Bola.com, Jakarta - Prestasi bumi dan langit terlihat dari performa Timnas Singapura pada dua ajang berbeda. Kesuksesan The Lions di ajang Piala AFF kontras dengan apa yang mereka perlihatkan di panggung SEA Games.
Timnas Singapura memulai SEA Games 2019 dengan hasil negatif. Diharapkan mampu berbicara banyak menyusul persiapan yang tidak singkat, anak asuh Fandi Ahmad justru ditahan imbang tanpa gol oleh Laos pada laga perdana Grup B.
Ikhsan Ahmad dkk. masih harus berhadapan dengan Indonesia malam ini (Kamis, 28/11/2019), lalu menghadapi juara bertahan Thailand dan berjumpa kandidat peraih emas SEA Games 2019, Vietnam. Catatan buruk di SEA Games terancam berlanjut.
Menghadapi Timnas Indonesia yang tengah percaya diri usai mengalahkan Thailand 2-0 pada laga pembuka, Timnas Singapura dihantui rekor buruk. Sepanjang sejarah SEA Games yang dimulai pada 1977, kedua kesebelasan tercatat sudah 15 kali saling sikut.
Timnas Indonesia mendominasi dengan mencatatkan delapan kemenangan. Sedangkan Singapura hanya tiga kali menutup pertandingan dengan kemenangan dan tiga partai lainnya berakhir imbang.
Berbanding terbalik dengan apa yang Timnas Singapura raih di SEA Games, prestasi mereka di Piala AFF justru cukup membanggakan. Singapura keluar sebagai juara sebanyak empat kali, terpaut satu trofi saja dari Thailand yang masih merajai sepak bola Asia Tenggara jika mengacu pada seberapa banyak tim meraih juara.
Timnas Singapura lima kali lolos ke semifinal dan empat kali melaju ke final, di mana seluruh partai final berakhir dengan gelar juara. Bekas negara jajahan Inggris itu meraih juara pada Piala AFF edisi 1998, 2004-2005, 2007, dan 2012.
Untuk cataan individu, Singapura masih mengirimkan wakil terbaiknya, yakni Noh Alam Shah. Mantan pemain Arema Indonesia dan PSS Sleman itu mencatatan 17 gol selama penampilannya di Piala AFF. Jumlah itu belum tersentuh oleh pemain lain hingga detik ini dan sekaligus menjadikannya sebagai top goal scorer.
Lalu, bagaimana dengan kans Timnas Singapura di SEA Games 2019? Berikut ini bola.com mengulas secara mendalam.
SEA Games adalah Mission Impossible Buat Singapura?
Di venue yang sama pada Piala AFF 2016, yakni Stadion Rizal Memorial, Timnas Indonesia sukses mengalahkan Singapura dengan skor 2-1. Tim Merah Putih begitu mendominasi jalannya pertandingan, di mana Andik Vermansyah dkk. menguasai 63 persen possession ball.
The Young Lions tentunya berambisi membalas kekalahan menyakitkan itu. Panggungnya pun lebih besar, yaitu SEA Games. Hanya saja, memori buruk mengiringi perjalanan Timnas Singapura U-22; gagal lolos dari babak grup pada SEA Games 2015 dan 2017.
Singapura tak pernah memenangi satu pun medali emas SEA Games. Prestasi terbaik negara maju Asia Tenggara itu adalah tiga medali perunggu, itu pun diraih pada tahun 1980-an, tatkala Fandi Ahmad masih aktif bermain sebagai pesepak bola.
Kini, Fandi Ahmad menjadi pelatih utama The Young Lions. Pengalaman bertandingnya buat Timnas Singapura diperlukan untuk membawa, setidaknya, Joshua Pereira cs. lolos dari babak grup.
Jauh sebelum laga perdana Timnas Singapura di SEA Games 2019 cabor sepak bola, Fandi Ahmad mengaku sudah menyiapkan tim sebaik dan sematang mungkin. Ia mau anak asuhnya mengerahkan seluruh jiwa dan raganya pada seluruh pertandingan.
