Bola.com, Jakarta - Ketua Umum PSSI, Mochammad Iriawan alias Iwan Bule memunculkan nama legenda Timnas Belanda, Ruud Gullit sebagai kandidat nakhoda Timnas Indonesia menggantikan sosok Simon McMenemy.
Sosok satu ini bukan orang asing buat Indonesia. Selain punya darah Jawa dari garis keturunan Suriname, pria kelahiran 1 September 1962 itu merupakan figur pesepak bola top di era 1990-an.
Bersama dengan Marco van Basten dan Frank Rijkaard, ia jadi bagian Timnas Belanda saat memenangkan Piala Eropa edisi 1988. Ketiganya juga menjadi bintang utama klub AC Milan yang merajai kompetisi Serie A Italia di era 80an akhir hingga 90-an awal.
Ruud Gullit, yang sebenarnya bernama Ruud Dil, lahir di Amsterdam sebagai anak di luar nikah dari seorang Suriname bernama George Gullit dan wanita asli Amsterdam bernama Ria Dil. George Gullit kemudian berhijrah dari Suriname pada tahun 1958 dengan istri dan ketiga anaknya. Ria Dil adalah wanita simpanannya.
Ruud Gullit mudah dikenal karena memiliki gaya main yang keras, berbadan besar, dengan tendangan yang sangat akurat, serta ciri khasnya, rambut gimbal yang unik.
Setelah gantung sepatu sebagai pesepak bola, Ruud Gullit banting setir sebagai pelatih. Namanya sempat populer di masa awal Premier League. Ia menukangi Chelsea dengan style bermain Sexy Football.
Saat mulai meretas karier di persaingan elite dunia, Ruud Gullit pernah menyambangi Indonesia bersama klub yang membesarkannya PSV Eindhoven.
PSV 2 Kali Datang ke Indonesia
Klub yang dibela Ruud Gullit tercatat dua kali mendatangi Indonesia. Pada tahun 1971, PSV Eindhoven petama kali menyambangi Indonesia dengan menggelar pertandingan melawan PSMS Medan, Persebaya Surabaya, dan Timnas Indonesia.
PSV berhasil mengalahkan PSMS dengan skor 4-0 di Medan, mengalahkan Pesebaya dengan skor 8-1 di Surabaya, dan Timnas Indonesia dengan skor 6-0 di Jakarta.
Selanjutnya The Rood Witten kembali menyambangi Indonesia pada tahun 1987. Di edisi kedua sosok Ruud Gullit ikut serta. Mereka berhasil mengalahkan Persib Bandung dengan skor telak 6-0 di Stadion Siliwangi, Bandung.
Setahun berselang, PSV kembali melakukan kunjungannya ke Indonesia. Pada kunjungan ketiga kalinya, PSV kembali mengalahkan Persib dengan skor 4-0 di Stadion Siliwangi.
Membius Stadion Siliwangi
Tepat pada 11 Juni 1987, PSV menjalani duel uji coba melawan Maung Bandung di Stadion Siliwangi. Sekitar 25.000 orang memadati stadion karena ingin menyaksikan aksi PSV yang kala itu sedang berjaya di Liga Belanda.
Seperti yang dikuti dari situs garistepilapanghijau, PSV diperkuat banyak pemain nasional Belanda yakni Rene Van Der Gijp, Ronald Koeman, Jurrie Koolhof, Michel Velke, Gerald Vanenburg. Ada juga bintang Denmark macam Frank Anersen dan Ivan Nielsen plus andalan Timnas Belgia, Erick Gerets. Tak ketinggalan Ruud Gullit pun ikut beraksi di lapangan.
PSV bukanlah tandingan Persib yang jadi juara Perserikatan tahun 1986. PSV tampil dengan tiga pemain kunci di ketiga lini, Erick Gerets di belakang, Ronald Koeman di tengah, dan Ruud Gullit di depan. Sejak menit awal PSV sudah mulai mendikte jalannya pertandingan.
Gullit terlihat tampil tidak pada level terbaik. Beberapa kali pergerakannya gampang dimatikan pemain-pemain Persib.
Di laga ini Eidhoveen menciptakan pola permainan berubah saat pertandingan berlangsung. Dari pola 4-3-3 menjadi 4-4-2. Pada pola 4-4-2 dua pemain depan didepan adalah pemain sayap. Sangatlah menarik karena Gullit yang bertindak sebagai penyerang tengah, sering bermain ke bawah atau ke belakang meninggalkan posisinya.
