Bola.com, Jakarta - Pertemuan antara Thailand dengan Timnas Indonesia selalu dibumbui dengan tensi tinggi, termasuk di perhelatan SEA Games. Total, kedua negara telah bertemu sebanyak 19 kali sejak 1977.
Thailand akan bersua dengan Timnas Indonesia U-22 pada partai pertama Grup B SEA Games 2019 di Stadion Rizal Memorial Stadium, Selasa (26/11/2019).
Thailand layak disebut sebagai raja sepak bola Asia Tenggara. Tim beralias Changsuek itu tidak hanya mendominasi raihan gelar juara di pentas Piala AFF saja tapi juga SEA Games.
Changsuek tercatat 15 kali meraih medali emas cabang sepak bola SEA Games. Jauh meninggalkan negara-negara lain. Hebatnya, Thailand pernah juara beruntun selama 14 tahun dengan total delapan medali emas interval 1993 hingga 2007.
Mentalitas pemain muda Thailand menghadapi pertandingan dengan tekanan tinggi layak diperhatikan dengan seksama. Thailand jadi juara SEA Games pada dua dari tiga edisi terakhir yang dihelat di Myanmar dan Singapura.
Sepanjang sejarah SEA Games, Timnas Indonesia kerap bertemu Thailand. Beberapa pertandingan yang melibatkan kedua tim kerap menyajikan hasil dramatis. Bola.com mencatat ada empat pertandingan klasik yang melibatkan kedua tim. Simak cerita detailnya berikut ini:
SEA Games 1977: Adu Jotos di Lapangan
Tahun 1977 menjadi debut Timnas Indonesia di pentas SEA Games. Sayang, walau diunggulkan banyak pengamat bakal berprestasi, nyatanya langkah Tim Merah-Putih terhenti di fase semifinal.
Bahkan, sempat terjadi kericuhan di semifinal saat melawan Thailand pada Jumat, 25 November 1977. Menurut data Harian Kompas, 26 November 1977, pertandingan tersebut dihentikan wasit pada menit ke-60, setelah suasana di Stadion Merdeka, Kuala Lumpur, kacau karena para pemain kedua pihak terlibat dalam perkelahian massal.
Awal kerusuhan adalah ketika pihak Indonesia marah atas wasit, Othman Omar asal Malaysia yang dianggap kerap mengeluarkan keputusan berat sebelah, lebih memihak ke Timnas Thailand.
Wasit pun pada akhirnya menetapkan Thailand sebagai pemenang dan mereka otomatis melaju ke final melawan Malaysia. Tim Merah-Putih dianggap kalah diskualifikasi 0-3.
Sementara itu, di perebutan tempat ketiga melawan Myanmar, Indonesia tidak hadir dengan batas waktu yang ditentukan sehingga medali perunggu diberikan kepada Myanmar. PSSI memilih boikot karena kecewa dengan keputusan pengadil mendiskualifikasi Timnas Indonesia di fase semifinal.
SEA Games 1979: Balas Dendam Skuat Garuda
Di ajang ini, Indonesia bangkit dan mampu tampil impresif sepanjang penyisihan grup yang dihuni oleh Malaysia, Thailand, Singapura, dan Myanmar.
Peserta cabang sepak bola di SEA Games saat itu hanya lima tim saja. Tim Merah-Putih a hanya menelan satu kali kekalahan saat melawan Thailand 1-3.
Tim Garuda yang dilatih arsitek beken asal Belanda, Wiel Coerver lolos ke semifinal dengan status runner-up grup dengan modal dua kali kemenangan (3-0 Vs Singapura dan 2-1 Burma) plus hasil draw 0-0 kontra Malaysia.
Memasuki babak semifinal Timnas Indonesia melakukan revans terhadap Thailand. Tiga gol Iswadi Idris (penalti), Berti Tutuarima, dan Joko Malis menutup kemenangan 3-1 atas Tim Negeri Gajah Putih di babak adu penalti setelah imbang tanpa gol hingga waktu normal.
Sayang Timnas Indonesia gagal juara setelah digasak Malaysia 0-1 lewat gol tunggal Mokhtar Dahari.
SEA Games 1985: Kekalahan Memalukan
Tampil trengginas di Kualifikasi Piala Dunia 1986, Timnas Indonesia yang hampir lolos ke putaran final jika tak kalah dari Korea Selatan, tampil antiklimaks di SEA Games 1985.
Pergantian tampuk pelatih dari Sinyo Aliandoe ke Bertje Matulapelwa jadi salah satu penyebab terpuruknya Tim Merah-Putih.
Kekuatan timnas Indonesia seperti hilang sekejap dalam semi final Sea Games 1985. Skor telak 0-7 dari Thailand yang dikaitkan dengan digantinya pelatih dari Sinyo Aliandoe menjadi Bertje Matulapelwa.
Namun setelah kekalahan 0-7 itu justru performa timnas menanjak meski dengan pelatih yang sama dan bahkan menjuarai Sea Games 1987 di Jakarta.
Saat mengarungi penyisihan penampilan Timnas Indonesia terlihat kurang menyakinkan. Tim Merah-Putih lolos ke semifinal dengan status runner-up grup, itupun tanpa sekalipun meraih kemenangan.Rully Nerre dkk. hanya bermain imbang 1-1 melawan tim lemah Brunei dagn kalah 0-1 kontra Singapura.
Timnas lolos dari lubang jarum karena Brunei kalah telak 0-3 dari Singapura.Performa jelek Timnas Indonesia berlanjut di babak semifnal. Tim tuan rumah tanpa ampun menjebol gawang kita sebanyak tujuh kali. Skor pertandingan ini sempat menimbulkan kontroversi. Timnas Indonesia dicurigai bermain sabun, sengaja mengalah.
Bertje Matulapelwa membayar dosa kekalahan dengan mengantar Timnas Indonesia menjadi juara SEA Games 1989, setelah menang tipis 1-0 atas Malaysia di partai final lewat gol, Ribut Waidi.
SEA Games 2013: Kalah Menyakitkan di Final
Rahmad Darmawan, yang dipercaya menukangi Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2013 mencoba membayar utang kegagalan di edisi sebelumnya. Tim Merah-Putih gagal juara SEA Games di kandang sendiri setelah kalah adu penalti 3-4 melawan Malaysia.
Di SEA Games 2013 Myanmar langkah Timnas Indonesia tersendat-sendat di fase penyisihan. Saat berjumpa Thailand yang saat itu dilatih Kiatisuk Senamuang, tanpa ampun Andik Vermansah cs. digasak 1-4.
Timnas Indonesia U-23 lolos ke semifinal dengan status runner-up Grup B, setelah menang dramatis 1-0 atas tuan rumah Myanmar. Indonesia tertolong aturan head to head pertemuan dalam penghitungan klasemen.
Usai mengalahkan Malaysia lewat adu penalti 4-3 (0-0), Timnas Indonesia U-23 kembali bersua musuh lama, Thailand.
Dalam pertandingan yang dihelat Zayarthiri Stadium, Naypyidaw, Tim Garuda Muda kalah menyakitkan 0-1 lewat gol tunggal, Sarawut Masuk. Timnas Indonesia banyak mendapat peluang emas, namun kesulitan mengkonversikannya menjadi gol.
"Kelemahan utama Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2013 ketiadaan striker yang haus gol. Praktis kami mengandalkan lini kedua sebagai juru gedor. Andai kami punya penyerang tajam seperti di SEA Games sebelumnya, situasi mungkin bisa berbeda," ucap Rahmad Darmawan.