"Ini merupakan tahun persiapan yang panjang. Pemusatan latihan, pertandingan persahabatan, dan turnamen sepanjang tahun merupakan bagian dari persiapan menjelang SEA Games. Semua pelatih dan staf telah bekerja keras untuk memastikan tim sudah siap secara mental, fisik, dan taktis," imbuh Fandi.
"Ini akan menjadi kampanye yang menantang ke depan, melawan lawan tangguh di babak penyisihan grup, tapi kami memiliki keyakinan pada pemain kami. Kami tahu bahwa mereka adalah pejuang. Menang, kalah atau seri, mereka akan bertarung. Kami ingin mereka bermain dengan hati, kepala, dan nyali serta memberikan semua yang mereka miliki di lapangan," imbuh Fandi.
Menjadi satu di antara dua tim terbaik di Grup B nyatanya bukan perkara mudah. Meski telah menyiapkan tim sejak jauh hari, Timnas Singapura urung menunjukkan hasil yang positif, di mana pada laga pembuka mereka ditahan imbang oleh Laos tanpa gol.
Ujian berat Fandi Ahmad belum berakhir. Bukannya mau subjektif, tetapi menghadapi Timnas Indonesia U-22 yang sedang dalam kepercayaan diri usai mengalahkan juara bertahan Thailand tentu tidak mudah.
Indonesia hanya satu di antara lawan berat Timnas Singapura. Setelah itu, mereka masih harus menghadapi Thailand dan Vietnam. Apa mimpi buruk di SEA Games akan berlanjut tahun ini, Singapura?
Tanda Keseriusan Fandi Ahmad
Fandi Ahmad memanggil Faris Ramli ke dalam skuat Timnas Singapura. Pemain berusia 27 tahun itu merupakan saksi hidup kala The Lions membungkam Timnas Indonesia pada laga babak grup Piala AFF 2018. Saat itu, Indonesia kalah 0-1 berkat gol Hariss Harun.
Ramli tercatat tampil pada tiga edisi SEA Games sebelumnya. Fandi Ahmad memanggilnya bukan hanya karena membutuhkan pengalamannya, tapi juga fakta bahwa Ramli adalah Pemain Terbaik Liga Primer Singapura 2019 dan berhasil mencetak 16 gol.
Ini bisa menjadi sinyal bahwa Fandi Ahmad tidak main-main pada SEA games 2019 Filipina. Tetapi, di sisi lain, pemanggilan Ramli bisa juga menunjukkan bahwa Fandi Ahmad terkesan panik karena minimnya stok pemain senior yang mumpuni buat Timnas Singapura.
Selain itu, Fandi Ahmad juga ngotot untuk membawa anaknya, Ikhsan Fandi, yang bermain di Liga Norwegia bersama klub Raufoss IL. Manajemen tim sampai harus melakukan negosiasi alot agar Raufoss IL bersedia melepasnya ke Timnas Singapura pada saat Liga Norwegia tidak meliburkan kompetisi.
Diisi Mayoritas Pemain Garena Young Lions, Bentuk Perjudian Fandi Ahmad
Dua belas dari 20 pemain yang diangkut ke SEA Games 2019 bermain di klub yang sama, yakni Garena Young Lions. Menariknya, klub tersebut dilatih oleh Fandi Ahmad. Ini mengindikasikan kalau Fandi ingin menjadikan kebersamaan dan squad blend sebagai senjata utama Timnas Singapura.
Di sisi lain, ini adalah perjudian buat Fandi Ahmad.
Kelebihan yang dimiliki Timnas Singapura adalah seperti yang disebutkan tadi, kebersamaan. Dengan skuat yang diisi oleh rekan satu tim secara psikologis akan membuat Fandi Ahmad tak perlu banyak melakukan perombakan teknis.
Namun persoalannya, jika ternyata Timnas Singapura lebih banyak menelan kekalahan daripada kemenangan, ini bisa menjadi blunder. Fandi Ahmad harus bertanggung jawab karena keputusannya itu.