Jika Gullit turun, posisi ujung tombak diisi oleh gelandang penyerang E. Viscool. Selain rajin, ia juga mempunyai kemampuan membuat gol. Alhasil dari enam gol yang dicetak PSV, tiga diantaranya merupakan hattrick Viscool.
Di babak kedua, pelatih PSV Guus Hiddink menarik Gullit digantikan oleh Vanenburg. Pergantian Gullit tak mempengaruhi ketajaman serangan PSV, dalam menjaga stabilitas tim. Bintang gaek Willy Van Der Kerkhof yang memperkuat Belanda dalam Piala Dunia 1974 dan 1978 dimainkan oleh Hiddink.
Kerkhof yang waktu itu berusia 36 tahun, mampu memperlihatkan teknik bola yang prima. Sayang ia bermain terlalu serius dan cenderung kasar. Tak jarang bobotoh pun memaki-maki namanya.
Di laga ini Persib ditekuk 6-0, gol pertama PSV dicetak oleh Ruud Gijp di menit delapan lewat shooting kerasnya dari sayap kanan setelah meneriman umpan manis dari Gullit. Selang beberapa menit kemudian Viscool membuat hattrick di menit 15, 40 dan 51. Dua gol lainnya dicetak Koolhof dimenit 58 dan 63. Persib sebenarnya mampu menciptakan peluang, sayang tembakan Dede Rosadi, Adjat Sudradjat, Iwan Sunarya dan Uut Kuswendi masih melenceng di atas gawang.
Datang ke Indonesia sebagai Pemain Termahal di Dunia
Saat menyambangi Indonesia status Ruud Gullit tinggal menghitung bulan di klubnya PSV. Ia digaet AC Milan dengan nominal fantastis, yakni 6 juta poundsterling atau sekitar Rp13,5 miliar (hitungan kurs saat itu).
Di AC Milan, pesepak bola yang bisa tampil sama bagus sebagai gelandang pengatur serangan, gelandang serang, serta penyerang itu menikmati masa kejayaan.
Gullit memenangkan Ballon d'Or pada tahun 1987 dan dinobatkan sebagai Pemain Terbaik FIFA pada tahun 1987 dan 1989.
Ketika tiba di Milan, di masa awalnya Gullit kesulitan beradaptasi, karena ia kesulitan mempelajari bahasa Italia. Pada musim pertama klub itu memenangkan Scudetto untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun, di bawah pelatih Arrigo Sacchi.
Di masa awal Gullit diplot di antara barisan trio penyerang bersama Marco van Basten dan Pietro Virdis, belakangan ia kerap dipasang sebagai striker dan gelandang serang.
Musim berikutnya Milan membangun kesuksesan domestik dan juga Eropa. Gullit cs. memenangi Piala Champions (kini bernama Liga Champions) pada edisi 1989 dan 1990. Di final perdana Gullit menyumbang dua gol saat AC Milan menghancurkan Steaua București 4-0.
Gullit membantu AC Milan Serie A di tahun 1991-1992 (musim di mana mereka tidak terkalahkan) dan 1992-1993, sebelum akhirnya pindah ke Sampdoria, sebelum akhirnya menikmati petualangan baru di Chelsea pada 1996.
Setahun bertindak sebagai pemain Ruud Gullit naik pangkat sebagai manajer. Pada musim debutnya, ia memimpin Chelsea menuju kesuksesan Piala FA, gelar utama pertama klub selama 26 tahun, dan dengan demikian menjadi manajer luar negeri pertama yang memenangkan Piala FA.
Selepas dari Chelsea karier manajerial pesepak bola asal Amsterdam tersebut tak terlalu istimewa. Ia sempat singgah di Newcastle United, Feyenoord, LA Galaxy, Terek Grozny, tanpa pencapaian gelar apa-apa. Belakangan wajahnya sering menghiasi layar kaca sebagai pundit di BeinSport.
Baca Juga
Drama Timnas Indonesia dalam Sejarah Piala AFF: Juara Tanpa Mahkota, Sang Spesialis Runner-up
5 Wonderkid yang Mungkin Jadi Rebutan Klub-Klub Eropa pada Bursa Transfer Januari 2025, Termasuk Marselino Ferdinan?
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia