak Senin ya Jumat. Tapi tidak cair-cair juga sampai sekarang," papar Romdom.

Berita Terkait